indeks
Biaya Politik Tinggi, Kepala Daerah Cari Celah Mengembalikan Modal

Biaya politik tinggi jadi salah satu pemicu...

Penulis: Shafira Aurel

Editor: Sindu

Google News
Biaya Politik Tinggi, Kepala Daerah Cari Celah Mengembalikan Modal
Ilustrasi: Peringatan Hari Antikorupsi. ICW sebut ada 61 kepala daerah terjerat korupsi sejak 2021-2023. (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)

KBR, Jakarta- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti maraknya korupsi di lingkungan kepala daerah. Koordinator Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar Pradano menyebut, biaya politik tinggi jadi salah satu pemicu kepala daerah mencari peluang mengembalikan modal.

Selain itu, program pendidikan antirasuah yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pejabat juga dinilai tidak cukup untuk memberantas penyalahgunaan uang negara.

"Korupsi kepala daerah ini seperti fenomena gunung es. Sebetulnya banyak problem turunan yang kemudian itu terjadi. Nah, tingginya biaya politik ini paling tidak kalau ICW melihat dari dua hal, pertama politik uang dalam bentuk mahar politik untuk membeli uang perahu. Nah, yang kedua, politik uang dalam konteks politik uang atau vote buying,” ujar Tibiko dalam diskusi publik, dikutip Minggu, (22/9).

Tibiko menjelaskan, angka rata-rata untuk mencalonkan bupati atau wali kota hingga gubernur Rp20-100 miliar. Modal yang besar ini memicu para pejabat mendapatkan uang lebih besar dari gaji yang didapatkan.

Koordinator Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar Pradano menyayangkan, tidak ada sanksi berat kepada kepala daerah yang korupsi. Ia mendorong ada tindakan tegas untuk memiskinkan para koruptor.

Berdasarkan catatan ICW, terdapat 61 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi sejak 2021 hingga 2023.

Baca juga:

Biaya Politik
ICW
Kepala Daerah
Korupsi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...