Article Image

NASIONAL

Inspirasi Keberagaman dari Pulau Flores

"SMA Fransiscus Xaverius Ruteng memberikan teladan keberagaman dengan memilih ketua OSIS pertama dari kalangan muslim."

Inka (ketiga dari kanan) berfoto bersama pengurus OSIS SMAK Fransiscus Xaverius Ruteng, NTT, 2022-2023 usai dilantik. (Foto: dok OSIS SMA FX Ruteng).

KBR, Jakarta - Oktober 2022 jadi bulan penuh kejutan bagi Aprilia Inka Prasasti.

Ia mendadak populer sejak terpilih sebagai Ketua OSIS SMA Fransiscus Xaverius Ruteng, NTT.

“Di Instagram, jujur aku kan orangnya agak (jaga) privacy banget, itu sampai permintaan mengikuti 200 lebih, sampai sekarang, ga tahu kenapa kok jadi ramai begini,” kata Inka saat berbincang dengan KBR lewat aplikasi Zoom.

“Yang bikin geger lagi masuk Tiktok sama Youtube gerakan apa gitu. Itu saya tinggal istirahat siang, bangun tidur, hp sudah penuh notifikasi, kiriman link, video ucapan selamat,” lanjutnya.

Siswi kelas XI berusia 16 tahun ini menyedot perhatian khalayak karena mencetak sejarah. Inka adalah murid beragama Islam pertama yang menjadi Ketua OSIS SMA Fransiscus Xaverius Ruteng yang dikelola yayasan Katolik itu.

Peristiwa yang sarat pesan keberagaman.

Ia satu dari empat muslim yang mengenyam pendidikan di sana, dengan total jumlah siswa lebih dari 1.100 orang.

Baca juga: Toleransi yang Mengakar di Ciampea

Aprilia Inka Prasasti menjadi satu-satunya kandidat Ketua OSIS SMA FX Ruteng yang beragama Islam sejak seleksi tahap pertama. (Foto: dok pribadi).

Sebagai minoritas, tak pernah terlintas di benaknya bakal menjabat ketua OSIS.

Apalagi saat proses awal pemilihan, Inka baru saja keluar dari rumah sakit setelah empat hari dirawat.

Ia masuk 10 besar seleksi tahap pertama, hasil penjaringan nama dari siswa dan guru. Satu-satunya kandidat muslim.

“Kebetulan pas malam dikonfirmasi sama Ketua OSIS-nya itu, baru selesai sakit. Jadi ga terlalu mikirin ke sana karena mau istirahat dulu,” tutur Inka.

Kurang dari sehari, ia mesti menyusun visi misi untuk dipaparkan di hadapan guru pembina dan pengurus OSIS lama.

Inka yang masih dalam masa pemulihan, sempat kehujanan demi menghadiri seleksi tahap dua ini.

“Kita kan pakai angkutan umum pulang (ke rumah). Hujan gede banget, sampai rumah aja sudah jam 13.30, belum ngerapiin visi misinya. Jam 15 itu sudah mulai (seleksi) dan itu dalam kondisi hujan deras,”

Rasa gugup dan tegang melingkupi Inka menanti giliran. Sesudah penyampaian visi misi, ia dicecar pertanyaan.

“Guru Bahasa Indonesia bertanya bagaimana bila ke depannya ada anggotamu yang kurang setuju dengan program kerja dan apa solusinya? Jawabannya waktu itu, saya coba tanya dulu, apa yang membuat ga setuju, terus kita diskusikan sama yang lain, bagaimana jalan keluarnya supaya keinginan tetap tercapai, tapi kita masih mendengarkan pendapat yang lain,” tutur Inka.

Keesokan harinya, Inka dan kandidat lain memaparkan visi misi di hadapan seribuan siswa saat doa pagi.

Selang dua jam, hasil seleksi tahap dua diumumkan, kandidat mengerucut jadi enam orang. Inka masih bertahan.

Baca juga: Kampung Islam Pegayaman Bukan Minoritas di Pulau Dewata

Pelantikan Inka dan pengurus baru OSIS SMAK FX Ruteng pada 24 Oktober 2022. (Foto: dok OSIS SMA FX Ruteng)

Seleksi tahap akhir adalah kampanye. Mereka diminta membuat video kampanye yang diunggah ke Youtube.

“Bikin videonya kayak buru-buru. Sebenarnya (ingin) bikinnya di sekolah, tapi hujan, jadi ga mungkin ke sekolah, akhirnya buat seadanya di rumah. Modal kamera hp, meja, sama kursi, itu doang,” Inka bercerita.

