NASIONAL

Sudahkah Pemerintah Memenuhi Hak Korban Kanjuruhan?

ada indikasi pengalihan kewajiban penegakan hukum dengan penyaluran bantuan sosial

AUTHOR / Ellika Falah Putri

Kanjuruhan
Aremania menggelar aksi demonstrasi menuntut keadilan atas Tragedi Kanjuruhan di Jl Tugu Malang, Kamis (27/10/22) (KBR/Zainul Arifin)

KBR, Jakarta- Korban dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan mendesak pemerintah memenuhi hak-hak korban, terutama penegakan hukum terhadap pelaku. Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania Andy Irfan Junaedi menilai ada indikasi pengalihan kewajiban penegakan hukum dengan penyaluran bantuan sosial.

"Kami malah melihat ada semacam indikasi pengalihan begitu, agar keluarga korban tidak menuntut tidak lagi mrnuntut soal pertanggungjawaban hukum, maka kemudian diberikan banyak bantuan sosial, ekonomi ini sifatnya. Bentuknya uang, terus alat-alat kerja yang sebenarnya itu nggak terlalu dibutuhkan oleh keluarga korban. Ya karena itu diberikan terus sebagian dari keluarga korban ada yang mau terima, sebagian ada yang tidak mau, tetapi sepertinya itu diberikan dalam rangka agar mengurangi sebagian kekecewaan. Akibat dari proses hukum yang kurang maksimal," ucap Andy dalam siaran langsung Ruang Publik KBR bertajuk "Setahun Tragedi Kanjuruhan, Tantangan Pemenuhan Hak Penyintas dan Keluarga Korban", pada kanal Youtube Berita KBR, Selasa, (10/10/2023).

Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania Andy Irfan mengatakan, penegakan hukum belum maksimal terhadap pihak yang bertanggung jawab atas hilangnya nyawa 135 orang dan 695 luka-luka. Andy yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut, penegak hukum hanya menetapkan enam terpidana dengan hukuman yang sangat ringan, dua diantaranya sempat dibebaskan.

Baca juga:

Lebih jauh Andy menyebut, masih ada korban luka berat yang membutuhkan perawatan medis, namun pemerintah telah menghentikan tanggungan perawatan medis sejak Desember 2022. Salah satunya Fiki asal Sidoarjo yang belum bisa beraktivitas normal karena mengalami disabilitas akibat tragedi itu.

"Hidup mereka berubah yang semula baik-baik saja, normal pasca-kejadian jadi tidak normal. Secara psikis mereka trauma dengan pertandingan bola, dan saat mereka datang ke stadion dan bertemu melihat bentuk fisik aparat kepolisian itu menunjukkan trauma tersendiri. Beberapa korban luka itu yang saya temui dia sampai berbulan-bulan itu untuk bisa normal, tidak ketakutan, ketika mendengar sirine atau melihat aparat kepolisian," imbuhnya.

Menurut Andy, para korban dan keluarga korban belum mendapat pemulihan psikis secara kolektif atas peristiwa 1 Oktober 2022 yang meninggalkan trauma mendalam. Apalagi, trauma ini rentan terpicu kembali usai pemerintah memutuskan untuk kembali mengaktifkan Stadion Kanjuruhan.

"Saya masih berharap atensi dari kementerian terkait dan dinas terkait memastikan bahwa pemulihan kesehatan (fisik dan psikologis-red) bagi mereka itu masih harus dicover oleh negara," ucapnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!