NASIONAL

Revisi UU Minerba: Hak Masyarakat Adat dan Skema Pengelolaan Tambang Jadi Polemik

Pembahasan RUU Minerba di Panja Baleg DPR RI berlangsung cukup alot. Sejumlah fraksi berbeda pendapat mengenai hak masyarakat adat dalam aktivitas pertambangan.

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Muthia Kusuma

Google News
tambang
Lokasi tambang pasir kuarsa di Desa Kumbo, Kecamatan Sedan, Rembang, Jawa Tengah saat masih beroperasi, baru-baru ini. Foto: KBR/Musyafa

KBR, Jakarta- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Salah satu isu utama dalam pembahasan adalah Pasal 108a RUU Minerba yang mengatur tentang eksistensi masyarakat adat.

Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Nyoman Parta, menegaskan pentingnya memahami hak dan keberadaan masyarakat adat dalam penyusunan regulasi pertambangan.

"Di sini juga dijelaskan tentang hak masyarakat adat. Jadi jangan gara-gara kita melakukan eksploitasi, masyarakat yang merawat hutannya, masyarakat yang melindungi, akhirnya kita tidak berikan hak. Jadi jangan tempatkan dia hanya sekadar penerima CSR, jangan tempatkan hanya sekadar penerima pemberdayaan. Karena mereka pemiliknya. Walaupun tidak sempurna kepemilikannya karena ada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi memang berbeda masyarakat adat itu," ujar Nyoman dalam rapat Baleg, Senin (17/2/2025).

Baca juga:

Selain itu, Baleg DPR juga membahas perubahan substantif dalam pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau badan usaha swasta.

Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Doli Kurnia, menjelaskan keputusan ini diambil setelah mendengar masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan akademisi.

Doli menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), akan menunjuk perantara yang menghubungkan pengelolaan tambang dengan perguruan tinggi tertentu.

"Nah, kita akhirnya membuat polanya itu adalah bahwa yang diberi cara prioritas itu adalah BUMN, BUMD atau badan swasta yang ditunjuk oleh pemerintah yang kemudian itu nanti akan dikoneksikan dengan perguruan-perguruan tinggi tertentu. Nanti dibicarakan soal pembagian royaltinya bagaimana," kata Doli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senin (17/2/2025).

Baca juga:

Pembahasan RUU Minerba di Panja Baleg DPR RI berlangsung cukup alot. Sejumlah fraksi berbeda pendapat mengenai hak masyarakat adat dalam aktivitas pertambangan. Beberapa fraksi menilai masyarakat adat cukup dilibatkan dalam program pengembangan dan pemberdayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU Minerba. Sementara fraksi lainnya mengusulkan agar hak dan keberadaan masyarakat adat diatur secara lebih spesifik dalam pasal tersendiri, yaitu Pasal 108a.

Perubahan lain dalam RUU Minerba adalah adanya mekanisme prioritas dalam pemberian izin pengelolaan tambang. Jika dalam regulasi sebelumnya pengelolaan tambang hanya dapat dilakukan melalui proses lelang, revisi RUU Minerba kini membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan izin secara prioritas, seperti organisasi masyarakat keagamaan, koperasi, usaha menengah, dan perguruan tinggi.

Menteri Hukum Supratman Andi Atgas, juga menyoroti usulan pemberian izin usaha pertambangan tanpa proses lelang.

"Menyangkut soal pemberian izin prioritas yang sebelumnya itu lewat semua mekanisme proses lelang. Sekarang, DPR meminta supaya ada skema prioritas tanpa lewat mekanisme lelang," kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!