Inka banyak mendapat dukungan dari rekan-rekannya.

“Ya (mereka) share link Youtube, share poster kita, walaupun cuma di Story. Kadang kayak, ‘semangat ya’. Kadang kalau papasan di jalan, kayak udah dikasih selamat duluan, padahal kan masih kampanye,” ucapnya.

Momen penentuan pun tiba. Inka terpilih dengan 270-an suara. Tepuk tangan bergemuruh menyambut pimpinan baru. Sedangkan Inka, masih terpana tak percaya.

“Kaget sih cuma ditutupin. Kayak ketawa aja, ngomong sama teman-teman, sama kakak-kakak 'ga salah emangnya?'” ujar Inka sembari tertawa.

Pelan tapi pasti, perasaan rendah diri itu berbalik menjadi percaya diri, begitu Inka melihat antusiasme para siswa.

“Bangga, semuanya excited, semuanya senang, berarti kita kan diterima dengan baik,” lanjutnya.

Hasil ini juga di luar dugaan orang tua Inka

“Pertama mereka bilang alhamdulillah, bisa ada di posisi itu, cuma pas pulang sekolah nanya lagi, ‘kok bisa, gimana teman-teman yang lain? Minder sih, terus saya jelaskan baik-baik bahwa itu memang hasil pemilihan. Terus langsung orang tua komunikasi dengan kepala sekolah, Romo langsung kasih selamat,” terang Inka.

Baca juga: Cadar Garis Lucu, Upaya Muslimah Bercadar Kikis Stigma

Inka saat berbicara di depan para siswa dan guru di hari pelantikan. (Foto: dok OSIS SMA FX Ruten).

Romo yang dimaksud adalah Martin William, sang kepala sekolah. Martin bangga dengan apa yang dicapai Inka.

“Selain cerdas, memiliki kemampuan akademik yang bagus, dia (Inka) juga orang yang sangat rendah hati dan sangat disiplin. Prediksi saya sebagai pimpinan sini, saya pikir anak ini nanti akan terpilih,” kata Martin.

Martin juga bangga kultur keberagaman dan toleransi yang dihidupi para siswa dan tenaga pendidik.

“Bahwa yang paling penting dalam kepemimpinan, menurut kami semua, tentu kualitas akademik dan kepribadian yang integral. Mereka luar biasa, karena menemukan ini dalam diri seorang Inka, yang kebetulan dia beragama Islam,” tutur Martin.

Selama 8 tahun memimpin, Martin menerapkan pendidikan inklusif. Sekolah menerima anak didik dari kalangan minoritas seperti beragama lain dan juga difabel.

Di program rutin doa pagi, siswa selain Katolik juga diberi kesempatan memimpin, sesuai agama dan keyakinan masing-masing.

“Tidak ada masalah, tidak ada reaksi sedikitpun. Karena kita sudah terbiasa. Mereka (murid dan guru) hanya berpikir rasional, berdoa itu kita memuji Tuhan yang satu dan sama,” jelas Martin.

Baca juga: Rumah Inspirasi, Memupuk Toleransi dan Melawan Diskriminasi sejak Dini

Romo Martin William, Kepala Sekolah SMAK FX Ruteng mempraktikkan pendidikan inklusi yang merayakan keberagaman. (Dok: Pribadi)

Saking sudah mendarah daging, kultur merayakan keberagaman dianggap hal biasa di antara para siswa, kata Inka.

“Kadang kalau aku puasa, mereka yang lebih ngerti, mereka yang lebih excited daripada aku. ‘Inka udah sahur belum? puasa ga hari ini? kayak ngingetin gitu. Ya enjoy, karena merekanya juga kan terbuka, mau menerima kita, kita nyaman,” jelas Inka.

Inka kerap heran dan miris jika mendengar berita tentang kasus intoleransi di sekolah.

“Kayak ngapain sih orang, sebenarnya kalau kita melihatnya dari sisi hati, ga ada kok yang beda, semuanya kan pasti mengarah ke kebaikan, kok sampai sebegitu dipermasalahkan,” tegas Inka.

Baginya, keberagaman itu bukanlah masalah.

“Keberagaman itu indah, kalau kita lihatnya dengan hati yang tulus. Kita perlu garis bawahi, keberagaman bukan perbedaan,” pungkas Inka.

Penulis: Ninik Yuniati