NASIONAL
Polres Kuningan Bantah Menangkap Jemaat Ahmadiyah di Manislor
Dia menyebut, ada beberapa pemuda Ahmadiyah yang ditangkap polisi, meski akhirnya dilepas.
AUTHOR / Wahyu Setiawan, Astri Yuana Sari,
-
EDITOR / Sindu
![Polres Kuningan Bantah Menangkap Jemaat Ahmadiyah di Manislor](/_next/image?url=https%3A%2F%2Fcms.kbr.id%2Fmedia%3Ffilename%3DWarga%2BAhmadiyah%2Btelantar%2Bdi%2Bpelataran%2Bhotel%2Bdi%2BCirebon%252C%2BJawa%2BBarat%252C%2Bkarena%2BJalsah%2BSalanah%2Bdi%2BManislor%252C%2BKuningan%252C%2Bdilarang%2Bdigelar%252C%2BJumat%252C%2B6%2BDesember%2B2024.%2BFoto-KBR-Wahyu%2BSetiawan.jpg&w=3840&q=75)
KBR, Jakarta- Polres Kuningan, Jawa Barat, membantah telah mengintimidasi dan menangkap beberapa jemaat Ahmadiyah usai acara Jalsah Salanah batal digelar. Juru bicara Polres Kuningan Mugiyono berdalih, polisi ingin mengamankan situasi supaya tidak terjadi benturan antara jemaat Ahmadiyah dan ormas yang menolak acara tersebut.
"Polri dalam hal ini Polres Kuningan, tidak pernah mengintimidasi jemaah Ahmadiyah. Tugas kami justru mengamankan jemaah Ahmadiyah yang datang dari luar kota Kuningan yang akan masuk ke Desa Manislor, karena di pintu masuk desa banyak orang dan ormas yang dikhawatirkan terjadi benturan dengan jemaah Ahmadiyah yang datang dari luar kota Kuningan," kata Mugiyono kepada KBR, Selasa, (10/12/2024).
Mugiyono juga membantah polisi menangkap beberapa jemaat Ahmadiyah di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan.
"Tidak benar adanya jemaah Ahmadiyah yang diamankan di kantor desa," ucapnya.
Dia juga membantah polisi mendatangi hotel tempat jemaat menginap, usai diusir dari Manislor.
"Kami juga tidak mendatangi hotel tempat menginap, justru kami mengawal jemaah Ahmadiyah yang akan kembali ke kotanya," dalihnya.
Fakta Berbeda
Sebelumnya, jurnalis KBR menemui beberapa jemaat Ahmadiyah yang mengalami intimidasi saat akan memasuki Desa Manislor. Beberapa di antaranya bahkan mengaku ditangkap dan digiring ke kantor Desa Manislor.
Ketua Pelaksana Jalsah Salanah 2024 Rahmat Hidayat mengeklaim, banyak menerima laporan jemaat yang mengalami intimidasi usai Pemkab Kuningan melarang Jalsah Salanah atau pengajian tahunan. Dia menyebut, ada beberapa pemuda Ahmadiyah yang ditangkap polisi, meski akhirnya dilepas.
Penangkapan diduga terjadi Kamis malam, (5/12/2024) hingga Jumat dini hari, (6/12/2024), ketika polisi berjaga dan menutup semua akses masuk ke Desa Manislor.
"Iya, ada beberapa memang (yang diintimidasi). Bahkan ada sebetulnya ada orang Manislor sendiri yang tinggal di luar Manislor, ya, ke sini anggaplah pulang kampung. Sampai ada yang kena tonjok katanya," ungkapnya.
"Banyak yang tidak terdokumentasikan, ya, kami sendiri kan tidak tahu, ya, diblokir begitu mereka. Datang ke sini, ternyata dihalang-halangi bahkan di setiap jalan ditutup, semua jalan akses masuk ditutup," imbuh Rahmat.
Kegiatan Jalsah Salanah 2024 pada 6-8 Desember batal digelar usai Pemkab Kuningan melarang kegiatan tersebut pada H-2 acara. Larangan dikeluarkan usai sekelompok orang menolak Jalsah Salanah. Pemkab beralasan, larangan dikeluarkan demi menjaga situasi kondusif usai Pilkada 2024.
Negara Toleran terhadap Intoleran
Lembaga Pemantau HAM Imparsial menilai, pelarangan kegiatan Jalsah Salanah atau pengajian Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manislor, menunjukkan pemerintah terlalu toleran terhadap kelompok intoleran.
Koordinator Program HAM Imparsial Annisa Yudha menyebut, pemerintahan Prabowo gagal menjamin keamanan hak beribadah warga negara.
"Kami sangat menyayangkan karena belum lama kita memperingati hari toleransi internasional ya di 16 November kemarin, bahkan belum ada sebulan, yang kami menilai bahwa ini seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan kondisi toleransi dan kerukunan masyarakat di Indonesia, tapi justru dicederai oleh negara itu sendiri, oleh pemerintah itu sendiri, yang tidak memberikan jaminan perlindungan bagi warga negaranya," kata Annisa dalam konferensi pers KBB, Sabtu, (7/12/2024).
Selain Imparsial, Kelompok masyarakat sipil lain yang turut mengecam Pemkab Kuningan, di antaranya Setara Institute, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jawa Barat, hingga Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Puluhan Kasus Kebebasan Beragama
Dari catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) masih cukup tinggi sejak Desember 2023 hingga November 2024.
KontraS mencatat ada sekitar 32 peristiwa pelanggaran terkait KBB. Pelanggaran itu umumnya dialami oleh kelompok agama minoritas, seperti penganut agama Kristen dan umat Buddha maupun kelompok seperti Ahmadiyah dan Syiah.
Puluhan peristiwa tersebut antara lain, sembilan tindak pengrusakan, sembilan persekusi, sembilan pelarangan ibadah, empat penyegelan fasilitas rumah ibadah, dan empat pembubaran paksa ibadah.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!