NASIONAL

Presiden Indonesia: Korban Narkotika Capai Jutaan Orang

Saat ini 1,7 persen atau 3,3 juta jiwa penduduk Indonesia menjadi korban penyalahgunaan narkotika.

AUTHOR / Astri Septiani, Shafira Aurel

EDITOR / Sindu

Presiden Indonesia: Korban Narkotika Capai Jutaan Orang
Ilustrasi: Presiden Indonesia Joko Widodo sebut ada jutaan jiwa pendudukan jadi korban narkotika. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Presiden Indonesia Joko Widodo menyatakan ada jutaan jiwa penduduk menjadi korban penyalahgunaan narkotika. Padahal menurutnya, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah kejahatan luar biasa yang mengancam jiwa dan merusak masa depan generasi muda.

"Saat ini 1,7 persen atau 3,3 juta jiwa penduduk Indonesia menjadi korban penyalahgunaan narkotika. Oleh sebab itu kita harus perangi kejahatan narkotika sampai ke akar-akarnya. Kita harus melindungi masa depan generasi muda," kata Presiden Indonesia Joko Widodo pada acara Hari Antinarkotika Internasional, Rabu, 26 Juni 2024.

Presiden Indonesia Joko Widodo mengajak seluruh komponen bangsa bersama-sama memperkuat ketahanan keluarga dan masyarakat, mencegah penyalahgunaan narkotika sejak dini, dan membantu upaya rehabilitasi pecandu narkotika. Ia berharap, target Indonesia Emas 2045 yang bertumpu pada generasi muda yang produktif dapat diraih bersama.

Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengingatkan aturan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba merupakan upaya negara melindungi hak asasi setiap warga. 

Kepala BNN Mathinus Hukom mengatakan, kebijakan politik hukum Indonesia terkait rehabilitasi medis dan sosial sudah termaktub dalam Undang-Undang Narkotika. Dia mencatat, saat ini ada 3,3 juta warga Indonesia yang terlibat dalam peredaran narkoba.

Over Kapasitas

Sebelumnya, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak DPR serius untuk membahas revisi Undang-Undang tentang Narkotika. Sebab, Peneliti ICJR Girlie Aneira Ginting menilai, perkembangan jenis dan bentuk narkotika yang begitu pesat memerlukan penyesuaian regulasi agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.

Kata dia, jika pemerintah terus menerus mengedepankan sisi penegakan hukum atau menjerat para pengguna narkotika, maka hanya akan menambah beban kapasitas lapas. 

Menurutnya, penghukuman tidak akan efektif untuk menurunkan angka pengguna narkoba, justru semakin menjauhkan pengguna dari layanan kesehatan yang semestinya.

"Dengan permasalahan sistem peradilan pidana kita yang menghadapi overcrowding jika kita ingin menyelesaikannya, ya, kita harus mengubah Undang-Undang Narkotika yang ada saat ini. Di mana Undang-Undang Narkotika ini adalah penyumbang terbesar narapidana ataupun tahanannya terhadap lapas. Jadi, kita memandang memang dari sisi undang undang, revisi narkotika ini harus dilakukan secara segera dengan memperbaiki ketentuan pidananya, dan kemudian mengedepankan respons kesehatan terhadap pengguna narkotika," ujar Girlie kepada KBR, Kamis, (13/6).

Batasan

Peneliti ICJR, Girlie Aneira Ginting juga mendorong pemerintah membuat batasan yang jelas antara pengedar dan pengguna narkotika pada revisi Undang-Undang tentang Narkotika. Hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kebijakan.

"Tentu ini akan berdampak sangat besar, ya, terhadap overcrowding kapasitas saat ini," imbuhnya. 

Selain itu, ia juga memberikan catatan-catatan penting bagi pemerintah untuk mengkaji ulang Pasal 111-114 yang ada pada draft revisi RUU Narkotika. Sebab, pasal tersebut merupakan pasal karet yang belum jelas substansinya. Pasal 111-114 meliputi ketentuan pemidanaan.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut narapidana narkotika paling banyak jika dibandingkan dengan jenis kejahatan lain, seperti pembunuhan, pencurian, korupsi, pemerkosaan, dan penganiayaan.

Laporan Kemenkumham, lapas di Indonesiai kelebihan kapasitas hingga 89 persen. Lapas yang seharusnya diisi sekitar 140 ribu penghuni, kini ditempati 265 ribu penghuni.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!