NASIONAL

Sidang Perdana, Anggota KPU Bantah Intimidasi

"Frasa ini saya sampaikan dalam suasana yang sangat canda dalam artian bentuk kelakar"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

verifikasi faktual parpol
Sidang perdana dugaan pelanggaran etik anggota KPU Idham Holik verifikasi faktual parpol, Rabu (09/02/23). (DKPP)

KBR, Jakarta- Anggota Ketua KPU RI, Idham Holik menjelaskan maksud pernyataan diduga ancaman yang membuatnya dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).

Sebelumnya Idham dilaporkan oleh pengadu Jack Stephen Steba karena diduga menebar ancaman di hadapan peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (1/12/2022).

Pada acara itu, Idham mengatakan, “kepada seluruh anggota tegak lurus, patuh terhadap perintah, jika tidak patuh akan di-rumah sakit-kan.”

Menurut Idham, frasa ‘di-rumah sakit-kan’ bermakna kiasan. Pernyataan tersebut  adalah penegasan agar seluruh anggota KPU mematuhi etika komunikasi organisasi maupun publik.

“Dalam konteks tersebut, saya selaku komisioner menegaskan pentingnya etika komunikasi. Baik komunikasi organisasi maupun organisasi publik. Sehingga pada waktu itu saya menyampaikan frasa sebelumnya dan frasa ini saya sampaikan dalam suasana yang sangat canda dalam artian bentuk kelakar dan hal tersebut juga direspons dengan tawa dan tepuk tangan para hadiri di depan 6 .300 peserta waktu itu,” ucap Idham Holik dalam Sidang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu yang dipimpin Ketua DKPP Heddy Lugito, Rabu (08/02/2023).

Idham Holik menyampaikan pernyataannya pada waktu itu tak lepas dari pengalamannya ihwal anggota KPU yang tidak tahu etika berkomunikasi. 

Menurut dia, jika ada masalah sepatutnya mesti diselesaikan secara internal. Bukan semata-mata diumumkan ke publik.

“Pada waktu itu saya sampaikan ‘enak enggak enak di keluarkan di dalam, kita semua yang merasakan’ lalu saya teruskan dengan ‘siapa yang tidak tegak lurus saya bawa masuk rumah sakit.’ Jadi konteksnya pada persoalan bagaimana dalam konteks organisasi dan komunikasi publik kita memahami pentingnya literasi dan implementasi etika. Karena ada kasus di mana saya seringkali melihat bagaimana komisioner itu seharusnya membicarakan hal-hal yang tidak perlu dibicarakan di publik tapi dibicarakan di publik dan dari sisi perilaku etis pun menjadi tidak etis,” kata Idham.

Baca juga:

Dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) tercatat dalam perkara Nomor 10-PKE-DKPP/I/2023. Perkara ini diadukan Jeck Stephen Seba yang memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.

Jeck Stephen Seba mengadukan sepuluh penyelenggara pemilu, antara lain Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu I sampai III. Serta Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) dan Carles Y. Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu IV dan V.

Selain itu, diadukan juga Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) sebagai Teradu VI sampai VIII. Serta Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe) dan Idham Holik (Anggota KPU RI) sebagai Teradu IX dan X.

Teradu I sampai IX diduga mengubah status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan dengan cara mengubah data berita acara dalam SIPOL dalam kurun waktu 7 November s.d 10 Desember 2022.

Sedangkan Teradu X diduga menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukan ke rumah sakit.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!