NASIONAL

Politisasi Bansos, Pengamat: Bawaslu Harus Proaktif

Ada ancaman yang diterima penerima bantuan sosial (bansos) berkaitan dengan politik.

AUTHOR / Hoirunnisa, Shafira Aurelia

Politisasi Bansos, Pengamat: Bawaslu Harus Proaktif
Ilustrasi: penyaluran bansos beras. (Foto: ANTARA/Aswaddy Hamid)

KBR, Jakarta- Sebagian kalangan pengamat ekonomi politik menilai pemberian bantuan sosial atau bansos menjelang pemilu rawan dipolitisasi.

Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi menyebut perlu pengetatan peran lembaga pengawas pemilu. Namun menurutnya, hal ini bukan kejadian baru dan kerap berulang.

"Bawaslu harus proaktif juga ya menjemput bola, terkait dengan proses ini. Karena ini sudah menjadi rahasia umum, rahasia publik bahwa ada upaya-upaya politisasi bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah. Dan Bawaslu saya kira juga banyak tahu dan menjadi penting Bawaslu tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tetapi, Bawaslu juga aktif menjemput bola melakukan pengawasan secara langsung terhadap proses distribusi ini," ujar Badiul Hadi kepada KBR, Senin, (8/1/2023).

Menurut Manajer Riset Sekretaris Nasional FITRA, Badiul Hadi, politisasi bansos adalah pelanggaran aturan, apa pun bentuknya dan di manapun tempatnya. Ia menyebut pemerintah harus transparan dalam hal ini.

"Kalau memang Bawaslu pasif hanya menunggu laporan masyarakat ya cukup susah," imbuhnya.

Bansos Jangan Jadi Alat Politik

Badiul Hadi mendesak pemerintah tidak menjadikan bantuan untuk masyarakat sebagai alat politik dari kekuasaan.

"Pemerintah sebagai pengelola keuangan negara, jangan kemudian menjadikan bantuan sosial ini sebagai alat untuk kepentingan sesaat, ini bagian dari penyalahgunaan kekuasaan," kata Badiul.

Ia mendorong Bawaslu lebih proaktif dan konkret agar politisasi bansos tidak terus berulang. Ia menduga Bawaslu pasti menemukan persoalan ini setiap tahun.

"Bawaslu juga menemukan kasus yang sama setiap tahunnya. Cuma problemnya sejauh mana Bawaslu berkomitmen melakukan tindakan terhadap aktivitas ini," lanjut Badiul.

Meski memiliki pilihan untuk menunda penyaluran bantuan hingga pemilu usai, Badiul menilai pemerintah tidak cukup lapang dada untuk hal itu. Solusi satu-satunya adalah penguatan pengawasan.

"Penundaan sebenarnya bisa jadi alternatif. Tetapi kalau kita lihat syahwatnya, saya kira akan sulit menunda itu," jelas dia.

Ada Ancaman

Sebelumnya, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengeklaim menemukan ada ancaman yang diterima penerima bantuan sosial (bansos) berkaitan dengan politik.

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mikewati Vera Tangka mengatakan, ancaman ini merupakan bentuk intimidasi untuk memilih calon tertentu pada Pemilu 2024.

Mikewati mengatakan kebanyakan penerima bansos adalah perempuan atau ibu rumah tangga. Mereka mengaku takut dan terintimidasi saat menerima bansos.

"Bansos juga dijadikan ancaman kalau tidak memilih paslon tertentu, capres tertentu maka bansos akan dihentikan. Ini yang menurut saya juga sangat memalukan ya, untuk ukuran demokrasi kita, ya. Untuk ukuran kampanye kita. Bansos ini enggak ada hubungannya dengan pemilu," ujar Vera, dalam konferensi pers, Minggu, (7/1/2024).

Mikewati Vera Tangka juga menyayangkan banyaknya program bansos yang tidak tepat sasaran dan kerap disalahgunakan.

"Bansos ini adalah program pemerintah, program yang itu dimandatkan oleh undang-undang. Siapapun presidennya, bansos harus tetap jalan," ujarnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!