indeks
Polemik Pajak Pedagang di E- Commerce: Pemerintah Klarifikasi, UMKM Minta Kesiapan Infrastruktur

“Kita paham soal pajak 0,5%. Tapi infrastruktur belum siap, dan pengusaha e-commerce bukan petugas pajak. Harusnya ada dashboard dari DJP,” jelasnya

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Google News
sopi
Ilustrasi - Warga berbelanja secara daring di salah satu aplikasi belanja daring. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

KBR, Jakarta- Rencana penerapan mekanisme baru pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk transaksi penjualan UMKM di e-commerce (perdagangan niaga elektronik) memantik respons beragam.

Akun Instagram Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat diserbu komentar para warganet. Mereka memprotes pengenaan pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5% kepada pedagang toko online yang omzet tahunannya antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Kebijakan ini dinilai memberatkan UMKM di tengah ekonomi sulit dan daya beli masyarakat yang tergerus.

Data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK), dari 108,47 pada April 2025, menjadi 108,07 pada Mei 2025. Bank Indonesia juga mencatat kredit UMKM melambat. Di Mei 2025 kredit hanya tumbuh 1,9 persen secara tahunan, lebih rendah dibanding sebulan sebelumnya yang mencapai 2,3 persen.

Pemerintah Tegaskan Ini Bukan Pajak Baru

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rosmauli, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pajak baru, melainkan perubahan mekanisme pembayaran pajak yang sudah ada sebelumnya.

“Setiap tambahan kemampuan penghasilan akan dikenakan pajak. Tapi pelaku usaha kecil tetap dilindungi. Sampai dengan omzet Rp500 juta tidak dikenai pajak, dan antara Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar dikenakan hanya 0,5%,misanya omzet Rp4,8 miliar setahun, pajaknya hanya Rp24 juta per tahun atau Rp2 juta per bulan. Itu kecil,” jelasnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (30/6/2025).

Ia juga menegaskan bahwa marketplace hanya dijadikan mitra pemungut, bukan menggantikan peran pemerintah.

“Marketplace kami minta bantu untuk memudahkan pelaporan. Seperti mekanisme pemungutan yang sudah berlaku di bendahara pemerintahan dan dana desa,” jelas Rosmauli.

red
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rosmauli. Foto: Youtube KBR Media

Rosmauli melanjutkan rencana penunjukan lokapasar (marketplace) sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

“Bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk,” tuturnya.

Masukan Publik Ditampung

Rosmauli pun mengakui seluruh masukan yang disampaikan menjadi pertimbangan dalam finalisasi aturan.

“Aturan ini masih dalam tahap finalisasi. Masukan dari Bu Rini dan Bu Rani sangat kami hargai. Nanti kami akan gencarkan edukasi dan penyuluhan, baik secara langsung maupun melalui media sosial dan kerja sama dengan tax center,” tuturnya.

Ia menegaskan kembali bahwa semangat dari kebijakan ini adalah keadilan dan kemudahan, bukan beban tambahan.

“Pemerintah berharap mekanisme baru ini bisa membantu meningkatkan kepatuhan sekaligus mendorong UMKM naik kelas,” harapnya.

red
Ilusterasi - Warga mengakses aplikasi belanja daring di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Jumat (24/1/2025). ANTARA FOTO

Asosiasi UMKM Minta Jangan Terburu-buru, Infrastruktur Belum Siap

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengakui bahwa para pelaku UMKM tidak menolak pajak, tetapi meminta penerapan dilakukan secara adil dan bertahap.

“Kita paham soal pajak 0,5%. Tapi infrastruktur belum siap, dan pengusaha e-commerce bukan petugas pajak. Harusnya ada dashboard dari DJP,” jelasnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (30/6/2025).

“Jadi bukan pelaku usaha yang memungut. Kalau mereka terbebani, malah lari ke offline. Ini kontra produktif,” tegasnya.

Hermawati juga mengkritik proses kebijakan yang dinilai tidak inklusif bagi para pelaku usaha yang berjualan di e-commerce.

“Kami pelaku usaha mikro tidak dilibatkan dalam dialog kebijakan. Yang diajak diskusi biasanya asosiasi pelaku usaha menengah ke atas. Padahal justru kami yang terdampak paling awal," lanjutnya.

red
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny. Foto: Youtube KBR Media

Meski pemerintah telah melakukan dialog dengan beberapa asosiasi seperti APINDO dan HIPMI, Hermawati berharap suara pelaku mikro juga didengar. Ia menyoroti ketimpangan perlakuan kebijakan selama ini.

“UMKM mikro hanya diseret namanya. Kalau betul pemerintah berpihak pada kami, maka libatkan kami dari awal. Dan berikan juga benefit yang konkret. Misalnya pembinaan, pelatihan, akses pasar, bukan hanya pemungutan,” ungkapnya.

Ekonom: Potensi “Shadow Economy” Bisa Diminimalkan, Tapi Edukasi Kunci

Peneliti dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Rani Septya menilai rencana ini sebagai bagian dari penertiban sektor ekonomi digital yang selama ini masuk dalam "shadow economy" atau sumber ekonomi yang tidak tampak.

Shadow economy itu bukan cuma aktivitas ilegal, tapi juga aktivitas legal yang tidak tercatat. Ketika administrasi perpajakan diperbaiki, pendapatan negara bisa meningkat tanpa harus menaikkan tarif pajak,” jelas Rani dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (30/6/2025).

red
Peneliti dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Rani Septya. Foto: Youtube KBR Media

Rani menegaskan pentingnya pendekatan yang kolaboratif yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengorkestrasi kebijakan yang berdampak terhadap para pelaku usaha.

“Pajak akan terasa ringan kalau pelaku usaha merasa mendapatkan manfaatnya. Harus ada edukasi, literasi, dan redistribusi,” jelas Rani.

Rani menambahkan bahwa sistem perpajakan digital juga harus memikirkan aspek teknis, seperti pedagang lintas platform dan perlindungan data

“Kalau satu pelaku usaha berdagang di beberapa e-commerce, maka penyamaan data pajaknya bagaimana? Jangan sampai jadi tumpang tindih,” pungkasnya.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR

Baca juga:

- Polemik Soal Aturan Pembatasan Layanan Gratis Ongkir dari Komdigi, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

pajak
PPh
toko online
e commerce
shopee
tokopedia
lazada

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...