NASIONAL

Respons Wahiduddin Adams Ditunjuk jadi Anggota Majelis Kehormatan MK

Wahiduddin menjadi satu dari empat hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Respons Wahiduddin Adams Ditunjuk jadi Anggota Majelis Kehormatan MK
Hakim MK bersiap memulai sidang uji materiil Undang-Undang Pemilu soal usia capres-cawapres, Senin (16/10/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

KBR, Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Wahiduddin Adams mengaku siap menjalankan tugas sebagai anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK). Dia ditunjuk sebagai anggota dari unsur hakim konstitusi aktif.

Wahiduddin menjadi anggota MKMK bersama bekas Ketua MK 2003-2008 Jimly Asshiddiqie dan anggota dewan etik MK periode 2017-2020 Bintan Saragih.

“Kemudian kita tentu dalam waktu segera nanti di-SK dari Ketua MK, itu kan diberi batas waktu. Nah setelah itu kita mulai bekerja. Jadi saya belum bertemu Prof Jimly, belum bertemu Prof Bintan, kan tadi baru disampaikan melalui konferensi pers oleh Yang Mulia Prof Enny,” kata Wahiduddin kepada KBR, Senin (23/10/2023).

Wahiduddin mengaku belum menerima jadwal persidangan untuk menggali dugaan pelanggaran etik hakim.

Dia memastikan bakal tetap menjalan tugasnya seperti hakim konstitusi, meski terpilih sebagai anggota MKMK.

“Ya tetap berjalan sebagai tugas hakim ya menerima, memeriksa, mengadili, jadi tetap berjalan,” ujar Wahiduddin.

Baca juga: 

Majelis Kehormatan akan menangani tujuh laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim saat memutus uji materi Undang-Undang Pemilu. Putusan itu memperbolehkan seseorang di bawah 40 tahun, menjadi calon presiden dan wakil presiden asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.

Salah satu pelapor yakni Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Lima hakim yang dilaporkan PBHI yaitu Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Ada pula laporan terhadap hakim MK Saldi Isra yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

Dalam putusan perkara nomor Nomor 90/PUU-XXI/2023, Wahiduddin menjadi satu dari empat hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Selain Wahiduddin, ada Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Saat menyampaikan dissenting opinion, Wahiduddin mengatakan perkara itu seharusnya secara yuridis dan teknikalitas sangat sederhana untuk diputus oleh Mahkamah.

"Tetapi seolah-olah menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari terlalu besarnya dosis penggunaan aspek-aspek nonyudiris yang secara kontekstual sulit dipungkiri sangat menyelimuti dinamika persidangan terhadap perkara ini," ujarnya dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Dia berpendapat, seharusnya MK menolak perkara tersebut.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!