NASIONAL

SAFEnet: Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Meningkat

Dari sisi pelapor, latar belakang paling banyak adalah pejabat publik sebanyak 10 kasus.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / R. Fadli

SAFEnet: Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Meningkat
Direktur LSM Lokataru Haris Azhar usai divonis bebas di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). (Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah)

KBR, Jakarta - LSM pejuang hak-hak digital Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengungkapkan di triwulan II (April-Juni) 2024, kasus pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi di ranah digital mencapai 48 kasus.

Peneliti SAFEnet, Shinta Ressmy mengatakan, jumlah itu lebih banyak ketimbang triwulan I yakni 30 kasus.

“Terdapat 48 kasus pelanggaran kebebasan berkespresi di ranah online tentu agka ini meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya 30 kasus, kemudian jumlah terlapor atau korban mencapai 45 orang dengan korban terbanyak adalah warga, content creator dan juga jurnalis,” ucapnya dalam acara “Peluncuran Laporan Situasi Hak-Hak Digital Triwulan II 2024 dipantau via kanal Youtube SAFEnet Voice, Senin (29/7/2024).

Lebih jelasnya, berdasar laporan pemantauan tersebut, dari latar belakang korban yang dilaporkan mayoritas adalah warganet (netizen) sebanyak 15 orang, kemudian pembuat konten sebanyak 9 orang, dan jurnalis/media sebanyak 4 orang. Selanjutnya, aktivis dan pengusaha/ perusahaan sebagai korban tercatat masing-masing sejumlah 3 orang.

Korban lainnya adalah tenaga medis, politisi, mahasiswa/pelajar, pemuka agama masing-masing 2 orang. Selain itu, tercatat juga korban dari latar belakang pengamat militer, organisasi masyarakat sipil, dan pesohor masing-masing 1 orang.

Dari sisi pelapor, latar belakang paling banyak adalah pejabat publik sebanyak 10 kasus, organisasi/institusi sebanyak 9 kasus, pengusaha atau perusahaan sebanyak 7 kasus, warganet sebanyak 7 kasus, dan jurnalis/ media sebanyak 4 kasus.

Adapun motif dan isu di balik pelaporan terhadap ekspresi daring didominasi motif dan isu personal sebanyak 13 kasus. Selanjutnya, motif dan isu pelayanan publik tercatat sebanyak 6 kasus dan politik sebanyak 5 kasus.

Selain itu, tercatat motif dan isu ekonomi serta penodaan agama masing-masing sebanyak 4 kasus, lingkungan dan dugaan korupsi masing-masing 3 kasus, kekerasan seksual dan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masing-masing sejumlah 3 kasus. Motif dan isu lain adalah rasisme, penghinaan disabilitas, pendidikan, menghasut kekerasan, dan penanganan kasus pidana masing-masing sejumlah 1 kasus.

Sementara media dengan kasus pelaporan terbanyak yakni Instagram dengan 15 kasus. “Berdasarkan sebaran media berikut datanya Instagram sebanyak 15 aduan, Facebook 13 kasus, media massa 6, media sosial yang tak disebutkan secara spesifik 6 kasus, Tiktok 6 kasus, Youtube 4 kasus, . WhatsApp 3 kasus, dan X (dulu Twitter), 2 kasus,” ucapnya.

Total media yang dilaporkan lebih banyak daripada jumlah kasus karena terdapat beberapa kasus yang langsung melaporkan dengan barang bukti beberapa media sosial sekaligus.

Baca juga:

Demo Kerap Dibubarkan, Aliansi Mahasiswa Papua Tak Punya Ruang Berekspresi

Vonis Bebas Haris-Fatia, Jaminan Kebebasan Berekspresi Tak Lagi Dikriminalisasi?

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!