"Apa masih perlu polisi memegang senjata? Sampai senjata itu dengan mudah, yang harusnya melindungi rakyat, tapi malah maaf ya bukan hanya membunuh rakyat, tapi bisa membunuh polisi."
Penulis: Astri Yuanasari
Editor: Agus Luqman

KBR, Jakarta- Anggota Komisi bidang Hukum DPR dari Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta mengusulkan anggota Polri cukup dibekali pentungan atau pemukul sebagai senjata sehari-hari.
Usulan itu ia sampaikan lantaran ia geram ada sejumlah kasus penembakan yang dilakukan polisi belakangan ini. Semisal kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatra Barat, dan polisi tembak pelajar tak bersalah di Semarang.
"Apa masih perlu kepolisian memegang senjata? Bisa bapak gambarkan gak di mana kelemahan-kelemahan SOP yang berkaitan dengan senjata. Sampai senjata itu dengan mudah yang harusnya melindungi rakyat, tapi malah maaf ya bukan hanya membunuh rakyat, tapi bisa membunuh polisi. Ini hati-hati karena kajian, walaupun belum berupa undang-undang. Kajian yang ada tentang bagaimana polisi cukup bermodalkan pentungan di berbagai negara maju kelihatannya perlahan tapi pasti kita akan mengarah ke sana," ujar Wayan, Selasa, (3/12/2024).
Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta menyebut, saat ini masyarakat banyak mempertanyakan kelayakan anggota polisi menggunakan senjata api. Terutama saat berhadapan dengan warga sipil.
Anggota Komisi Hukum lain dari Fraksi Partai Nasdem, Rudianto Lallo juga mendorong evaluasi menyeluruh terhadap syarat dan kualifikasi pemegang senjata api di kepolisian.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Semarang, Jawa Tengah, Irwan Anwar mengakui anggotanya berinisial 'R' lalai menembak hingga tewas seorang siswa SMK di Semarang.
Dia bahkan mengubah pernyataan. Semula Irwan menyebut korban merupakan geng yang ingin tawuran. Belakangan ia menyebut penembakan itu terjadi karena korban berselisih paham dengan polisi di jalan.
"Kami sebagai atasan Brigadir 'R' pada kesempatan ini memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat khususnya warga kota Semarang, terlebih keluarga besar almarhum ananda Gamma dan atas segala tindakan dari anggota saya, Brigadir R, yang telah mengabaikan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan, abai dalam menilai situasi, teledor dalam menggunakan senjata api dan telah melakukan tindakan excessive action," ucapnya (3/12/2024).
Baca juga:
- Koalisi Sipil: Polisi Brutal, Ganti Senjata Api dengan Senjata Tidak Mematikan!
- Polisi Tembak Polisi, Kompolnas Minta Mabes Polri Awasi Ketat Mental Pemegang Senjata Api
Aturan senjata api
Aturan anggota polisi menggunakan senjata api diatur melalui Peraturan Kapolri. Aturan itu menyebut, penggunaan senjata api hanya boleh digunakan dalam keadaan luar biasa. Seperti membela diri dari ancaman kematian dan atau luka berat, serta membela orang lain yang terancam kematian dan atau luka berat.
Sementara itu, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Abdul Karim mengatakan aturan penggunaan senjata api oleh polisi hanya perlu ditingkatkan.
Di lain pihak, Anggota Komisi Nasional Kepolisian (Kompolnas) Choirul Anam, mengusulkan tes psikologi secara rutin kepada anggota polri pemegang senjata api.
"Memang perlu digalakkan soal tes psikologi. Nah tes psikologi ini tidak hanya melekat ketika pengurusan izin memegang senjata api saja tapi kita juga dorong kalau bisa memang secara reguler misalkan sebulan sekali. Dan ini dampaknya adalah tingkatan beban kerjanya bisa ditanggulangi, beban stresnya bisa ditanggulangi, Beban emosinya juga bisa ditanggulangi. Dan ini menjadikan kontrol terhadap personil sangat baik," ujar Anam kepada KBR, Selasa, (3/12).
Choirul Anam juga mendorong anggota polisi hanya dibekali senjata yang tidak mematikan selama bertugas. Pengecekan berkala juga perlu dimaksimalkan, guna meminimalisasi penyalahgunaan senjata.
Sementara itu, Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto menilai, tidak semua anggota polisi perlu dibekali senjata api.
"Saya rasa tidak demikian, tidak harus demikian karena penggunaan senjata api ini juga harus berkaitan dengan potensi risiko yang dihadapi oleh personel di lapangan. Kalau seseorang personel yang tidak menjalankan tugas terkait penanganan kriminal yang membahayakan atau penyelidikan terkait kejahatan yang membahayakan, tentunya tidak diperlukan membawa senjata api berpeluru tajam Seperti yang terjadi di Semarang. Sehingga penggunaan senjata api berpeluru tajam itu bisa diminimalisasikan penyalahgunaannya." ujar Bambang kepada KBR, Selasa, (3/12/2024).
Bambang Rukminto mendorong Mabes Polri memberi pemahaman secara utuh kepada semua anggotanya terkait peruntukkan senjata. Ia juga meminta ada kajian menyeluruh terkait pemberian senjata api bagi polisi di divisi tertentu.
Baca juga:
- Polisi Tembak Siswa di Semarang, YLBHI: Kejahatan Luar Biasa
- Polisi Tembak Polisi di Sumbar, Beking Tambang Ilegal?