NASIONAL

Pompanisasi Pemerintah Bukan Solusi Kekeringan, Hanya Temporer

Puluhan kabupaten/kota di tiga provinsi yang berstatus siaga darurat bencana kekeringan.

AUTHOR / Astri Septiani, Adhima Soekotjo

EDITOR / Sindu

Pompanisasi Pemerintah Bukan Solusi Kekeringan, Hanya Temporer
Presiden Jokowi ke Lampung untuk meninjau pompanisasi, yang jadi salah satu upaya pemerintah mengatasi kekeringan, Kamis, 11 Juli 2024. Foto: BPMI Setpres/Vico

KBR, Jakarta- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut pompanisasi tak efektif mengatasi permasalahan iklim dan potensi krisis pangan akibat kekeringan di lahan pertanian.

Pompanisasi adalah salah satu mitigasi pemerintah atas masalah iklim di persawahan yang kekeringan akibat panas ekstrem di sejumlah daerah. Caranya adalah dengan percepatan pemasangan pompa di lahan-lahan sawah tadah hujan.

Ketua Pusat Perbenihan Nasional (P2N) SPI, Kusnan menyebut pompanisasi bukan solusi mengatasi kekeringan. Terlebih di daerah-daerah yang sungainya kering, serta irigasinya dangkal sehingga tak bisa mengairi lahan pertanian.

"Ke depannya, jadi pemerintah ini tidak hanya menghadapi El Nino ini secara jangka panjang bukan hanya temporer saja kayak gitu (pompanisasi, red). Ini sudah beberapa kali kita diskusikan atau kita sampaikan ke pemerintah. Bukan hanya saat-saat terjadi bencana atau perubahan iklim seperti ini saja. Tapi, ini kan sudah jadi pengalaman bertahun-tahun mestinya sudah disiapkan begitu matang kan," kata Kusnan kepada KBR, Selasa, (06/08/24).

Kusnan mendorong pemerintah membuat solusi jangka panjang seperti pembuatan waduk, memperbaiki irigasi, menyediakan sumur-sumur yang dibutuhkan petani, dan memastikan akses listrik juga bisa masuk ke lahan pertanian. Dengan begitu masalah kekurangan air dapat diantisipasi.

Ia menilai, masalah-masalah yang menghambat produktivitas petani mesti segera diselesaikan. Karena saat ini petani merugi, lantaran penurunan produksi pangan terutama beras yang menurun 20-30% akibat kekeringan.

red
Kekeringan di Pandeglang, Banten. Foto: spi.or.id

Puluhan Kab/Kota Kekeringan

Sebelumnya, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyebut, ada puluhan kabupaten/kota di tiga provinsi yang berstatus siaga darurat bencana kekeringan. Ketiga provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Kabupaten/kota yang sudah menetapkan status siaga darurat itu di Jawa Timur ada 24 kabupaten/kota, sedangkan di Jawa Tengah itu ada total 30, dengan rincian 19 itu sudah menetapkan, kemudian 11 kabupaten/kota dalam proses untuk menetapkan, karena memang efeknya sudah sangat terasa ya, artinya, di Daerah istimewa Yogyakarta juga sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan," kata Abdul dalam Disaster Briefing BNPB, Senin, (5/8/2024).

Waduk Mulai Mengering

Salah satu daerah yang lahan pertaniannya berpotensi kekeringan karena kemarau adalah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Luasnya sekitar 100 hektare. Selama ini, Waduk Pondok diandalkan para petani di sana untuk mengairi lahan pertanian di sana

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi, Jawa Timur mengingatkan petani di Desa Mojo dan Desa Sambiroto beralih kepada tanaman komoditas nonpadi menjelang musim kering tahun ini.

Kabid Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi, Muh Hasan Zunairi mengatakan, bulan ini debit air di Waduk Pondok sudah tidak bisa lagi digunakan untuk irigasi pertanian karena sudah mencapai limit. Jika dipaksakan pintu air dibuka untuk pengairan dikhawatirkan akan memengaruhi struktur bangunan waduk.

"Sudah ada warning dari waduk, bahwa bulan ini sudah tidak dikeluarkan. Kalau dikeluarkan bisa jebol, sudah ada teknisnya. Jadi, petani harus paham, dia ini bisa tidak panen. Mulai bulan kemarin waduk dua ini sudah tidak mengalir (mendapat pasokan air)," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 01 Agustus 2024.

red
Air Waduk Kedung Bendo menyusut sejak sebulan terakhir. Foto: KBR/Adhima Soekotjo

Diversifikasi Tanam

Muh Hasan Zunairi menyarankan para petani yang terbiasa menanam tembakau bisa lebih mengutamakan menanam tanaman tersebut, selain memiliki nilai jual cukup tinggi juga tak butuh banyak air.

Sementara petani yang tidak terbiasa menanam tembakau disarankan menanam jagung dan kacang kacangan untuk menghindari gagal panen karena kekeringan.

"Kalau tidak dimungkinkan MT 3 di MK (musim kemarau) ini, banyak yang menanam tembakau, ekonomis. Satu hektare itu bisa menghasilkan Rp70 sampai 90 juta tahun kemarin," imbuhnya.

Selain Waduk Pondok, penyusutan debit air juga dialami Waduk Kedung Bendo yang berada di Desa Gunungsari, Kecamatan Kasreman. Dari penyusutan debit air kedua waduk tersebut lahan pertanian yang terancam kekeringan diperkirakan 10an hektare.

Lahan pertanian di Kabupaten Ngawi mencapai 50 ribu hektare. Dari jumlah itu, luas lahan tanam padi mencapai 150 hektare. Dari 150 hektare, hasil panen sekitar 870 ton gabah basah pada 2023.

red
Presiden Jokowi meninjau pompanisasi di Bantaeng, yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan antisipasi kekeringan, Jumat, 05 Juli 2024. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr

Pompanisasi

Juli lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo melakukan kunjungan ke Desa Layoa, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Jokowi ke sana untuk meninjau langsung pelaksanaan pemberian bantuan pompa untuk pengairan sawah dan pertanian, atau yang dikenal sebagai pompanisasi. 

"Ini akan meningkatkan produktivitas. Petani tadi menyampaikan di sini hanya panen sekali padahal tanahnya subur karena airnya enggak ada. Sehingga dengan pompa ini sudah nanam yang kedua. Nah kita harapkan nanti bisa masuk penanaman yang ketiga,” kata Jokowi dalam keterangannya usai peninjauan, Jumat, (05/07/24).

Jokowi menjelaskan pompanisasi juga sebagai upaya antisipasi pemerintah terhadap kemungkinan kekeringan panjang di masa mendatang. Kata dia, pompanisasi juga sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah tantangan perubahan iklim global.

"Arahnya ke sana dan juga untuk mengantisipasi kekeringan panjang yang terjadi di semua negara," tambahnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!