"Kelas menengah masih terus mengalami penurunan daya beli karena intervensi kebijakan yang tidak cukup,"
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengungkap pelemahan daya beli paling terdampak pada kelompok kelas menengah. Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, meskipun konsumsi rumah tangga sudah mulai pulih pascapandemi, pemulihan ini tidak merata di semua kelompok ekonomi.
"Kalangan atas sudah pulih dengan sangat cepat, bahkan daya beli mereka lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Sementara kelompok masyarakat miskin kondisinya relatif stabil. Namun, kelas menengah masih terus mengalami penurunan daya beli karena intervensi kebijakan yang tidak cukup, atau bahkan justru menambah beban mereka," ujar Faisal kepada KBR, Kamis, (6/2/2025).
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menambahkan, daya beli kelas menengah yang lemah ini tercermin dalam pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih di bawah 5%, yaitu sekitar 4,98%. Faisal mengatakan, kelas menengah memiliki peran penting dalam perekonomian, karena kelompok ini berkontribusi lebih dari 60% terhadap total konsumsi nasional. Dia menekankan, jika daya beli mereka tidak segera dipulihkan, maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan akan terus terhambat.
Faisal mengidentifikasi kelas menengah sebagai kelompok dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp4 juta per bulan atau sekitar Rp16 juta per keluarga dengan dua anak. Ia menilai, beban ekonomi mereka semakin berat akibat kebijakan pajak, cukai, retribusi, dan biaya hidup lainnya. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk meringankan beban mereka.
Pemulihan Daya Beli
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengusulkan beberapa langkah kebijakan untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pemerintah diminta tidak menambah beban biaya hidup kelas menengah, misalnya dengan tidak menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), serta cukai. Faisal menegaskan, beban pajak yang tinggi dapat semakin menekan daya beli mereka.
Kedua, Faisal mengingatkan, pemerintah perlu memberikan insentif bagi kelas menengah, seperti potongan tarif listrik untuk pelanggan dengan daya di bawah 220 volt ampere. Namun, ia menekankan bahwa insentif semacam ini harus diberikan dalam jangka panjang, bukan hanya untuk beberapa bulan saja.
Ketiga, perlu adanya kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan kelas menengah. Semisal insentif untuk UMKKM hingga memberikan akses ke pasar.
Baca juga:
- Tumbuh Melambat, Ekonomi RI 2024 Capai 5,03 Persen
- Catatan Ekonomi di 100 Hari Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran