Relawan bertemu dengan seorang anak penderita diabetes type 1, akses obat-obatan pun terhambat...
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Bencana banjir bandang hingga longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat memaksa jutaan warga kini mengungsi karena kerusakan bahkan kehilangan tempat tinggal.
Dampak ini memperburuk kondisi sosial masyarakat, terutama bagi kelompok yang tergolong rentan seperti perempuan, ibu hamil, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.
Berdasarkan laporan terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB mencatat total pengungsi di tiga provinsi telah mencapai 1.057.482 jiwa akibat banjir bandang dan longsor.
Relawan asal Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Boy Trimandez, menyampaikan kondisi warga pengungsi di wilayahnya yang masih membutuhkan bantuan logistik untuk harian. Apalagi, kata dia, ada keterbatasan suplai kebutuhan bagi perempuan, anak, hingga lansia.
“Jumlah pengungsi ini sangat besar dan yang paling kurang saat ini adalah kebutuhan seperti pembalut, pampers, susu bayi, sikat gigi, dan obat-obatan dasar,” ujar Boy dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (8/12/2025).
Boy menyebut, beberapa wilayah seperti di Tapanuli Tengah juga masih mengalami krisis listrik. Lebih dari itu, kata dia, sejumlah desa ada yang hilang tersapu banjir bandang.
“Beberapa desa di kecamatan Tukka ini yang lenyap. Ada beberapa itu benar-benar habis desanya,” ungkapnya.

Bantuan Pangan dan Obat Sangat Urgen
Syafei Irman, relawan banjir di Sumatra Barat, menggambarkan situasi ekstrem yang terjadi salah satunya lokasi bencana di Kabupaten Agam. Menurutnya, medan geografis Bukit Barisan membuat bantuan luar sangat sulit menjangkau kampung-kampung terdampak.
“Kabupaten Agam ini terletak di Bukit Barisan, di mana kampung antar kampung, desa antar desa itu dipisahkan oleh bukit-bukit, jurang-jurang,” ujar Syafei dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (8/12/2025).
Selain logistik bantuan, akses terhadap pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan juga sangat terbatas. Terutama kelompok ibu hamil, anak-anak, dan korban yang mengalami penyakit.
“Untuk daerah yang terisolir kebutuhan-kebutuhan untuk anak, ibu itu masih minim. Karena mereka masih fokus pada sembako. Kami juga bertemu dengan seorang anak penderita diabetes type 1, akses obat-obatan pun terhambat,” ungkapnya.

Penanganan Bencana Harus Berprinsip Hak Asasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong penanganan bencana di Pulau Sumatra dijalankan berbasis HAM dengan memastikan masyarakat yang terdampak bencana direspons dalam situasi secara bertahap.
"Jadi dilakukan tanggap darurat seperti saat ini ya. Memastikan hak untuk kebutuhan sehari-hari itu dipenuhi," kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah di Jakarta, Selasa (2/12/2025) dikutip dari ANTARA.
Ia menjelaskan hak kebutuhan sehari-hari dimaksud, yakni hak atas pangan yang sehat, hak atas air bersih, hingga hak kebutuhan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, maupun disabilitas).
Hak untuk perempuan, kata dia, antara lain terkait kebutuhan bagi perempuan yang sedang menstruasi. Sementara hak untuk kelompok disabilitas dan lansia, yakni salah satunya terkait cara untuk mengevakuasi di tengah bencana.
Anis menuturkan evakuasi kelompok disabilitas dan lansia membutuhkan upaya yang lebih ekstra lantaran kelompok tersebut berbeda dengan masyarakat secara umum.
“Hak asasi lainnya yang juga harus dipenuhi berupa hak dalam jangka menengah dan panjang, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, serta hak atas tempat tinggi,” terangnya.

Pendataan Korban dari Kelompok Rentan
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan pemerintah sudah memulai pendataan terpilah dan distribusi bantuan spesifik bagi kelompok rentan di daerah bencana.
“Ini yang kita selalu ingatkan, membuat data terpilah berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, hingga kondisi khusus seperti disabilitas,” dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (8/12/2025).
Ia menambahkan bahwa pemerintah telah bekerja sama dengan mitra internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan UN Women. Tujunnya, kata dia, untuk menyediakan perlengkapan bagi kelompok rentan dan berisiko di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
“Dalam hal pemberian bantuan misalnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian PPPA sudah memberikan committee kit, paket kebersihan perempuan layanan kesehatan reproduksi darurat supaya memastikan persalinan aman,” tambahnya.
Woro mengakui berbagai distribusi bantuan di beberapa daerah terdampak, masih sulit dijangkau karena keterbatasan akses.
“Berbagai peralatan termasuk tenda, perahu karet, dapur umum, hingga genset telah digerakkan,” terangnya.

