NASIONAL

Sinyal Puan Buka Hak Interpelasi Dugaan Intervensi Kasus e-KTP

Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak.

AUTHOR / Heru Haetami

Jokowi minta kasus Setya Novanto dihentikan
Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/12/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

KBR, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani merespons kemungkinan penggunaan hak interpelasi dugaan intervensi kasus korupsi e-KTP. Dugaan intervensi itu mencuat usai pernyataan eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku diminta Presiden Joko Widodo menghentikan kasus E-KTP yang melibatkan Setya Novanto --ketua DPR saat itu.

Puan mengatakan DPR menghormati supremasi hukum.

"Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar," kata Puan dalam keterangannya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Puan membuka ruang bagi anggotanya yang ingin mengajukan hak interpelasi. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Bahwa kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu, itu merupakan hak anggota. Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak. Yang penting bagaimana supremasi hukum itu bisa berjalan secara baik dan benar," ujar Puan.

Hak interpelasi diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.

Pengakuan Agus Rahardjo

Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah diminta Presiden Jokowi menghentikan pengusutan kasus korupsi e-KTP. Tudingan itu disampaikan Agus dalam sebuah wawancara di program Rosi Kompas TV.

Agus mengaku dipanggil sendirian ke Istana Negara. Saat itu, Jokowi didampingi Mensesneg Pratikno.

"Begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Hentikan! Yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk saya baru tahu yang diminta hentikan kasusnya Pak Setya Novanto supaya tidak diteruskan," ujar Agus dalam program Rosi Kompas TV, tayang Kamis (30/11/2023).

Agus menjelaskan, saat itu KPK sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik). Karena KPK tidak punya kewenangan menghentikan penyidikan, dia tidak dapat membatalkan sprindik tersebut.

Jokowi Bantah Intervensi Kasus E-KTP

Presiden Joko Widodo membantah tudingan Agus Rahardjo. Kata Jokowi, kasus e-KTP sudah berkekuatan hukum tetap.

"Yang pertama coba dilihat, dilihat di berita-berita tahun 2017 di bulan November, saya sampaikan saat itu, Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas? Berita itu ada semuanya. Yang kedua, buktinya proses hukum berjalan. Yang ketiga, Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis dihukum berat, 15 tahun," kata Jokowi usai Silaturahmi dengan para Penggiat Infrastruktur dalam rangka Hari Bhakti PU ke-78, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).

Jokowi juga membantah melakukan pertemuan dengan Agus Rahardjo untuk meminta kasus e-KTP dihentikan. Ia menyebut agenda pertemuannya bisa dicek di Sekretariat Negara (Setneg).

"Saya suruh cek, saya tuh sehari berapa puluh pertemuan? Saya suruh cek di Setneg, nggak ada. Agenda yang di Setneg nggak ada. Jadi tolong dicek, dicek lagi saja," tambahnya.

Jokowi juga enggan menanggapi kabar sejumlah anggota DPR yang akan menggunakan hak interpelasi atau hak bertanya atas dugaan intervensi di kasus korupsi e-KTP.

"Ya terus untuk apa diramaikan itu, kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa? Sudah itu saja," kata dia.

Baca juga:

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!