NASIONAL

AJI: RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

"Pasal ini akan membatasi karya jurnalistik investigasi yang tidak boleh ditayangkan di penyiaran,"

AUTHOR / Astri Yuanasari

AJI: RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers
Ilustrasi:Aksi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar pada Hari Kebebasan Pers Sedunia di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 3 Mei 2021. (Antara/Abriawan)

KBR, Jakarta- Ketua Umum (Ketum) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nani Afrida menyebut, ada beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang berpotensi menjadi cara untuk pembungkaman pers. Nani menyebut, misalnya dalam draf RUU tersebut, pada pasal 50B ayat 2 terkait aturan larangan penayangan jurnalistik investigasi dalam RUU itu.

"Ini jelas-jelas ya akan mengancam kebebasan pers. Pasal ini akan membatasi karya jurnalistik investigasi yang tidak boleh ditayangkan di penyiaran, padahal karya jurnalistik investigasi adalah karya jurnalistik tertinggi yang bisa memberikan banyak informasi dan fakta tentang hal yang tersembunyi dan penting diketahui banyak orang," kata Nani kepada KBR, Minggu (12/5/2024).

Selain itu, kata Nani, konsekuensi lain dari revisi UU ini adalah terkait aturan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat menyelesaikan sengketa jurnalistik. Padahal menurut Nani, selama ini kasus sengketa jurnalistik adalah wewenang dari Dewan Pers.

"Nanti kedepannya akan rumit ya, jadi kalau kita bicara tentang sengketa jurnalistik itu akan lebih rumit," imbuhnya.

Baca juga:

- Revisi UU Penyiaran di DPR, KPI: Tidak Spesifik Bahas Pasal

- Kritik Revisi UU Penyiaran, Dewan Pers: Jangan Batasi Kebebasan Pers

 Ketum AJI Nani Afrida juga menyoroti akan terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam revisi UU Penyiaran.

"Jurnalisme penyiaran produknya itu harus tunduk pada aturan Komisi Penyiaran Indonesia. Jadi nanti akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara KPI dengan Dewan Pers. Padahal selama ini kalau produk jurnalistik itu harusnya diawasi dan diatur oleh Dewan Pers sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999," pungkasnya.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!