Dia beralasan, perkembangan zaman dan teknologi yang pesat membuat TNI harus bisa beradaptasi.
Penulis: Ardhi Ridwansyah, Shafira Aurel
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) penting untuk segera dibahas dan disahkan. Dia beralasan, perkembangan zaman dan teknologi yang pesat membuat TNI harus bisa beradaptasi dengan berbagai tantangan yang ada.
Menurutnya, revisi ini juga penting untuk memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan industri pertahanan di dalam negeri. Serta, memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas non militer.
"Perubahan Undang-Undang TNI diajukan oleh pihak DPR RI diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI pada tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil," ujar Sjafrie dalam rapat bersama DPR, Selasa (11/3/2025).
Sjafrie menyebut Revisi UU TNI juga sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit dan jaminan sosial bagi prajurit yang mengacu pada ketentuan jenjang karir, usia pensiun, dan kebutuhan organisasi.
Februari lalu, DPR RI menyetujui RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Pengesahan itu disetujui seluruh anggota DPR dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Adies Kadir.
"Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional prioritas tahun 2025, apakah dapat disetujui?," kata Adies, Selasa (18/2/2025).
Namun, revisi UU TNI ini menjadi sorotan di kalangan koalisi masyarakat sipil. Hal ini disebabkan revisi juga akan mengubah soal penambahan masa pensiun, hingga perluasan posisi TNI aktif di jabatan sipil.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai revisi terkesan dipaksakan. Dia khawatir revisi bakal mengembalikan dwifungsi dan membuka luas peluang TNI mengisi jabatan sipil.
"Nah, dalam revisi tersebut itu disebutkan bahwa TNI atau militer aktif dapat menduduki jabatan sipil lain yang dibutuhkan oleh Presiden. Nah, ini tentu memberikan tafsir yang sangat luas bagi Presiden untuk bisa menempatkan TNI aktif atau prajurit militer aktif di berbagai jabatan sipil, lembaga atau kementerian," kata Ardi kepada KBR, Senin (3/3/2025).
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendesak Pemerintah dan DPR RI tidak melanjutkan pembahasan RUU TNI. Isnur berpendapat, revisi ini hanya akan membahayakan kehidupan demokrasi.
"Dan ini juga kemudian masuk kembali ke dalam bisnis militer. Jadi kita tidak melihat urgensi dari RUU TNI," ujar Isnur kepada KBR, Kamis (20/2/2025).
Baca juga:
- RUU TNI di Prolegnas 2025, Ancaman Kembalinya Dwifungsi ABRI?
- Respons Puan Soal TNI Aktif Mundur Jika Duduki Jabatan Sipil