Survei BPS menunjukkan ongkos transportasi masyarakat Indonesia termasuk tinggi, perencana keuangan memberikan tips agar tetap bisa menabung.
Penulis: Nafisa Deana
Editor: Valda Kustarini

KBR, Jakarta – Di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang, banyak masyarakat masih harus mengocek kantong mereka untuk biaya transportasi harian. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, porsi biaya transportasi masyarakat Indonesia mencapai 12,46% dari biaya hidup per bulan. Ongkos ini misalnya dikeluarkan untuk membayar ojek daring hingga layanan transportasi umum seperti kereta, bus, angkot, dsb untuk mencapai tujuan.
Menurut data Bank Dunia, pengeluaran masyarakat Indonesia tersebut melampaui batas ideal ongkos yang sebesar 10% per biaya hidup perbulan.
Wilayah-wilayah pinggiran Jakarta seperti Bekasi dan Depok masuk dua besar biaya transportasi paling mahal di Indonesia. Warga Bekasi mengeluarkan Rp1.918.142 atau sekitar 14,02% dari total biaya hidup per bulan. Sedangkan Depok mencapai Rp1.802.751 atau sekitar 16,32% dari total biaya hidup per bulan.
Harga Transportasi Umum Relatif Murah, Mahal Karena Tambahan First Mile-Last Mile
Salah satu warga Bekasi Frizki (25) harus mengeluarkan biaya hingga Rp2 juta rupiah per bulan untuk transportasi. Laki-laki yang bekerja sebagai produser visual ini setiap harinya berangkat menuju tempat kerja di Slipi, Jakarta Barat.
"Gue naik motor ke Stasiun Tambun, terus naik KRL dan berhenti di Tanah Abang, lalu lanjut Jaklingko ke kantor. Untuk rute pulang, pasti naik ojek online ke stasiun karena nggak dapat Jaklingko buat langsung ke stasiun," kata Frizki.
Demi menghemat ongkos, Frizki terkadang menempuh jarak 5 km dari kantor ke stasiun dengan berjalan kaki. Selain itu, ia mengeluhkan biaya parkir motor di stasiun yang terus meningkat.
"Parkir di stasiun KRL tuh gila-gila banget harganya. Sudah di atas Rp5.000, itu lumayan berasa buat gue. Bahkan sampai Rp10.000 ada tuh, per hari," ujar Frizki.
Begitu pula dengan Amel (24), seorang copywriter yang berdomisili di Depok, Jawa Barat. Dengan lokasi kantor di daerah Sudirman, Jakarta Selatan, ia merogoh kocek hingga Rp1,4 juta per bulan.
"Saya sendiri merasa total biaya transport tersebut memang mengambil porsi yang cukup besar dari gaji saya sendiri, kurang lebih di angka 30% mungkin," jelas Amel.
Menurut Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal tingginya angka biaya transportasi masyarakat bukan sebatas dari harga transportasi umum saja.
Terdapat ongkos tambahan yang perlu dikeluarkan seperti biaya dari rumah ke lokasi transportasi umum (first mile), dan juga biaya dari lokasi transportasi umum ke kantor atau tujuan akhir (last mile).
“Kalau saat ini teman-teman naik kereta api murah Rp3.500 sampai Rp6.000. Tapi first mile-nya, ojolnya Rp 25.000, parkirnya Rp 10.000,” ujar Risal (2/8).

Baca Juga:
Strategi Keuangan yang Tepat Supaya Tidak Boncos di Biaya Transportasi
Perencana keuangan bersertifikat (CFP) Rahma Maryama mengatakan biaya transportasi masuk ke dalam kategori kebutuhan pokok. Maka dari itu, biaya ini akan sulit dikorbankan.
"Kalau biaya transportasi terlalu besar, efeknya jadi tidak bisa menabung, tujuan jangka panjang-menengah akan tertunda, dan hidupnya jadi dari gaji ke gaji," tutur Rahma.
Maka dari itu, Rahma menekankan beberapa strategi supaya biaya transportasi bisa lebih ditekan dan tidak perlu "meminjam" ke pos keuangan yang lain.
Pertama, para pekerja bisa mencari tebengan yang searah, seperti teman atau tetangga. Dengan cara ini, para pekerja dapat menuju ke titik yang lebih dekat dengan kantor dengan biaya yang lebih murah, bahkan gratis.
Kedua, menggunakan sepeda atau skuter ketika menuju atau menyambung transportasi umum. Namun cara ini dapat dilakukan kalau sesuai dengan aturan transportasi umum tersebut dan tetap membuat perjalanan nyaman.
Ketiga, Rahma menyarankan para pekerja untuk mempertimbangkan tempat tinggal yang lebih dekat dengan kantor, seperti kos-kosan atau kontrakan. Cara ini memungkinkan para pekerja agar bisa mengulang kondisi keuangan.
"Biaya kos-kosan mungkin di awal ya, harus membeli perabotan dan kebutuhan kos-kosan. Tapi berikutnya lebih ringan," kata Rahma.
Terakhir, Rahma menekankan agar para pekerja mencatat rasio biaya transportasi terhadap penghasilan setiap bulannya. Dari rasio tersebut, para pekerja mampu mengambil keputusan lain yang dapat membantu menekan biaya transportasi.
"Apakah misalnya dengan kita pakai transportasi yang sebesar itu, mungkin jatah jajannya dikurangi, kemudian jadi lebih sering bawa bekal dari rumah dibanding makan di luar," sebut Rahma.
Rahma menegaskan, ia setuju dengan persentase 10% dari Bank Dunia untuk batas ideal biaya transportasi.
"Kalau ini terlalu besar kan efeknya tabungan jadi malah terkikis atau misalnya untuk kebutuhan lain malah jadinya kemakan sama biaya transportasi juga," ujar Rahma.

Solusi Pemerintah Untuk Menekan Biaya Transportasi First Mile-Last Mile
Risal menyebutkan pemerintah sedang merencanakan ulang integrasi moda transportasi dengan tujuan mempermudah dan mempermurah akses masyarakat terhadap transportasi.
Pemerintah akan mengevaluasi moda transportasi mana yang akan menjadi transportasi utama dan feeder (pengumpan). Begitu juga dengan jalur mana yang akan digunakan sebagai hub (titik pusat), dan spoke (rute penghubung).
"Jadi first mile dan last mile-nya itu bisa kita reduksi, jadi cost orang itu untuk transportasi bisa kita kurangi," kata Risal.
Di sisi lain, para pekerja juga mengharapkan supaya perusahaan dapat menerapkan sistem kerja dari rumah (WFH) maupun campuran (hybrid).
"Gue WFH sebulan hanya dua kali, padahal seharusnya sebagian besar pekerjaan gue bisa WFH," ucap Frizki.
Amel pun berharap demikian. Dengan sistem WFH, Amel merasa perusahaan mampu mempermudah para karyawan yang rumahnya terlampau jarak yang jauh.
"Sistem WFH atau hybrid memudahkan karyawan yang memang perjalanannya jauh dari rumah ke kantor agar bisa lebih hemat lagi, karena kalau WFH kan kita bisa mengerjakan di rumah tanpa mengeluarkan ongkos," sebut Amel.
Baca Juga:
- Dana Transfer Pusat ke Daerah Dipangkas, Pajak Rakyat Berpotensi Meroket
- Cermat Kumpulkan Dana Darurat