Klaim Kebutuhan Perempuan dan Anak Tercukupi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi mengatakan kebutuhan perempuan dan anak-anak di daerah terdampak bencana Sumatra mulai tercukupi.
"Ketika kami turun salah satunya di Sumatra Barat, kami melihat juga bahwa kebutuhan spesifik anak-anak dan perempuan sudah mulai tercukupi walaupun belum semuanya," ujar Arifatul di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Senin (8/12/2025) dikutip dari ANTARA.
Arifatul mengatakan Kementerian PPPA akan melakukan yang terbaik agar kebutuhan spesifik untuk perempuan dan anak-anak di daerah bencana dapat terpenuhi secara maksimal.
"Kebutuhan reproduksi perempuan itu kan berbeda dengan laki-laki, jadi ya seperti pembalut, dan pakaian dalam. Kemudian makanan untuk anak-anak kan berbeda dengan untuk orang dewasa," katanya.
Selain itu, Arifatul mengatakan Kementerian PPPA sudah mengupayakan program pemulihan trauma untuk perempuan dan anak terdampak bencana yang dilakukan kolaborasi lintas kementerian lembaga.
“Semua ikut melakukan yang terbaik ya, trauma healing (pemulihan trauma, red.) untuk perempuan dan anak-anak," ungkapnya.

Bantuan Khusus Bagi Disabilitas Terdampak Bencana
Kementerian Sosial memastikan penyandang disabilitas terdampak bencana Sumatra mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dalam penanganan.
"Tentu penyandang disabilitas mendapatkan perhatian khusus. Mereka pasti dibantu dan sekarang ini memang masa-masa evakuasi serta tanggap darurat, jadi tentu ada fasilitas-fasilitas untuk para penyandang disabilitas, baik itu di tempat pengungsian atau tempat-tempat lain dengan perlindungan-perlindungan khusus," kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf ditemui setelah perayaan Hari Disabilitas Internasional di Jakarta, Rabu (3/12/2025) dikutip dari ANTARA.
Sementara itu, Penasihat I Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemensos, Fatma Saifullah Yusuf mengemukakan Kemensos memberikan bantuan semaksimal mungkin bagi penyandang disabilitas yang terdampak bencana.
"Saya berharap teman-teman disabilitas di sana sehat. Kalau mereka terdampak, kami akan berusaha semaksimal mungkin membantu, dan pasti menyelesaikan persoalan mereka. Baik teman-teman difabel atau non-difabel, kami ingin memberikan yang terbaik buat mereka,” jelasnya.

IDAI: Kelompok Rentan Butuh Perhatian Kesehatan yang Khusus
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bergerak cepat memberikan layanan kesehatan, dukungan psikososial, dan bantuan logistik yang terfokus pada perlindungan anak-anak dan kelompok rentan.
“Situasi darurat seperti ini, anak-anak, kaum difabel, lansia, dan ibu hamil adalah kelompok yang paling rentan. Kesehatan dan keselamatan mereka harus menjadi prioritas utama dalam proses evakuasi ke tempat yang aman,” ujar Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso dikutip dari ANTARA.
Sebagai respons, pihaknya memberikan layanan kesehatan dan bantuan langsung.
"Tim dokter spesialis anak dari ketiga cabang IDAI, Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, telah turun langsung ke lokasi bencana, berkolaborasi dengan BNPB, Dinas Kesehatan setempat, dan organisasi profesi lainnya," ungkap Piprim.
IDAI juga memberikan bantuan non-kesehatan dan dukungan psikososial, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, dukungan nutrisi balita, trauma healing, dan pemulihan pendidikan.
“Permasalahan dan kekurangan yang dihadapi di lapangan yakni kekurangan obat-obatan terutama untuk infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, dermatitis; keterbatasan logistik, akses yang sulit, kurangnya tenaga kesehatan, serta ancaman kesehatan lingkungan,” terang Piprim.

Percepat Distribusi Kebutuhan Spesifik bagi Kelompok Rentan
Ketua Pusat Studi Perempuan, Keluarga, dan Bencana UNISA Yogyakarta, Dr. Islamiyatur Rokhmah, menegaskan bahwa kebutuhan perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas belum menjadi prioritas utama di lapangan.
“Untuk kaum rentan itu siapa? Pemerintah harus melihat apakah itu sudah juga menjadi prioritas. Mitigasinya kalau cepat, korban tidak akan sampai ribuan,” ujar Islamiyatur dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (8/12/2025).
Islamiyatur bahkan memaparkan data yang diterimanya khusus dari Aceh terkait kelompok rentan. Kata dia, ada ratusan ribu kelompok rentan yang memerlukan perhatian khusus di sana.
“Ada 123 orang ibu, balita 101.008 orang, ibu hamil 394 ribuan, ibu menyusui 2.380, lansia 459.000 orang, dan penyandang disabilitas 17.077 orang,” jelasnya
Islamiyatur turut menekankan juga akan pentingnya fasilitas yang ramah kelompok rentan di pengungsian.
“Apakah sudah ada ruang laktasi? Toilet perempuan terpisah? Pembalut, popok bayi, popok lansia. MPASI bagi anak-anak, ramp atau jalur untuk disabilitas, hingga shelter tenang untuk autis,” ujarnya.
Selain itu, Islamiyatur mengingatkan keharusan pemerintah untuk memahami bahwa penanganan bencana mesti dilakukan secara inklusif.
“Bantuan untuk perempuan, anak, lansia, disabilitas itu bukan bantuan sukarela, itu kewajiban negara,” pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media
Baca juga:
- Banjir-Longsor Sumatra: Kerugian Ditaksir Rp 68-200 Triliun Tapi Anggaran Bencana Rp 500 Miliar
- Sebagian Wilayah Aceh Masih Terisolasi, Ada Korban Ditemukan Terjebak di Dalam Mobil






