"Sudah jelas bahwa pengemudi ojol, taksol dan kurir adalah pekerja dan kami menuntut Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengakui kami sebagai pekerja tetap,”
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: Rony Sitanggang

KBR, Jakarta- Pemerintah berencana menetapkan ojek online (ojol) dalam kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan saat ini status ojol belum diatur secara hukum. Kata dia rencana itu masih dalam tahap kajian di internal Kementerian UMKM. Revisi UU UMKM rencananya akan dilaksanakan tahun depan.
Maman menyampaikan bahwa pemerintah serius mengatur status ojol demi kejelasan di mata hukum. Dia menyadari selama ini status hukum pengemudi ojek online abu-abu.
“Revisi Undang-Undang UMKM itu kemungkinan akan kita dorong di tahun 2026. Salah satu isinya adalah memasukkan ojek online masuk dalam bagian dan kriteria dari usaha mikro, kecil, dan menengah,” jelasnya saat konferensi pers di kantornya, Selasa (15/4/2025).
Lanjutnya, pengemudi ojol akan mendapatkan sejumlah insentif bila berstatus UMKM. Pertama, ojol berhak membeli BBM bersubsidi dan gas LPG 3 kg.
Kedua, ojol juga bisa mengakses kredit usaha rakyat (KUR). KUR membuat ojol bisa meminjam dengan bunga 6 persen.
“Akses pembiayaan KUR itu diberikan kepada pengusaha-pengusaha mikro, kecil, dan menengah dengan bunga 6 persen,” ujarnya.
Ketiga, ojol bisa dapat pinjaman hingga Rp100 juta tanpa dikenakan agunan tambahan.
"(Keempat) Beberapa fasilitas yang lain terus insentif pajak 0,5 persen bagi omzet pendapatan yang di bawah Rp4,8 miliar," urai dia.
lanjut Maman, "Kelima, peningkatan kapasitas dan pelatihan sumber daya manusia. Jadi, artinya beberapa fasilitas yang selama ini kita berikan kepada UMKM."
Baca juga:
- BHR Ojol Cuma Rp50 Ribu, SPAI: Tidak Adil
- Menaker: Bonus Hari Raya Pengemudi Ojol Sebesar 20% Pendapatan Bulanan
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menolak ojol dikategorikan sebagai UMKM karena pengemudi ojol, taksi online (taksol) dan kurir masuk dalam kategori sebagai pekerja tetap seperti yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menjelaskan kategori pekerja tetap yang dimaksud tersebut karena hubungan antara aplikator dengan pengemudi ojol merupakan hubungan kerja yang di dalamnya mencakup tiga unsur yaitu pekerjaan, upah dan perintah.
“Ketiga unsur itu tersebut telah terpenuhi dalam pekerjaan sehari-hari yang dijalankan pengemudi ojol dan ada di dalam aplikasi yang digunakan pengemudi ojol,” ucapnya melalui keterangan, Rabu (16/4/2025).

