NASIONAL

Sulitnya Menekan Jumlah Perokok Muda

"Kenyataan di lapangan itu anak-anak sangat mudah mendapatkan akses rokok,"

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Hoirunnisa

Kawasan Tanpa Rokok
Ilustrasi: Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jaktim, Minggu (19/05/24). (Antara/Yulius Satria)

KBR, Jakarta - Pemerintah berencana segera menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pengamanan zat adiktif produk tembakau.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Kementerian Kesehatan Eva Susanti menyebut pembahasan RPP ini sudah selesai. Begitu juga uji publik maupun pleno dengan kementerian lembaga terkait sudah rampung.

"Dan dalam proses untuk segera disahkan. Dalam rancangan PP kesehatan diantaranya usulan pengaturan yang dibahas itu terkait dengan larangan mengkonsumsi tembakau dan rokok elektrik pada anak dan remaja usia 10 sampai 21 tahun dan wanita hamil. Kemudian larangan iklan di media sosial berbasis teknologi dan penjualan secara batangan," kata Eva dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau, Rabu (29/5/2024).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan regulasi ini lahir salah satunya untuk membatasi konsumsi rokok diutamakan pada usia anak dan remaja.

Saat ini prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan memperlihatkan jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen diantaranya perokok berusia 10-18 tahun.

Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan. Data SKI tahun lalu menunjukkan kelompok usia 15 hingga 19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak mencapai 56 persen, diikuti usia 10-14 tahun sebanyak 18 persen.

Baca juga:

Prevalensi Perokok Muda dan Ketidakseriusan Pemerintah

Merokok di Kereta, 11 Penumpang Diturunkan

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah program Kabupaten Kota Layak Anak, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan di Kementerian PPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih mengatakan mengatakan program Kabupaten Kota Layak Anak merupakan upaya mengontrol penggunaan tembakau.

“Dan salah satu upaya yang dilakukan oleh KPPA adalah perlindungan anak melalui sistem pembangunan yang disebut dengan atau kota layak anak sebuah sistem yang terintegrasi untuk membangun dan menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan secara terstruktur menyeluruh dan berkelanjutan,” jelas Amurwani dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau, Rabu (29/5/2024).

Amurwani mengungkapkan data anak dan remaja paling banyak terpapar iklan rokok papan reklame di tempat penjualan, mencapai lebih dari 65 persen.

Persulit Ketersediaan Rokok

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan akses rokok bagi anak-anak dipersulit.

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan segala upaya yang dilakukan pemerintah harus dibarengi dengan mempersulit ketersediaan rokok untuk anak

“Kalau ibaratnya mobil di gas dan di rem. Dari Kementerian Kesehatan dan KPPPA itu ngerem untuk dampak rokok itu seminimal mungkin kena kepada anak. Namun gasnya tidak dikurangi gasnya, ini terus digaspol dari industri, dari regulasinya ada tapi kenyataan di lapangan itu anak-anak sangat mudah mendapatkan akses rokok," ujar Piprim dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau, Rabu (29/5/2024).

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan perlu ada keseriusan dan konsistensi dari pemerintah dalam membatasi akses rokok bagi anak. Tingginya perokok aktif di RI dapat meningkatkan masalah kesehatan serius dan berdampak bagi pertumbuhan anak.

Piprim menambahkan pembelian rokok di rumah tangga juga mengurangi kualitas nutrisi anak. Kurangnya asupan protein bisa berdampak pada stunting. Padahal, Indonesia sedang gencar-gencarnya menurunkan stunting.

Sementara itu, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai belum ada keseriusan dari pemerintah untuk menekan prevalensi perokok muda di Indonesia.

Ketua Majelis Pakar PP IAKMI, Ede Surya Darmawan mengatakan selama pemerintah masih membiarkan industri rokok berbisnis di Indonesia maka, regenerasi perokok akan terus terjadi.

“Makanya tidak serius Indonesia tuh, tidak serius. Tidak punya strategi penanganan tembakau, yang ada adalah roadmap untuk meningkatkan produktivitas rokok. Itu sesuatu yang memalukan. Katanya pengen demografi, apanya? Kalau anak-anaknya memang dicekoki diracuni. Sehingga dari lahirnya BBLR karena ibunya tidak bagus dan bapaknya lebih banyak membayar rokok daripada makan makanan bergizi,” ujar Ede kepada KBR, Kamis (30/5/2024).

Ede Surya Darmawan mengatakan pemerintah juga perlu secara masif dan menyeluruh membatasi iklan rokok. Sebab iklan masih berdampak sangat besar bagi regenerasi perokok.

Ede mendorong pemerintah juga mengadvokasi penggunaan 40 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk penguatan kebijakan Anti Tembakau. Serta rumuskan draft kebijakan peningkatan pajak dan cukai rokok.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!