ragam
Kekosongan Hukum, Anak Masih Rentan Jadi Korban Kejahatan di Ruang Digital

"Akan tetapi di ruang siber yang sama seringkali ada predator-predator yang berkeliaran untuk mengincar anak-anak kita."

Penulis: Hoirunnisa

Editor: Muthia Kusuma

Google News
anak
Menkomdigi Meutya Hafid sosialisasikan bahaya judi online kepada anak dan masyarakat (FOTO: ANTARA/Muhammad Adimaja)

KBR, Jakarta- Kalangan DPR mendorong pemerintah segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) perlindungan anak di ruang digital.

Ketua Komisi bidang komunikasi di DPR RI, Dave Laksono, menekankan pentingnya aturan ini dalam melindungi anak-anak dari ancaman di dunia maya, seperti predator online. Namun, ia juga mengingatkan agar aturan tersebut tidak membatasi kebebasan berekspresi anak.

"Sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah untuk menyiapkan ruang siber yang aman bagi anak-anak kita. Akan tetapi di ruang siber yang sama seringkali ada predator-predator yang berkeliaran untuk mengincar anak-anak kita. Jadi kita harapkan RPP ini tentu bisa mengcover semua aspek-aspek tersebut, tanpa ada kemungkinan membelenggu kebebasan orang untuk berekspresi," ujar Dave kepada KBR, Selasa (3/12/2024).

Ketua Komisi bidang komunikasi di DPR, Dave Laksono juga mendorong pemerintah mempertimbangkan untukmeniru kebijakan perlindungan anak di ruang digital dari negara lain. 

Beberapa negara telah menerapkan regulasi untuk mewujudkan ruang digital ramah anak. Amerika Serikat memiliki Undang-Undang Perlindungan Internet Anak. Korea Selatan memiki aturan kuat melindungi privasi anak-anak di dunia maya. Sementara Australia baru-baru ini membuat aturan melarang anak berusia 16 tahun bermain medsos.

Baca juga:

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti belum adanya peraturan di Indonesia yang secara spesifik mengatur perlindungan anak di dunia digital.

Peneliti ICJR, Adhigama Budiman berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik dapat memperkuat payung hukum perlindungan anak di ranah digital.

"RPP terkait Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Nah ini harapannya RPP ini lebih secara holistik spesifik untuk anak dengan kacamata perlindungan anak. Jadi dengan pendekatan yang sensitif terhadap hak anak. Sebenarnya selain mengatur, kita juga perlu melihat bagaimana peran orang tua dan lingkungan gitu. Karena pengaruh yang terbesar untuk anak adalah orang tua dan lingkungannya, termasuk di situ adalah sekolah," ujar Adhigama kepada KBR, Selasa (3/12/2024).

Peneliti ICJR, Adhigama Budiman juga menekankan pentingnya peran orang tua dan lingkungan dalam melindungi anak dari bahaya di dunia maya. Ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan upaya untuk memberdayakan orang tua dalam memberikan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak di internet.

"Butuh koordinasi dan peran yang lebih baik dari pemerintah untuk mungkin memberdayakan orang tua. Kita jadi investment lebih baik ke orang tua dan melihat bagaimana lingkungan yang mana anak sering terpapar. Apakah ini sudah berperspektif anak," jelas Adhigama.

Krisis perlindungan anak

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengklaim tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjaga keamanan anak di dunia digital.

Menteri Komunikasi Digital Meutya Hafid mengklaim salah satu fokus kerjanya adalah menjadikan ruang digital yang ramah anak. Meutya Hafid menambahkan, selain memperkuat payung hukum, Kementerian juga memblokir jutaan konten negatif dan terus mengkampanyekan pentingnya keamanan digital lebih sehat bagi anak.

Data Pusat Nasional untuk Anak Hilang dan Tereksploitasi atau NCMEC yang berbasis di Amerika menunjukkan, dalam empat tahun terakhir ada lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak di Indonesia.

Sementara riset Indonesia Indicator mencatat, dalam satu semester tahun ini saja ada hampir 25 ribu unggahan kekerasan digital pada anak di media sosial.

Tak hanya itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mengungkap sebanyak 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun terperangkap jeratan judi online. Berbagai temuan itu menunjukkan terjadinya krisis perlindungan anak di ruang digital yang mencapai titik darurat.

digital
perlindungan anak
anak
ICJR
DPR RI
Dave Laksono
ruang digital ramah anak

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...