NASIONAL

SPI: Kelaparan di Indonesia Nomor 2 di ASEAN

Ada 16,2 juta orang atau 5,9% rakyat Indonesia masih dalam keadaan lapar.

AUTHOR / Astri Septiani

SPI: Kelaparan di Indonesia Nomor 2 di ASEAN
Ilustrasi: Kelaparan, BNPB kirim bantuan bahan makanan dengan pesawat terbang di Distrik Amuma, Kab. Yahukimo, Papua Pegunungan, Kamis (26/10/23). Foto: BNPB

KBR, Jakarta- Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyebut angka kelaparan di Indonesia masih tinggi, bahkan dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.

Kata dia, ada 16,2 juta orang atau 5,9% rakyat Indonesia masih dalam keadaan lapar. Menurutnya, pemerintah tak bisa berdalih menggunakan alasan musim kemarau sebagai pembenaran atas situasi yang membuat jutaan warga kesulitan mendapatkan makanan. Sebab kata dia, musim kemarau adalah tantangan yang harus dihadapi.

"Bahkan dibandingkan negara-negara ASEAN, Indonesia menempati peringkat kedua angka kelaparannya dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia nomor dua setelah nomor satu yang kelaparannya adalah Timor Leste. Jadi kita lebih buruk dari negara-negara katakanlah yang lainnya di ASEAN," kata Henry dalam sebuah diskusi daring, Senin, (30/10/23

Henry menilai banyak pihak kerap keliru menganalisis dan membandingkan kelaparan di Indonesia, dengan kesuksesan negara lain yang bisa mengatasi kelaparan dam kemiskinan, padahal tidak punya lahan pertanian.

Menurutnya, hal tersebut seolah-olah menampilkan sistem perdagangan bebas pangan bisa menciptakan kedaulatan pangan dan bisa mengatasi kelaparan, padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Ia menyebut ada sejumlah faktor selain kekeringan, yaitu pandemi COVID-19, dan perang antara Ukraina dan Rusia yang turut menjadi penyebab kenaikan angka kelaparan. Namun kata dia, kondisi ini bisa jadi pelajaran, untuk tidak memiliki ketergantungan soal pangan, baik antarnegara atau antarlembaga.

"Ketergantungan pangan di dunia ini tidak boleh diciptakan, ketergantungan antarnegara, ketergantungan negara dengan satu sistem perdagangan dunia dengan lembaga-lembaga korporasi yang menguasai pangan itu tidak boleh," tambahnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!