NASIONAL

Setahun Gagal Ginjal Akut Anak, Korban Minta Haknya Dipulihkan

"Apa yang sudah kita alami ini, tragedi ini apalagi (korban, red) yang meninggal, diganti dengan uang berapa pun enggak akan pernah cukup,”

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

gagal ginjal
ilustrasi: Pengunjung sidang gugatan perwakilan kelompok gagal ginjal akut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023) (FOTO: KBR/Ardhi Ridwansyah).

KBR, Jakarta– Orang tua salah satu korban gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) meminta pemerintah memulihkan haknya dan tidak lari dari tanggung jawab penanganan kasus yang menghilangkan nyawa anaknya. 

Orang tua dari korban Panghegar Bhumi Al Abrar Nugraha, yakni Habibi menekankan, tanggung jawab itu tidak boleh berhenti hanya pada penyaluran santunan terhadap korban. Ia beralasan, santunan yang digelontorkan pemerintah tidak dapat sebanding dengan penderitaan yang dialami keluarganya.

“Enggak bisa diganti (dengan uang, red), kalau cukup enggak cukup. Apa yang sudah kita alami ini, tragedi ini apalagi (korban, red) yang meninggal, diganti dengan uang berapapun enggak akan pernah cukup,” kata Habibi kepada KBR, Kamis (9/11/2023).

Habibi juga mendorong pemerintah transparan terkait upaya perbaikan dan penanganan kasus gagal ginjal akut anak ini. Terlebih, kata Habibi, sudah terbukti ada kelalaian dalam pengawasan maupun pembuatan obat sirop. Itu terlihat dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, Jawa Timur.

Majelis hakim telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada empat terdakwa dari PT Afi Farma selaku produsen obat. Perusahaan inilah yang memproduksi obat beracun yang dikonsumsi anaknya.

“Maunya saya sih ditutup. Nah nasib karyawannya biar pemerintah yang ngatur. Udah ditutup itu harusnya PT Afi Farma, enggak boleh produksi obat-obatan lagi,” ujar Habibi.

Baca juga:

Sebelumnya, Kementerian Sosial (Kemensos) akan menyalurkan santunan sekitar Rp17 miliar kepada korban jiwa maupun korban yang masih dirawat karena gagal ginjal akut.

Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan, korban jiwa akan mendapat Rp50 juta, sedangkan korban yang masih dirawat diberi santunan Rp60 juta. Korban yang dirawat sebagian mengalami komplikasi sehingga harus rutin cuci darah.

Rencana itu disampaikan Menteri Sosial Tri Rismaharini saat sidang rapat kerja dengan Komisi Sosial DPR, di Gedung DPR RI, Selasa pekan ini.

“Kemudian bantuan gangguan ginjal akut, jadi ini yang ginjal akut yang kemarin diminta kami yang menyerahkan bantuannya ada di Dirjen Linjamsos di bencana non-alam itu 204 orang yang meninggal santunannya 50 juta. Kemudian 122 orang yang sembuh, ini karena sembuhnya masih harus perawatan cuci darah. Jadi kemarin kami minta yang ini justru yang ditambah, karena dia selama hidup dia harus melakukan perawatan, sehingga lebih lebih besar dibandingkan yang meninggal totalnya 19 miliar 220 juta rupiah dan ini sudah dilakukan ini, tapi belum masuk DIPA-nya (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, red) Kemensos,” ucap Risma.

Pada Maret lalu, Mensos Risma menyebut tidak ada alokasi anggaran untuk korban gagal ginjal akut anak. Sebab, anggaran di balai-balai Kemensos turun Rp300 miliar, begitupun dengan anggaran bencana yang menurun hingga 50 persen.

Baca juga:

Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan tidak punya kewenangan menyalurkan bantuan kepada korban gagal ginjal akut. Situasi ini kemudian dibahas empat kementerian, meliputi Kemensos, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK), Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan.

Pertemuan keempat kementerian itu membahas mekanisme pemberian bantuan, kriteria penerima, dan petunjuk teknis pemberian santunan.

Pada kesempatan berbeda, Kementerian Kesehatan membeberkan penyelesaian tahap akhir pemberian santunan dan biaya perawatan untuk para korban.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kewenangan Kemenkes sebatas memberikan data korban gagal ginjal akut anak kepada Kemensos, untuk selanjutnya diverifikasi dan validasi.

Validasi meliputi verifikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga. Kemudian verifikasi NIK dengan surat keterangan waris, serta validasi lainnya. 

“Kemenkes tupoksinya tidak bisa memberikan santunan itu adalah tupoksinya kementerian lain. Akhirnya sudah tarik ulur demikian lama, kemarin dimasukkan di Ratas disetujui bahwa itu akan dibayarkan oleh pemerintah, santunannya dan itu nanti akan dikeluarkan oleh Kementerian Sosial," ucap Menkes Budi Gunadi Sadikin saat Raker dengan Komisi IX DPR RI (7/11/2023)

"Sekarang anggarannya harusnya enggak ada masalah, sudah dapat Kemensos sedang melakukan verifikasi di lapangan mengenai para ahli waris atau para penderitanya. Supaya nanti santunannya diberikan oleh Kementerian Sosial bisa lebih cepat,” sambungnya.

Sebelumnya Kemenkes mengungkap penyebab gagal ginjal akut yaitu konsumsi obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dari zat pelarut. Korban GGAPA tersebar di 27 Provinsi dengan kasus tertinggi berada di DKI Jakarta, lalu disusul Jawa Barat dan Aceh. Kasus ini ditemukan di Indonesia sejak Januari tahun lalu.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!