Bisnis guna ulang (reuse) bertujuan bukan hanya mencari untung namun berusaha membentuk perilaku yang membawa keberlanjutan, hal ini dilakukan startup Alner
Penulis: Dita Alya Aulia
Editor: Valda Kustarini

KBR, Jakarta – Slogan reduce-reuse-recycle bukan hal asing di telinga, sebab sejak sekolah konsep ini dikenalkan sebagai upaya menjaga lingkungan. Kampanye mengurangi sampah plastik jadi salah satu yang paling gencar karena di Indonesia memproduksi banyak sampah plastik.
Berdasarkan riset University of Leeds, Inggris tahun 2024 Indonesia menghasilkan 3,35 juta ton sampah plastik per tahun. Lebih dari 60 persen dari total sampah plastik yang dihasilkan di Indonesia adalah plastik sekali pakai, seperti botol air minum dan kemasan makanan.
Permasalahan sampah plastik ini yang coba diselesaikan oleh perusahaan rintisan (startup) Alner. Perusahaan yang berdiri tahun 2020 ini berusaha mendorong perubahan perilaku di masyarakat lewat sistem reuse atau guna ulang kemasan.
Direktur Keuangan atau Chief Financial Officer (CFO) Alner, Andi Nostadi, menyebut Alner lahir berangkat dari keresahan terhadap tumpukan sampah plastik sekali pakai yang setiap hari dibuang begitu saja.
“Kita melihat banyak kemasan kosong, padahal kadang kita beli botolnya masih bagus. Tapi yaudah, karena masyarakat nggak punya opsi, langsung buang aja. Nah itu jadi isu buat lingkungan kita juga,” kata Andi Nostadi dalam podcast Uang Bicara KBR.
Bisnis Alner menerapkan sistem sirkular. Konsumen membeli produk seperti shampo, sabun, deterjen, sampai saos cabai di Alner, kemudian kemasan kosong dikembalikan agar bisa dibersihkan dan dapat dipakai lagi untuk pelanggan berikutnya.
Kata Andi, kampanye mengurangi sampah plastik tidak akan berjalan jika tidak ada sistem yang mendukung. Itu sebab, Alner membuat prosedur yang mudah dimengerti masyarakat dan realistis.
“Percuma dong kalau kita advocate, kalau kita marketing terus, kalau kita educate masyarakat, ayo guna ulang, ayo guna ulang, tapi nggak ada sistemnya, percuma. Kita ngebuat sistem guna ulang supaya masyarakat itu juga bisa berkontribusi terhadap guna ulang yang ada di Indonesia ini,” jelasnya.

Baca Juga:
Purbaya Hendak Berantas Impor Pakaian Bekas Ilegal Demi Industri Lokal, Thrifting Bakal Lenyap?
Manfaat Alner di Masyakarat
Kampanye Alner bukan hanya menyasar ke konsumen di tingkat masyarakat, perusahaan penyedia kebutuhan sehari-hari atau fast moving consumer goods (FMCG) harus dilibatkan untuk mencapai keberlanjutan. Itu sebab Uniliever selaku salah satu perusahaan FMCG terbesar di Indonesia juga diajak bergabung di ekosistem reuse Alner.
Rantai yang tak kalah penting berperan di sistem Alner adalah warung-warung kecil di Jabsodetabek. Dari warung ini lah konsumen biasanya membeli produk Alner. Pergerakannya cukup berhasil, sebab sejak lima tahun terakhir Alner sudah menjual lebih dari 200 ribu produk dengan tingkat pengembalian kemasan mencapai 70 persen. Artinya, lebih dari satu juta kemasan sekali pakai berhasil dicegah menjadi sampah plastik.
Tak hanya itu, bisnis reuse Alner juga bekersasama dengan lebih dari 1.500 bank sampah di Jabodetabek. Kolaborasi ini memungkinkan masyarakat tetap bisa membeli produk dalam jumlah kecil tanpa menambah sampah plastik.
“Nasabah-nasabah bank sampahnya juga sangat merasa terbantu gitu ya dengan adanya sistem di Alner tersebut. Karena mereka tadi pertama mereka sangat bangga kalau mereka tuh nggak nyampah lagi. Kedua mereka juga bisa dapetin harga yang setara dengan kalau mereka beli saset, bahkan bisa lebih murah,” ungkap Andi.
Tak hanya berdampak pada lingkungan, Alner juga memberi manfaat ekonomi bagi mitranya. Menurut Andi, lebih dari 90 persen mitra Alner adalah perempuan, khususnya ibu rumah tangga.
“Jadi ibu-ibu rumah tangga yang memang kehidupannya sehari-harinya di rumah nih, terus mereka gimana caranya supaya bisa produktif, supaya bisa berdampak buat lingkungan, dan juga mendapatkan additional income,” paparnya.
Meski begitu, Andi mengakui ada tantangan besar yang dihadapi, terutama regulasi. Menurutnya, pemerintah Indonesia masih fokus pada aspek daur ulang, sementara aspek guna ulang belum punya payung hukum yang jelas.
“Challenge-nya itu ini memang salah satu yang paling tricky sih sebenarnya. Yaitu standar keamanan produk dan juga birokrasinya. Karena memang kan kita tahu bahwa di Indonesia ini kan effortnya lebihnya tuh ke recycle ya. Sedangkan di dalam step 3R, pertama kita harus reuse dulu terus kemudian recycle. Nah jadi pemerintah ini memang sekarang ini sih masih terus menggodoklah istilahnya gitu ya peraturan terkait dengan reuse atau guna ulang tersebut,” terang Andi.
Saat ini Alner baru beroperasi di wilayah Jabodetabek. Namun, perusahaannya mulai menjajaki ekspansi ke Bandung melalui mitra Titik Nol Sampah.
“Jadi kita pengen menjajaki di provinsi lain, salah satunya kita udah punya mitra di Bandung. Jadi kalau misalkan teman-teman KBR pengen main ke Bandung, itu bisa beli produknya Alner di mitra kita gitu. Nama mitra kita tuh namanya Titik Nol Sampah,” ujar Andi.
Dengarkan selengkapnya soal bisnis guna ulang bersama CFO Alner Andi Nostadi di Uang Bicara episode.