Lily mengatakan unsur pekerjaan ada di dalam aplikasi pengemudi yang dibuat platform seperti pekerjaan antar penumpang, barang dan makanan. Bukan pengemudi atau pelanggan yang menciptakan pekerjaan ini, tapi aplikator transportasi online.
Kata dia, unsur upah juga dibuat oleh platform di dalam aplikasi driver yang menetapkan besaran upah dari setiap orderan yang dikerjakan pengemudi. Upah ini termasuk potongan yang dilakukan platform dengan besaran 30-50% yang juga melanggar aturan pemerintah dengan batas maksimal 20%.
Unsur perintah jelas ada di dalam aplikasi pengemudi. Platform akan memberikan sanksi suspend dan putus mitra bila pengemudi tidak patuh pada perintah untuk melakukan pekerjaan antar penumpang, barang dan makanan.
“Maka sudah jelas bahwa pengemudi ojol, taksol dan kurir adalah pekerja dan kami menuntut Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengakui kami sebagai pekerja tetap,” jelasnya.
Dengan demikian, menurutnya, pengemudi ojol berhak atas hak-haknya sebagai pekerja seperti upah minimum (UMP) setiap bulan, upah lembur, THR, cuti haid dan melahirkan yang dibayar, jam kerja 8 jam, hari istirahat di hari Sabtu dan Minggu, adanya jaminan sosial, hak membentuk serikat pekerja, hak untuk berunding agar tidak ada suspend dan putus mitra sepihak.
Klasifikasi Pekerjaan
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi menilai soal rencana pemerintah memasukkan pengemudi ojek online (Ojol) ke dalam kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tak masuk akal.
Sebab, pengemudi ojek online tak bisa disebut sebagai UMKM karena aktivitasnya menyediakan jasa terhadap perseorangan.
Kemudian juga tak pantas disebut UMKM karena driver ojol selayaknya pekerja yang mendapat perintah dari aplikator. Meski sejauh ini pengemudi online hubungannya dengan aplikator masih sebatas kemitraan.
“Kalau menurut klasifikasi pekerjaan yang saya pelajari enggak bisa itu dimasukkan ke sana (UMKM), itu bukan usaha tetapi jasa pelayanan perorangan yang mereka terikat aplikator, itu pun hubungan dengan aplikator bukan hubungan karyawan/pekerja hubungannya bebas cuma mitra. Kalau UMKM itu sepengetahuan saya yang berkaitan dengan usaha misalnya bengkel, usaha makanan kayak jual bakso itu bisa dikatakan UMKM,” jelasnya kepada KBR, Kamis (17/4/2025).
Tadjudin menyarankan agar pemerintah mengkaji kembali jika pengemudi ojol hendak dkategorikan sebagai UMKM.
“Yang dinamakan usaha itu orang-orang yang punya modal sendiri, kalau sopir ini kan jasa pribadi bukan usaha, usahanya (dijalankan) aplikatornya, maka saya pikir orang itu belajar dulu klasifikasi pekerjaan dan usaha itu bagaimana,” terangnya.
Menurut dia, bila ingin menyejahterakan pengemudi ojol, maka bisa dimulai dengan memberi mereka jaminan perlindungan sosial. Lebih baik lagi jika status mereka dipertegas sebagai pekerja melalui aturan perundang-undangan sehingga bisa mendapat hak pekerja sebab sejauh ini status pengemudi online dianggap mitra.
Baca:
- Anggota DPR Ingatkan Aplikator: Jangan Eksploitasi Pengemudi Ojol!
- Pemerintah Diminta Proaktif Tangani Ribuan Aduan THR 2025
Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sekarang berlaku, menjabarkan definisi dari usaha mikro, kecil, dan menengah beserta kriterianya sebagai berikut.
Usaha mikro dalam UMKM adalah usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria usaha mikro. Sebuah usaha bisa dikatakan sebagai usaha mikro UMKM adalah bila memiliki keuntungan dari usahanya sebesar Rp 300 juta, dan memiliki aset atau kekayaan bersih minimal sebanyak Rp 50 juta (di luar aset tanah dan bangunan).
Sedangkan usaha kecil adalah suatu usaha ekonomi produktif yang independen atau berdiri sendiri baik yang dimiliki perorangan atau kelompok dan bukan sebagai badan usaha cabang dari perusahaan utama. Dikuasai dan dimiliki serta menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud undang-undang ini.
Usaha yang masuk kriteria usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Lalu penjualan per tahun berkisar dari angka Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar.
Usaha menengah adalah usaha dalam ekonomi produktif dan bukan merupakan cabang atau anak usaha dari perusahaan pusat. Serta menjadi bagian secara langsung maupun tak langsung terhadap usaha kecil atau usaha besar dengan total kekayaan bersihnya sesuai yang sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Kriteria kekayaan bersih dari usaha menengah sudah di atas Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar (tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha). Kemudian hasil penjualan per tahunnya mencapai Rp 2,5 miliar sampai Rp50 miliar.

Ojol Pekerjaan Bukan Mitra
Senior Program Officer Organisasi Buruh Internasional (ILO), Lusiani Julia berpandangan pengemudi ojol merupakan pekerja karena terdapat unsur perintah, pekerjaan, dan upah.
Kemudian pengemudi ojol juga tidak memproduksi barang namun memberikan jasa. Dari situ, kata dia, pengemudi ojol bukanlah bentuk usaha.
“Kalau melihat dari UU Ketenagakerjaan itu seharusnya bisa mengategorikan mereka (pengemudi ojol) sebagai pekerja, begitu pun dari ILO melihat dia bukan sebagai dunia usaha tapi pekerjanya,” tuturnya kepada KBR, Kamis (17/4/2025).
Kata dia, beberapa negara memiliki caranya masing-masing untuk memecahkan masalah status dan kesejahteraan pengemudi online.
“Beberapa negara mungkin menerapkannya dengan cara yang berbeda-beda ada yang tegas mengatur bahwa ini adalah pekerja misalnya kasus di Inggris,” ucapnya.
Mahkamah Agung Inggris memutuskan pada 19 Februari 2021, bahwa pengemudi Uber adalah pekerja, bukan mitra. Dengan begitu, mereka mendapatkan hak-hak inti seperti hari libur berbayar dan upah minimum nasional, ini diputuskan karena aktivitas pengemudi sangat ditentukan dan dikontrol oleh platform.
Sementara Singapura menerapkan Undang-Undang Pekerja Platform (Platform Workers Act) mulai 1 Januari 2025. Undang-undang itu mewajibkan perusahaan aplikasi memberikan jaminan kecelakaan kerja dan dana pensiun kepada pengemudi online.
Menurut Lusiani, setiap pekerjaan baik formal maupun informal perlu mendapat jaminan perlindungan sosial seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan maupun kematian. Pemerintah juga mesti ikut campur agar kebijakan aplikator terkait jaminan sosial itu bisa berkeadilan.
“Perlindungan di sini bukan hanya bicara soal upahnya harus sama dengan pekerja pada umumnya tapi paling tidak dari sisi upah dia bisa mendapatkan hak-haknya itu secara adil, ada transparansi dari penghitungan upahnya, dari jam kerja, misalnya tidak membuat orang bekerja terus-menerus tapi upahnya tetap saja sedikit,” jelasnya.
Terkait jumlah pengemudi online, Presiden Prabowo Subianto pernah menyebut dalam konferensi pers (10/3/2025) di Istana Merdeka, Jakarta bahwa kurang lebih ada 250 ribu pengemudi dan kurir online yang aktif sementara sekitar 1 juta – 1,5 juta lainnya berstatus part time.
Sedangkan data dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia menunjukkan per Oktober 2023, terdapat lebih dari 4 juta pengemudi ojol di Indonesia.