ragam
Koalisi Sipil: Polisi Brutal, Ganti Senjata Api dengan Senjata Tidak Mematikan!

Koalisi Sipil mendesak Komisi III DPR memanggil Kapolri memberikan pertanggungjawaban atas seluruh kejadian tembak mati

Penulis: Agus Luqman

Editor: Rony Sitanggang

Google News
Koalisi Sipil: Polisi Brutal, Ganti Senjata Api dengan Senjata Tidak Mematikan!
Sejumlah siswa berdoa untuk temannya korban penembakan polisi di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2024). (Foto: ANTARA/Makna Zaezar)

KBR, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP) mengutuk keras kasus tembak mati yang melibatkan aparat kepolisian di sejumlah wilayah dalam beberapa hari terakhir.

Pada Minggu (24/11/2024), anggota kepolisian Polres Semarang menembak mati seorang anak, GRO (16), pelajar SMKN di  Semarang yang juga melukai salah seorang rekannya.

Di hari yang sama, warga Desa Tunggang, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka, Beni (45) meninggal akibat tembakan anggota Brimob Polda Bangka Belitung setelah dituduh mencuri buah sawit di area perkebunan PT. BPL.

Beberapa hari sebelumnya (22/11/2024), polisi menembak polisi berujung kematian. Penembakan dilakukan Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar. Kejadian ini juga dikabarkan terkait dengan praktik beking tambang ilegal yang melibatkan aparat kepolisian.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri dan Kompolnas menindak tegas para pelaku, mengusut tuntas kasus ini serta memastikan tidak ada yang ditutup-tutupi.

"Presiden dan DPR RI juga tidak boleh tutup mata dan harus segera bertindak. Evaluasi menyeluruh terhadap kepolisian mesti dilakukan agar korban tidak terus berjatuhan," desak Koalisi dalam rilis yang diterima KBR, Kamis (28/11/2024).

Baca juga:

Dalam kasus kematian pelajar SMKN di Semarang, Kapolrestabes Semarang berdalih penembakan merupakan bagian dari penanganan tawuran. Kepolisian meminta masyarakat memahami tindakan kepolisian tersebut. Polisi menyebut korban merupakan anggota geng Tanggul Pojok yang sedang melakukan tawuran di Semarang Barat.

"Koalisi menilai tuduhan Polisi kepada korban adalah upaya institusi kepolisian untuk menutupi kasus dan menjaga citranya yang terus tercoreng. Koalisi mencatat pola yang serupa, dalam berbagai kasus. Muncul stigma buruk yang ditujukan kepada korban penembakan polisi untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Belajar dari kasus Ferdy Sambo, mulanya polisi menyatakan bahwa penembakan diawali oleh Brigadir Josua menembak Fredy Sambo, namun dalam investigasi ternyata sebaliknya. Respon kepolisian dengan pola pembelaan ini menutup ruang investigasi dan menghambat penegakan hukum, di tengah rendahnya komitmen polisi dalam memproses penegakan hukum terhadap polisi yang melakukan penembakan," begitu pernyataan Koalisi.

Koalisi RFP menilai, kasus penembakan yang berujung kematian ini menunjukan masih kuatnya arogansi, brutalitas, watak militeristik, dan kesewenang-wenangan anggota Polri terhadap masyarakat, bahkan terhadap korban yang masih berstatus anak.

Alih-alih menjalankan tugas dan fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat, Koalisi Sipil menilai kasus ini kian memperkuat potret kegagalan sistemik institusi kepolisian, dan semakin menempati posisi sebagai aktor pemegang monopoli kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca juga:

Aturan hak hidup

Pasal 6 ayat (1) ICCPR yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 menjamin “Setiap manusia memiliki hak untuk hidup.” Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun diperbolehkan untuk secara sewenang-wenang”.

