NASIONAL

Prevalensi Perokok Muda dan Ketidakseriusan Pemerintah

Selama pemerintah masih membiarkan industri rokok berbisnis, maka regenerasi perokok akan terus hadir.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Sindu

Prevalensi Perokok Muda dan Ketidakseriusan Pemerintah
Ilustrasi: Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Taman Ranggon, Jakarta Timur. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menuding pemerintah tidak serius menekan prevalensi atau jumlah perokok muda di Indonesia.

Ketua Majelis Pakar PP IAKMI, Ede Surya Darmawan menyebut selama pemerintah masih membiarkan industri rokok berbisnis, maka regenerasi perokok akan terus hadir.

“Makanya tidak serius Indonesia tuh, tidak serius! Tidak punya strategi penanganan tembakau, yang ada adalah roadmap untuk meningkatkan produktivitas rokok. Itu sesuatu yang memalukan. Katanya pengen demografi, apanya? Kalau anak-anaknya memang dicekoki diracuni. Sehingga dari lahirnya BBLR (berat badan lahir rendah) karena ibunya tidak bagus dan bapaknya lebih banyak membayar rokok daripada makan makanan bergizi,” ujar Ede kepada KBR, Kamis, (30/5/2024).

Ketua Majelis Pakar PP IAKMI, Ede Surya Darmawan juga mendorong pemerintah membatasi iklan rokok secara masif dan menyeluruh di tanah air. Sebab kata dia, dampaknya sangat besar bagi regenerasi perokok.

Ede menyarankan pemerintah mengadvokasi penggunaan 40 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk penguatan kebijakan antitembakau, dan merumuskan draft kebijakan peningkatan pajak dan cukai rokok.

Jumlah Perokok Aktif

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dilakukan Kemenkes pada 2023, menunjukkan jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, 7,4 persen di antaranya berusia 10-18 tahun.

Anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok paling signifikan. Data SKI 2023 menunjukkan, usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak, yakni 56,5 persen, diikuti usia 10-14 tahun sebesar 18,4 persen

RPP Kesehatan

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. RPP ini adalah aturan turunan dari UU Kesehatan. Salah satu yang diatur dalam RPP adalah pengamanan zat adiktif, yakni produk tembakau.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI Eva Susanti menyebut pembahasan RPP sudah selesai. Kata dia, uji publik maupun pleno dengan kementerian lembaga terkait juga sudah rampung dilakukan.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!