NASIONAL

RUU PPRT Tersandera, Negara Abai Lindungi Pekerja Rumah Tangga?

"bisa dibahas atau tidak itu kewenangan dari DPR"

AUTHOR / Hoirunnisa, Ardhi Ridwansyah, Muthia Kusuma

EDITOR / Muthia Kusuma

RUU PPRT
Ilustrasi aksi menuntut pengesahan RUU PPRT (FOTO: ANTARA)

KBR, Jakarta- Sederet kasus kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga pernah viral di media sosial. Di antaranya kasus yang dialami lima pekerja rumah tangga di Jatinegara, Jakarta Timur. Mereka terpaksa melarikan diri dari rumah majikan karena diduga menjadi korban penyekapan dan penyiksaan.

Kasus lainnya dialami pekerja perempuan asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Isabela Pule yang mengalami penyiksaan dan tidak diberi makan oleh majikannya di Jakarta. Pekerja Rumah Tangga rentan mengalami kekerasan hingga perbudakan modern akibat belum adanya perlindungan hukum.

Pemerintah mengklaim sudah menyerahkan surat presiden atau surpres dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) ke DPR RI.

Kepala Biro Hukum di Kementerian Ketenagakerjaan Reni Mursidayanti mengatakan, Surpres dan DIM diserahkan ke DPR sejak Mei tahun lalu, atau dua bulan setelah RUU PPRT disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

“Jadi barangnya itu bolanya sudah di Senayan sana, di DPR, persoalan mau dibahas atau enggak kan berarti sudah kewenangan di Senayan ya. Kalau pemerintah sih PR-nya sudah selesai semua. Presiden sudah menyampaikan tinggal apakah dalam waktu yang singkat ini menuju pemerintahan baru itu bisa dibahas atau tidak itu kewenangan dari DPR,” ucapnya kepada KBR, Kamis (25/7/2024).

Baca juga:

Tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyebut jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta orang. Jokowi mengatakan pekerja rumah tangga rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja karena belum dilindungi Undang-Undang. Karena itu, Jokowi memerintahkan menterinya mengawal pembahasan RUU PPRT di DPR.

"Saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan hak asasi manusia (Menkumham) dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder. Saya berharap Undang-Undang PPRT bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja rumah tangga dan kepada pemberi kerja, serta kepada penyalur kerja," ucap Jokowi.

Meja Pimpinan

Badan Legislasi DPR RI mengklaim sudah tiga kali bersurat kepada pimpinan DPR RI untuk segera melanjutkan proses legislasi RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah dalam keterangan tertulis kepada KBR mengatakan, upaya menyurati pimpinan itu belum berhasil mempercepat proses legislasi RUU PPRT.

Luluk menilai, political will dari pimpinan DPR RI masih lemah sehingga RUU PPRT belum menjadi prioritas. 

"Political will lemah. Jadi RUU PPRT terpinggir terus," ucap Luluk kepada KBR, hari ini.

Keresahan yang sama juga pernah diungkap Luluk kepada media.

"Pemerintah juga sudah maju ya, beberapa langkah dengan memberikan suppres dan juga daftar isian masalah (DIM) ke DPR. Tinggal komitmen politik dan juga kemauan baik dari pimpinan, agar RUU PPRT segera bisa dimasukkan ke Agenda Bamus lalu dibahas bersama-sama dengan pemerintah Jangan sampai kita menunda lagi," ujar Luluk dikutip dari kanal DPR RI, Rabu (25/7/2024).

KBR juga sudah menghubungi Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT, Willy Aditya namun hingga berita ini publikasikan yang bersangkutan belum memberi tanggapan.

Pimpinan DPR juga belum menyampaikan kepada publik terkait perkembangan proses RUU PPRT jelang akhir masa kerja DPR RI.

Non-carry over

Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mengingatkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga terancam masuk status RUU non-carry over. Artinya RUU PPRT bisa hangus jika tidak pernah dibahas selama satu periode DPR dan harus dimulai dari nol di periode berikutnya.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Salampessy mengatakan, kondisi itu menempatkan pekerja rumah tangga di posisi rentan mengalami kekerasan akibat kekosongan hukum.

"Para pekerja rumah tangga yang mayoritas perempuan ini kan sejauh yang kami lihat belum ada payung hukum yang bisa menjangkau mereka. Kalau kita lihat Undang-Undang Ketenagakerjaan dia itu kan tidak memuat sektor informal. Lalu kalau bilang ada Undang-Undang PDKRT, penghapusan kekerasan di dalam rumah tangga, PDKRT ini kan dia hanya mencakup sebagian dari pekerja rumah tangga kak yang bisa tinggal satu atap aja sama majikan," ucap Olivia di Ruang Publik KBR.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Salampessy menambahkan, perlindungan terhadap pekerja rumah tangga merupakan bentuk negara melaksanakan pemenuhan HAM sekaligus penghapusan diskriminasi.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!