Sebagai ketentuan fundamental, hak ini kemudian ditegaskan sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dibatasi atau dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Sehingga, penembakan secara langsung atau penembakan atas dasar untuk mendapatkan pengakuan hingga berujung kematian merupakan sebuah pelanggaran hukum yang serius. Tidak terkecuali terhadap pelanggaran atas asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) yang menjadi prinsip utama dalam sistem peradilan dan Negara Hukum.

Di kasus penembakan pelajar  di Semarang, kepolisian harus mengusut secara cepat dan tuntas sebagaimana diatur Pasal 59A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Koalisi Sipil mendesak agar pelaku diperiksa secara mendalam dan sungguh-sungguh terkait pelanggaran sejumlah ketentuan seperti Perkap Nomor 1 Tahun 2022 tentang mekanisme Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, termasuk Prinsip-Prinsip Dasar PBB Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Penegak Hukum (BPUFF) dan Kode Etik Aparat Penegak Hukum (CCLEO).

Koalisi juga mendesak institusi Polri kembali mengevaluasi relevansi penggunaan senjata api di kepolisian yang notabene bertugas melakukan penegakan hukum dan menjaga keamanan dalam negeri yang kerap berhadapan dengan warga negara sendiri.

LSM Kontras mencatat ada ratusan kasus kekerasan yang melibatkan polisi sepanjang 2020 hingga 2024. Sepanjang Juli 2020-Juni 2021 setidaknya telah terdapat 651 kasus. Pada periode Juli 2021-Juni 2022 jumlah kasus meningkat menjadi 677 kasus.

Juli 2022-Juni 2023 kasus kekerasan aparat sebanyak 622 kasus. Sedangkan sepanjang Januari-April 2024, telah terjadi 198 peristiwa kekerasan yang melibatkan kepolisian.

Kategori pelanggaran berupa penembakan, penganiayaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa, tindakan tidak manusiawi, penculikan, pembunuhan, penembakan gas air mata, penembakan water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, kriminalitas, hingga extrajudicial killing.

YLBHI mencatat sepanjang 2019 terdapat 67 orang meninggal dengan dugaan kuat sebagai korban pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) di tangan anggota polisi.

Selama kurun Juli 2022- 2023, YLBHI menghimpun setidaknya terdapat 130 kasus yang melibatkan kepolisian sebagai aktor pelanggar dengan kasus salah tangkap, intimidasi diskusi, kriminalisasi, penahanan sewenang-wenang, undue delay atau penundaan yang tidak beralasan, hingga extrajudicial killing.

Koalisi mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo memerintahkan penegakan hukum secara obyektif dan profesional dan mengusut tuntas kasus penembakan di Semarang.

Selain itu, Koalisi juga mendesak Kapolri mengevaluasi ketat penggunaan senjata api di lingkungan kepolisian. Bila perlu, meniadakan penggunaan senjata api di institusi kepolisian, dan mengganti dengan penggunaan senjata yang tidak mematikan, karena hanya akan menimbulkan korban-korban nyawa warga negara di kemudian hari.

Koalisi juga mendesak Kapolri memecat polisi terduga pelaku penembakan dan pembunuhan tersebut. Selain itu, Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI menindaklanjuti seluruh persoalan yang menyangkut Polri belakangan ini dengan menjalankan agenda konkret reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental, dan kultural demi memastikan polisi dan pemolisian yang profesional, transparan, dan akuntabel.

Koalisi juga mendesak Kompolnas, Komnas HAM, Ombudsman, LPSK dan KPAI turut mengawasi, memantau, dan memastikan proses penegakan hukum kasus penembakan di Semarang agar berjalan obyektif, transparan dan profesional.

Koalisi juga mendesak DPR RI, khususnya Komisi III agar memanggil Kapolri untuk memberikan pertanggungjawaban atas seluruh kejadian tembak mati, khususnya yang terjadi di Semarang, Bangka Belitung, dan Solok Selatan serta memastikan Reformasi Polri untuk menjamin ketidakberulangan tindak kekerasan yang dilakukan jajaran kepolisian.

Hukum
Polri
kekerasan aparat
penembakan

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...