NASIONAL

Perludem: Keterwakilan Perempuan, KPU Harusnya Jalankan Putusan MA

Penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif di Pemilu 2024, tidak berkekuatan hukum.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Perempuan
Ilustrasi. Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu. (Foto: ANTARA/Dok)

KBR, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutuskan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif di Pemilu 2024, tidak berkekuatan hukum.

Dalam putusannya, MA menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.

Kebijakan ini dinilai bisa mengurangi keterwakilan perempuan sebagai anggota legislatif sehingga digugat sejumlah pihak salah satunya oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan putusan ini menjadi pelajaran bagi Komisi Pemilihan Umum agar lebih berhati-hati dalam menyusun PKPU ke depannya. Kata dia, aturan yang dibuat mesti mengacu pada UU Pemilu.

Berikut, wawancara Ardhi Ridwansyah dengan Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati:

Bagaimana tanggapan Anda soal MA yang mengabulkan putusan terkait keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif di Pemilu 2024?

Kalau kami, sebenarnya belum mendapat salinan putusan MA. Jadi kami memang belum baca utuh salinan dari putusan itu. Tapi yang kami terima itu baru rilisnya saja, rilis dari MA memang menyatakan bahwa itu dikabulkan.

Yang pertama, tentu kami berharap bisa cepet dapat salinan putusannya secara utuh supaya bisa memahami maksudnya. Tapi kalau secara umum kami mengapresiasi putusan MA itu, artinya memang apa yang diatur KPU mengenai kebijakan afirmasi yang soal pembulatan ke bawah itu memang bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pemilu yang mengatakan bahwa pencalonan perempuan itu seharusnya memuat sekurang-kurangnya 30 persen di setiap daerah pemilihan. Dan juga itu bertentang dengan sesuai keterangan ahli, tak sejalan dengan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Harapannya putusan ini bisa menjadi dasar bahwa partai politik harus mencalonkan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di setiap daerah pemilihan.

Apakah putusan ini berpotensi mempengaruhi tahapan pemilu yang sedang berjalan?

Kalau kami melihat, karena sekarang tahapannya masih daftar calon sementara dan belum daftar calon tetap, nah itu harusnya dijalankan putusan MA itu karena dalam PKPU sendiri KPU mengatakan, calon ini masih bisa berubah sampai DCT. Artinya putusan MA ini karena mengabulkan apa yang dimohonkan oleh para pemohon harusnya sudah bisa diimplementasikan. Jadi tidak harus menunggu pemilu setelahnya.

Evaluasi Anda untuk KPU berkaitan dengan pembuatan aturan ke depannya seperti apa?

Menurut saya, KPU itu bekerja berdasarkan undang-undang, kalau dalam pemilu rujukannya Undang-Undang Pemilu. Artinya KPU dalam membuat PKPU aturan teknisnya harus sejalan dengan undang-undang. Bukan justru menyimpangi yang diatur undang-undang apalagi itu adalah praktik baik. Misalnya soal kebijakan afirmasi ini kan sudah dilakukan di Pemilu sebelumnya. Dan semua partai politik mampu melakukan itu. Ini hal yang baik, perempuan masuk ke politik juga bertambah tapi justru aturan teknis yang dibuat KPU malah mundur. Harapannya KPU bisa bekerja sesuai dengan sumpah dan janjinya bekerja sesuai dengan perundang-undangan.

Baca juga:

- Ketika KPU Disorot soal Eks Napi Korupsi jadi Caleg

- Daftar Calon Sementara Sepi Masukan dan Tanggapan, Mengapa?

Pendapat Anda jika KPU tidak menjalankan putusan ini di Pemilu 2024 dengan dalih waktunya "mepet"?

Saya rasa, waktu bukan alasan. Karena ini masih daftar calon sementara belum masuk daftar calon tetap. Seharusnya KPU, kalau mereka tunduk pada undang-undang ya mereka menjalankan apalagi putusan MA final dan mengikat. Harusnya itu dipedomani oleh KPU. Tidak kemudian alasan waktunya "mepet" lalu tidak dijalankan.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!