NASIONAL

Wantimpres Mau Dikembalikan Jadi DPA, Ahli Hukum: Gagasan untuk Memuaskan Syahwat Politik

Perubahaan penamaan Wantimpres menjadi DPA dinilai tidak punya landasan hukum yang kuat serta tidak ada kepentingan yang jelas.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Agus Luqman

Wantimpres Mau Dikembalikan Jadi DPA, Ahli Hukum: Gagasan untuk Memuaskan Syahwat Politik
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Bayu Pratama)

KBR, Bandung - Ahli hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mempertanyakan landasan hukum keinginan DPR merevisi Undang-undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden dan mengubah nomenklatur lembaga menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Herdiansyah mengatakan perubahaan penamaan Wantimpres menjadi DPA tidak punya landasan hukum yang kuat serta tidak ada kepentingan yang jelas.

Ia justru menyebut revisi itu makin memperkuat dugaan motif politik untuk bagi-bagi jabatan.

Herdiansyah meminta masyarakat menyikapi rencana perubahan itu secara kritis. Jika tidak, maka akan memberikan dampak negatif pada pemerintahan ke depan. Salah satu dampak negatifnya adalah pemerintah semakin super power dan sulit dikontrol publik.

“Jadi sebenarnya tidak ada landasan yang cukup memadai untuk menggagas kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Yang ada adalah upaya bagaimana menguatkan agar kekuasaan pemerintah Jokowi nanti yang sudah akan habis di bulan Oktober itu akan tetap punya kaki tangan, untuk mengendalikan atau berusaha mengendalikan pemerintahan ke depan. Ini hanya gagasan untuk memuaskan syahwat politik pemerintahan sekarang. Ini harus ditolak,” kata Herdiansyah kepada KBR, Kamis (11/7/2024).

Ahli hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah meminta untuk pemerintah dan DPR tidak semena-mena membuat kebijakan tertentu hanya untuk kepentingan politik.

Ia mengajak masyarakat mengawasi pemerintahan saat ini dan ke depan secara ketat. Ia khawatir ke depan akan banyak kepentingan masyarakat yang dikesampingkan oleh pemerintah.

“Masyarakat juga harus berani menolak, berani mengawasi pemerintahan kita. Jangan sampai diam lalu semakin tertindas,” katanya.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR menyetujui usulan revisi Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Dewan Pertimbangan Presiden menjadi RUU usul inisiatif DPR, Kamis (11/7/2024).

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan revisi bertujuan untuk mengatur fungsi kedudukan Dewan Pertimbangan Agung. Salah satu yang diusulkan DPR adalah perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). DPA merupakan lembaga yang pernah ada di era Orde Baru, namun dibubarkan di era Reformasi melalui Amandemen Keempat UUD 1945.

Baca juga:

Bantah bagi-bagi jabatan

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno membantah perubahan penamaan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) untuk memuluskan kepentingan politik tertentu.

Ia juga menegaskan hal ini tidak ada kaitannya dengan ajang untuk bagi-bagi jabatan. Eddy mengatakan perubahan itu untuk memperkuat tugas dan fungsi lembaga tersebut.

“Fungsi dan peran ini adalah penguatan dari Wantimpres yang saat ini sudah ada. Saya tidak melihat itu dari aspek politiknya, dan saya tidak mau tarik ke ranah politis. Tetapi di pemerintahan manapun, ada namanya Advisory Council to The President, gitu ya. Dan itu ada, dan itu sangat lazim diadakan,” kata Eddy di Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Eddy Soeparno menyebut perubahan nama nomenklatur Wantimpres menjadi DPA dilakukan karena kinerja Wantimpres yang ada belum optimal.

Ia juga yakin nantinya orang-orang yang mengisi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) adalah orang-orang yang berkompeten dan memiliki rekam jejak baik.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!