ragam
Perkawinan Anak di Rembang Masih Tinggi, Bagaimana Mengatasinya?

Sepanjang tahun 2023, tercatat 237 kasus perkawinan anak di Rembang, dengan rincian 16 laki-laki dan 221 perempuan.

Penulis: Musyafa

Editor: Muthia Kusuma Wardani

Google News
anak
Ilustrasi: Sejumlah siswa membawa poster setop perkawinan anak di depan Kantor Gubernur Jateng, (20/11/2017). (Antara-Aditya Pradana)

KBR, Jakarta- Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menyoroti kasus perkawinan anak di wilayahnya.

Berdasarkan data, sepanjang tahun 2023, tercatat 237 kasus perkawinan anak di Rembang, dengan rincian 16 laki-laki dan 221 perempuan. Sementara pada tahun 2024, jumlahnya menurun menjadi 184 kasus, terdiri dari 21 laki-laki dan 163 perempuan.

Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Sarip mengatakan, penyebab perkawinan anak beragam, mulai dari keinginan calon mempelai untuk menikah muda, dorongan orang tua, hingga faktor kehamilan yang tidak diinginkan.

Sarip mengklaim, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk menekan angka pernikahan dini, salah satunya melalui sosialisasi ke masyarakat.

“Langkah-langkah yang diambil antara lain melakukan pencerahan dan penyuluhan secara masif kepada masyarakat luas. Ini dilakukan oleh para pejabat Kemenag Rembang dan juga Penyuluh Agama Islam di setiap ada kegiatan kajian-kajian,” ujar Sarip, Selasa (11/2).

Baca juga:

Selain itu, Kemenag Rembang juga menyelenggarakan Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) dengan bekerja sama dengan madrasah-madrasah. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada remaja tentang dampak negatif pernikahan dini.

“Pada tahun 2024 sudah kami laksanakan di sejumlah madrasah. Kita ingatkan bahwa pernikahan belum cukup umur rentan menimbulkan beragam dampak negatif. Alhamdulillah ada hasilnya, yaitu berupa penurunan angka pernikahan dini,” tambah Sarip.

Sarip juga mendorong agar penyuluh agama meningkatkan intensitas kampanye stop pernikahan anak di bawah umur. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, batas usia minimal pernikahan untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Evaluasi Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak


Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyatakan bahwa kebijakan pencegahan perkawinan anak saat ini sudah cukup memadai. Namun, menurutnya, strategi implementasi masih perlu diperkuat.

Dikutip dari siaran pers Kemenko PMK pada Rabu, (5/2/2025), Woro mengatakan dispensasi kawin kini semakin ketat dengan adanya PerMA No. 5/2019. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan baru, seperti meningkatnya jumlah perkawinan tidak tercatat, kurangnya koordinasi antara pengadilan agama dengan instansi terkait, serta hambatan budaya di masyarakat.

“Kedepan kita perlu membangun sistem monitoring dan evaluasi yang kuat untuk mengukur efektivitas pelaksanaan kebijakan. Prioritas juga perlu diarahkan untuk melakukan pendataan yang akurat bagi anak-anak yang sudah terlanjur menikah tetapi tidak tercatat, sehingga dapat meningkatkan akurasi dalam intervensi layanan,” ujarnya.

Woro juga menekankan pentingnya sinergi dalam pendataan antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk terkait angka kematian ibu (AKI), stunting, dan tingkat kemiskinan daerah.

“Dengan demikian, penyelesaian isu perkawinan anak dapat dilakukan secara lebih komprehensif,” tutup Woro.

Baca juga

perkawinan anak
Rembang
Kementerian Agama

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...