NASIONAL

Temuan Bisnis Rehabilitasi Kasus Narkoba, Ini Saran Komisi III DPR

""Kita samakan persepsi nya terkait dengan penggunaan narkoba. Jadi itu yang bisa disalahgunakan oleh oknum. Harusnya direhabilitasi, dia malah dipenjara, dan nggak di penjara kalau bayar""

Dwi Reinjani

Temuan Bisnis Rehabilitasi Kasus Narkoba, Ini Saran Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR, Johan Budi. (Foto: dokumen Setpres)

KBR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Johan Budi menyampaikan adanya dugaan bisnis rehabilitasi bagi pecandu dan pengedar narkotika saat rapat bersama Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, kemarin.

Menurutnya praktik ini membuat penegakan hukum tidak berjalan maksimal, lantaran banyak pecandu yang seharusnya mendapat rehabilitasi, malah dijebloskan ke penjara. Sementara pecandu sekaligus pengedar bisa mendapat rehabilitasi mudah dengan membayar petugas nakal.

Bagaimana jika praktik ini terus terjadi di tengah kondisi lembaga permasyarakatan (lapas) yang kelebihan kapasitas? Berikut wawancara jurnalis KBR, Dwi Reinjani bersama Anggota Komisi III DPR, Johan Budi.

Terkait adanya dugaan bisnis rehabilitasi di Lapas Narkotika temuan Komisi III DPR. Kenapa praktik bisnis ini bisa terjadi?

“Aku beberapa kali kunjungan ke lapas itu banyak sekali narapidana narkoba bahkan ada yang sampai 60-70 persen itu penghuni lapas itu adalah kasus penggunaan narkoba. Nah, karena itu saya waktu kemarin itu marilah kita bicara bersama terkait dengan kapasitas yang selalu dikeluhkan, kapasitas lapas atau penjara. Karena itu kita duduk bareng dengan penegak hukum. Kita samakan persepsi nya terkait dengan penggunaan narkoba. Jadi itu yang kadang-kadang bisa disalahgunakan oleh oknum. Harusnya direhabilitasi, dia malah dipenjara, dan nggak di penjara kalau bayar gitu. Itu oknum ada terjadi begitu dan itu dibenarkan oleh Menteri nyamemang ada oknum-oknum yang seperti itu. Bahkan ada kaitannya dengan persoalan rehabilitasi karena penggunaan narkoba itu banyak juga yang orang nggak punya gitu,” kata Johan Budi.

Upaya apa saja yang bisa dilakukan agar praktik bisnis ini tidak terjadi lagi atau tidak terulang, karena Menteri Hukum dan HAM juga menyebutkan praktik ini klasik dan sudah ada sejak dulu?

"Nah, sekarang kan ada revisi Undang-Undang Narkotika. Maksud saya itu pasalnya itu jangan multitafsir sehingga persepsi nya itu sama antara penegak hukum dan aparat Kepolisian. Apakah Kejaksaan, apakah keputusan Hakim nya itu biar tidak multitafsir gitu. Poinnya itu sebetulnya kemarin usulnya apa usul saya pasal-pasal yang ada di Undang-Undang Narkotika itu yang kaitannya dengan hukuman kepada pengguna itu apa yang tidak multitafsir. Jadi diputuskan saja kalau pengguna syaratnya apa, jadi tidak ditafsirkan macam-macam gitu. Salah satunya ya misalnya Pasal 127 yang berkaitan dengan pengguna, jadi tidak semua pasal, tapi pasal yang berkaitan sama pengguna gitu loh,”

Lantas dengan adanya Undang-Undang atau revisi Undang-Undang Narkotika, sejauh mana bisa mengurangi masalah-masalah yang timbul saat ini, salah satunya bisnis rehabilitasi tadi?

“Apakah itu bisa mengurangi praktik-praktik itu? Ya paling tidak penegak hukum itu sudah punya payung hukum yang fix yang tidak ditafsirkan macam-macam gitu dengan adanya undang undang yang tidak multitafsir. Itu kan penegak hukum yang menjalankan tidak lagi punya persepsi yang berbeda gitu.” (*)

Berita lainnya:

Editor: Kurniati Syahdan

  • bisnis rehabilitasi
  • UU Narkotika
  • Kelebihan kapasitas lapas
  • Komisi III DPR
  • Johan Budi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!