NASIONAL

Terduga Teroris Ingin Gagalkan Pemilu, Bawaslu Perkuat Pengamanan

"bentuk pengamanannya tentu kantor-kantor penyelenggara dijaga kemudian tempat distribusi logistik itu juga dipantau"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

densus 88
Ilustrasi anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror (FOTO: Antara/Agung Rajasa)

KBR, Jakarta– Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI berkomitmen memperkuat pengawasan dan pengamanan Pemilu 2024. Hal itu dilakukan usai penangkapan 59 terduga teroris dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiyah (JI) oleh Densus 88 Antiteror Polri sepanjang Oktober 2023.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja akan menggandeng pihak kepolisian untuk mengantisipasi serangan teror yang hendak menggagalkan penyelenggaraan pemilu.

“Pasti ada penguatan (pengamanan, red) dengan adanya indikasi seperti ini ya, bentuk pengamanannya tentu kantor-kantor penyelenggara dijaga kemudian tempat distribusi logistik itu juga dipantau dan diawasi dan dijaga oleh teman-teman kepolisian serta bantuan aparat keamanan yang lain, kemudian tentu kita mesti bersikap awas ya terhadap kondisi-kondisi yang ada,” kata Bagja kepada KBR, Rabu (1/11/2023).

Bagja menjelaskan, kerawanan keamanan pemilu juga berpotensi disebabkan oleh provokasi di media sosial.

“Bagi kami, jangankan ada teroris, tidak ada teroris saja sudah kita khawatirkan ya, jika kemudian media sosial dan kawan-kawan membuat akar rumput emosional itu akan jadi masalah,” ucap Rahmat.

Baca juga:

Dihubungi terpisah, Anggota Bawaslu RI, Puadi membeberkan sejumlah strategi untuk mengatasi ancaman terorisme pada pemilu. Diantaranya, membentuk aliansi strategis dengan aparat keamanan TNI/Polri untuk memantau dan merespons potensi ancaman terorisme. Kerja sama itu termasuk pemberian informasi Intelijen dari institusi keamanan tersebut.

Bawaslu juga menggencarkan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan.

"Bawaslu mengedukasi pemilih, petugas pemilu, dan pemangku kepentingan lainnya tentang ancaman terorisme serta cara melaporkannya. Sosialisasi dan edukasi dapat membantu masyarakat lebih waspada," imbuhnya.

Selain itu, Bawaslu membentuk sistem peringatan dini yang memungkinkan deteksi secepatnya ancaman terorisme. Ia mengupayakan agar langkah-langkah ini mematuhi hukum dan hak asasi manusia, serta menjaga integritas demokrasi.

Baca juga:

Di sisi lain, Ketua KPU RI periode 2017-2022 Arief Budiman mendorong penyelenggara pemilu memitigasi atau mengantisipasi ancaman terorisme yang berpotensi memengaruhi ajang pesta demokrasi. Kata Arief, gangguan terhadap penyelenggaraan pemilu ini bisa didasari hal teknis maupun nonteknis.

Menurutnya, KPU memiliki peran penting untuk mengantisipasi gangguan pemilu dari hal teknis.

"Misalnya dalam proses pencalonan dalam proses kampanye, dalam proses distribusi logistik, sampai nanti pada saat pemungutan penghitungan suara dan hasilnya ditetapkan. Nah itu KPU harus bekerja dengan baik transparan punya integritas, sehingga tidak ada alasan orang untuk mengganggu pemilu karena dikerjakan dengan tidak baik. Nah itu dari problem teknis," jelas Arief kepada KBR, Rabu, (1/11/2023).

Lebih lanjut Arief mengatakan, gangguan yang berasal dari non-teknis itu meliputi gangguan keamanan dan stabilitas negara. Kata Arief, gangguan yang marak terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019 yaitu informasi hoaks atau berita palsu yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, Arief mengungkap, gangguan non-teknis lainnya yaitu isu keamanan.

"Gangguan keamanan itu bisa ya ancaman bom, misalnya kemudian perusakan-perusakan, penyerangan baik itu kepada orang penyelenggara pemilunya, maupun kepada aset pemilunya misalnya kantor-kantor pemilu, logistik-logistik kepemiluan dirusak, dibakar dan segala macam itu mengganggu kita," jelasnya.

Baca juga:

Arief menuturkan potensi serangan teror ada pada sepanjang tahapan pemilu, termasuk saat kampanye politik. Menurutnya, bentuk gangguan keamanan pada pemilu meliputi serangan fisik hingga siber.

"Kan di pemilu-pemilu sebelumnya banyak juga kejadian seperti itu, penyelenggara pemilu itu dikeroyok, dipukul, diserang. Selain itu ada juga bentuk penyerangan yang tidak langsung fisik kepada orang, tapi misalnya serangan siber itu trennya memang meningkat pengalaman saya mulai dari 2004, 2009, 2014, 2019 itu serangan siber itu memang ancamannya terus meningkat. Nah maka di 2024 pengamanan berlapis terhadap persoalan keamanan siber ini harus dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun aparat pemerintah." pungkasnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!