NASIONAL
Reforma Agraria di 100 Hari Pemerintahan Prabowo, Ini Catatan KPA
"Di pemerintahan Prabowo ini tidak ada targetan (reforma agraria, red) yang jelas untuk mengecek capaian," ujar Dewi

KBR, Jakarta- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai pemerintahan Prabowo Subianto tidak memiliki target yang jelas dalam reforma agraria.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA Dewi Kartika mengatakan konflik agraria masih terjadi di 100 hari pertama masa kerja pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Karena kalau kita perbandingkan di pemerintahan sebelumnya misalnya SBY dulu menargetkan 9,2 juta hektare untuk menjalankan reforma agraria, pemerintahan Jokowi menargetkan 9 juta hektare. Nah di pemerintahan Prabowo ini tidak ada targetan yang jelas untuk mengecek capaian," ujar Dewi dalam Konferensi Pers, Rabu, (22/1/2025).
"Yang selama ini kita temui selalu sifatnya adalah melanjutkan target 9 juta hektare. Jadi artinya dia agenda reforma agrarianya masih melanjutkan target angka sebelumnya di pemerintahan Jokowi. Nah ini tentu banyak minusnya. Proses-proses yang dahulu itu sudah kita nyatakan gagal dan justru terjadi penyelewengan atau penyimpangan dengan tujuan reforma agraria sendiri," imbuhnya.
Dewi menambahkan, selama 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, konflik agraria tidak menunjukkan gejala penurunan.
Dia mengungkap, di rentang waktu tersebut sedikitnya terjadi 63 letusan konflik agraria dengan luas 66.082,19 hektare dan korban terdampak sebanyak 10.075 keluarga.
“Di satu sisi, memang tidak adil jika letupan konflik ini tanggung jawabnya ditimpakan ke Presiden Prabowo yang baru saja menjadi nahkoda baru pemerintahan. Ledakan konflik-konflik tersebut adalah buah kebijakan yang terjadi pada periode pemerintahan sebelumnya,” ujar Dewi.
Selain itu, KPA juga menemukan bahwa beberapa kejadian konflik yang terjadi selama 100 hari pertama Prabowo banyak dipicu oleh program-program prioritas. Salah satunya, terkait program swasembada pangan dan ketahanan pangan.
Dewi mendorong Prabowo mengeluarkan instruksi kepada para pihak, terutama pemerintah, aparat keamanan, perusahaan, atau badan-badan otorita untuk menahan diri dan menjaga kondusivitas untuk mencegah ledakan konflik di lapangan.
“Terkait kasus di Kertajati, adalah PT Sindangkasih Multi Usaha (SMU), salah satu badan usaha Pemerintah Daerah Majalengka yang menjadi aktor penggusuran. Mereka bekerjasama dengan PT Garuda Indofood. Penggusuran tersebut mengakibatkan 250 keluarga yang menguasai lahan seluas 399,98 hektare tersebut menjadi terancam,” ujar Dewi.
Baca juga:
- Konflik Poco Leok: Perjuangan Masyarakat Adat Melawan Proyek Geothermal
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!