indeks
Tulis Surat Terbuka ke Prabowo, Emak-Emak Bergerak DIY Tolak PPN 12 Persen

"Perlu Pak Prabowo ketahui, sekarang ini kebanyakan emak-emak sudah ikut terjun mencari nafkah untuk membantu suami dan keluarga."

Penulis: Ken Fitriani

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
Muhaimin
Perhimpunan Emak-Emak Bergerak DIY menyatakan sikap penolakan kenaikan PPN 12 persen dalam konferensi pers, di Sleman, DIY, Jumat (27/12/2024) sore. (KBR/Ken)

KBR, Yogyakarta - Perhimpunan Emak-Emak Bergerak Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan sikap penolakan terhadap keputusan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun depan.

Penolakan tersebut dinyatakan melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.

Ketua Perhimpunan Emak-Emak Bergerak DIY Nur Aisyah Haifani mengatakan, kenaikan PPN berdampak langsung pada emak-emak sebagai motor pengelolaan kebutuhan rumah tangga.

Menurutnya, kenaikan pajak bisa berpengaruh terhadap kebutuhan sandang, pangan, kebutuhan sekolah, dan kebutuhan kendaraan untuk berbagai mobilitas keluarga.

"Bersama surat ini kami emak-emak di Yogyakarta meminta untuk dibatalkan kenaikan PPN 12 persen. Dan kami minta ada transparansi laporan pajak oleh pemerintah, agar dibaca oleh seluruh rakyat Indonesia," katanya dalam konferensi pers di Sleman, DIY, Jumat (27/12/2024) sore.

Nur Aisyah mempertanyakan kategori barang mewah atau premium yang terkena PPN 12 persen. Beras premium misalnya, kategorinya hanyalah beras yang berasal dari luar Bulog.

"Mayoritas masyarakat kita itu mengonsumsi beras dan tidak semua beras dikonsumsi berasal dari Bulog," ungkapnya.

Jika PPN 12 persen tetap diberlakukan, dia khawatir tidak bisa membayar pajak tersebut. Sebab menurutnya, kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih usai pandemi COVID-19.

"Keuangan yang dulunya kami dan keluarga kami miliki belum kembali semula karena dampaknya. Mata pencaharian semakin sulit, harga bahan pokok belum stabil dan ada kecenderungan naik terus dan tidak pernah turun," ucapnya.

"Perlu Pak Prabowo ketahui, sekarang ini kebanyakan emak-emak sudah ikut terjun mencari nafkah untuk membantu suami dan keluarga. Kami harus mengelola keuangan sebaik mungkin supaya pemasukan yang tidak seberapa itu cukup untuk kebutuhan kami," jelasnya.

Dia juga mempertanyakan transparansi penggunaan uang pajak dari rakyat.

"Rakyat tidak mengetahui pajak-pajak yang diminta itu digunakan untuk aspek apa saja, karena yang di depan mata seperti pembuatan jalan tol saja harus mengambil utang atau dikerjakan oleh swasta. Bahkan kita sebagai rakyat Indonesia pun jika ingin lewat juga harus membayar," imbuhnya.

Efek Domino

Salah satu Aktivis Forum Tanah Air yang turut serta dalam aksi tersebut, Iskundarti menambahkan, perhitungan kenaikan pajak satu persen tidak sesederhana itu.

Menurutnya, potongan pajak tersebut bisa dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

"Misal pendapatan Rp5 juta, satu persennya saja Rp50 ribu. Rp50 ribu itu untuk rakyat biasa bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Bagi emak-emak Rp50 ribu itu bisa belanja dua hari," paparnya.

Iskundarti mengatakan, kenaikan pajak ini bisa menimbulkan efek domino ke banyak hal, salah satunya perunggasan.

"Grand mother dan grand father ini menelurkan mother dan father atau istilahnya parent. Itu ketika dijual kepada perusahaan kena pajak. Ketika ini menjadi ayam, dijual kepada broker, broker-nya juga kena pajak penghasilan. Di dunia perayaman ini ada aturan yang tergantung omset," ujarnya.

Pemerintah sebelumnya mengumumkan kebijakan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan mulai diberlakukan pada awal tahun depan. Namun, barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, tepung terigu, dan gula industri dikecualikan dari kebijakan ini. Keputusan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kebijakan ini pun menuai pro-kontra dari sejumlah pihak. Gerakan tolak PPN 12 persen ramai disuarakan di media sosial hingga gerakan turun ke jalan. 

Baca juga:

UU HPP
Bansos
PPN 12 Persen
Muhaimin Iskandar

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...