Aktivis menilai Pemerintah Prabowo ‘jauh panggang dari api’, lantaran berorientasi bisnis dan investasi dengan tidak mempertimbangkan serta menempatkan perempuan sebagai inti pembangunan.
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, disebut belum sepenuhnya berpihak terhadap urusan isu-isu perempuan. Padahal, isu perlindungan perempuan dan kesetaraan gender ada di poin keempat Asta Cita janji kampanye Prabowo.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan negara untuk mewujudkan tanggung jawab dalam isu-isu perempuan. Terlebih, saat ini belum ada terobosan signifikan dalam pemenuhan hak dan perlindungan perempuan.
“Satu hal itu saya kira mandat yang paling dekat soal bagaimana Undang-Undang yang terbaru soal Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang disahkan di tahun 2022 sampai hari ini ternyata aturan turunannya masih belum cukup,” ujar Yuni dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (27/10/2025).
Yuni menyebut kemunduran bukan hanya pada tataran regulasi, melainkan juga menyangkut sumber daya dan pembiayaan layanan korban. Komnas, kata dia, menilai ada beberapa kemunduran terhadap upaya perlindungan perempuan karena situasi efisiensi anggaran di beberapa kementerian lembaga yang juga bahkan ke daerah.
“Paling terdampak adalah sektor-sektor layanan yang terkait langsung dengan perempuan, pelindungan perempuan,” lanjutnya.
Menurut Yuni, kebijakan terkait kesetaraan gender selama ini baru sebatas deklaratif. Apalagi, saat ini upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan masih belum optimal dilakukan.
“Kita melihat misalnya beberapa program-program unggulan yang dibuat oleh pemerintahan sekarang, kalau kita lihat dia masih natural gender, bahkan buta gender,” jelas Yuni.

Perempuan Belum Dapatkan Hak Akses Kesetaraan
Sementara dari sisi ekonomi, Vivi Widyawati, perwakilan Perempuan Mahardika, menegaskan bahwa tingginya angka kemiskinan perempuan dan rendahnya partisipasi kerja menunjukkan gagalnya negara memberi akses kerja setara.
“Jadi sebetulnya kalau dalam hal ini kami dari perempuan Mahardika ingin menyoroti tentang kemiskinan perempuan dalam hal ini, dalam aspek ekonomi. Pemerintahan Prabowo belum memberikan jaminan penuh kepada perempuan untuk bisa mengakses pekerjaan gitu”, ujar Vivi dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (27/10/2025).
Ia menyebut dunia kerja masih sarat diskriminasi, mulai dari rekrutmen hingga kondisi kerja.
“Yang pertama itu adalah dunia kerja kita itu adalah dunia yang masih diskriminatif gitu ya. Hambatan kedua lainnya itu adalah bagaimana pekerjaan-pekerjaan domestik itu masih dibebankan kepada perempuan,” lanjutnya.
Yuni mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran menyebabkan layanan dasar bagi perempuan korban kekerasan semakin tidak terjangkau, terutama di daerah.
“Ya, ini efisiensi anggaran dan layanan untuk perempuan korban ini dampaknya sangat serius ya, sangat-sangat serius. Dana untuk penjangkauan korban itu banyak dipotong di tingkat daerah. Sehingga layanan yang diberikan oleh UPTD PPA ini jadi sangat-sangat terdampak,” kata Vivi.
Dalam jangka panjang, kondisi ini disebut memperparah risiko kematian dan minimnya perlindungan bagi korban perempuan, terutama di wilayah kepulauan dan 3T. Ia menilai wajah pembangunan masih bertumpu pada investasi, tanpa paradigma keadilan gender.
"Pemerintah Prabowo ini ‘jauh panggang dari api’. Orientasinya bisnis, orientasinya adalah investasi, dan tidak mempertimbangkan dan menempatkan perempuan sebagai yang inti di dalam program pembangunan,” jelasnya.
Vivi juga menilai klaim pemerintah soal penurunan kemiskinan tidak mencerminkan realitas yang dialami perempuan pekerja bergaji rendah.
“Jadi kalau dibilang kita sudah tidak miskin atau kemiskinan berkurang menurut saya itu omon-omon saja,” tegasnya.

Kebijakan Pemerintahan Prabowo Minim Akomodasi Isu Perempuan
Komnas Perempuan mencatat sepanjang 20 Oktober 2024-20 Oktober 2025 Prabowo-Gibran telah mengeluarkan kurang lebih 100 kebijakan baik berupa Undang-Undang, Peratran Pemerintah dan Peraturan Presiden.
“Namun hanya 4 kebijakan (0,04%) yang memuat isu perempuan. Dua di antaranya yaitu PP No. 29/2025 tentang Dana Bantuan Korban PP No. 30/2025 tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan dan Pemulihan Korban TPKS.
Selanjutnya, alokasi anggaran kementerian untuk pengarusutamaan gender dan layanan terhadap upaya penghapusan kekerasan seksual, yang diberikan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak menjadi bagian 10 kementerian/lembaga dengan postur APBN yang tinggi pada tahun 2025 dan 2026.
“Misalnya untuk postur tahun 2026 alokasi APBN untuk KPPPA yang direncanakan Rp214,1 M turun dari alokasi anggaran tahun 2025 sejumlah Rp300,1 M dan mengalami efisiensi pada tahun 2025 dengan anggaran Rp153 M,” tambah pernyataan Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan mencatat bahwa pada satu tahun pelaksanaan kepempimpinan Prabowo-Gibran belum memberikan jaminan perlindungan hak atas rasa aman, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi masih menjadi ancaman bagi banyak pihak.
“Catahu tahun 2024 Komnas Perempuan menemukan 95 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, dengan 10 kasus kriminalisasi dan 7 kasus penetapan/penangkapan/penahanan tidak sesuai prosedur,” imbuh pernyataan Komnas Perempuan.
Indeks Ketimpangan Gender RI Tinggi
Data Komnas Perempuan mencatat pada tahun 2024, Indeks Ketimpangan Gender menempatkan Indonesia di peringkat ke-100 dunia berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia.
“Hal tersebut menunjukkan persoalan serius yang dihadapi perempuan dalam mendapatkan akses layanan kesehatan reproduksi, terutama pada penanganan tingginya Angka Kematian Ibu (4.151 kasus), serta rendahnya tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan perempuan,” tulis pernyataan Komnas Perempuan.
Selain itu, representasi perempuan di parlemen, jabatan di pemerintahan maupun dalam posisi-posisi strategis lainnya. Data kekerasan berbasis gender sebagaimana didokumentasikan Komnas Perempuan mencapai 330.097 kasus pada tahun 2024.
“Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, angka kemiskinan perempuan di Indonesia mencapai 9.1% lebih tinggi dari data kemiskinan laki-laki,” tambah Komnas Perempuan.

Kementerian PPPA: Pemerintah Komitmen Lindungi Perempuan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berkomitmen memastikan penegakan hukum, pendampingan, dan pemulihan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam satu tahun kepemimpinan Menteri PPPA, Arifah Fauzi, dan Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, Kemen PPPA terus memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga layanan untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi korban.
“Setelah kami analisis selama setahun ini, kami tidak ingin hanya menjadi pemandam kebakaran, tapi menyelesaikan di tingkat hulunya,” ujar Menteri PPPA, dalam Konferensi Pers: “Capaian Kemen PPPA Selama Satu Tahun”, di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Menteri PPPA menggarisbawahi pentingnya peningkatan kolaborasi lintas pihak untuk memperkuat upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Saat ini kami melakukan pemenuhan hak anak dan perempuan untuk mendapatkan perlindungan. Tahun selanjutnya, kami sudah merencanakan untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan media, kementerian/lembaga, organisasi masyarakat, serta mitra-mitra yang bisa berkoordinasi untuk mencari solusi,” tutur Menteri PPPA.
Persoalan lain yang harus mendapat perhatian adalah masih rentannya perempuan menjadi korban kekerasan.
“Data SIMFONI-PPA per 26 Oktober 2025 menunjukkan hampir 26 ribu kasus terjadi sepanjang tahun ini dengan lebih dari 22 ribu korban perempuan,” tambahnya.

Dorongan dan Rekomendasi Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, mengatakan bahwa perlu ada reformasi kebijakan dan dorongan publik agar pemerintah tidak berhenti pada retorika.
“Mendorong bahwa program perlindungan terhadap perempuan ini menjadi program prioritas. Ayo tuntaskan lah segala aturan turunan dan kebijakan terkait pelaksanaan Undang-Undang TPKS,” tegas Yuni.
Komnas Perempuan, lanjutnya, turut merekomendasikan soal peningkatan Prioritas Kebijakan dan Anggaran serta program yang secara khusus untuk penanganan persoalan-persoalan utama perempuan.
“Antara lain penghapusan kekerasan terhadap perempuan, layanan untuk perempuan korban, layanan kesehatan,” tuturnya.
Selain itu, Komnas juga mendesak dukungan termasuk jaminan ketiadaan efisiensi anggaran pada kementerian/lembaga antara lain Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Komnas Perempuan pada isu-isu prioritas perlindungan hak asasi perempuan 2025-2029.
“Membebaskan para aktivis pembela HAM dan perempuan yang berhadapan dengan hukum terkait unjuk rasa 25 Agustus hingga awal September 2025,” tutup pernyataan Komnas Perempuan.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Soeharto Jadi Pahlawan Nasional? Koalisi Sipil: Pengkhianatan terhadap Reformasi!
- Dugaan Korupsi Whoosh Era Jokowi: KPK Mulai Penyelidikan, Pakar Desak Audit Investigatif, Siapa Bersalah?





