NASIONAL

Penunjukan Panglima TNI Agus Subiyanto Politis dan Ancam Netralitas?

Menurut peneliti dari LSM Imparsial Hussein Ahmad, penunjukan Agus oleh Presiden Joko Widodo sarat politis dan nepotisme.

AUTHOR / Heru Haetami

Penunjukan Panglima TNI Agus Subiyanto Politis dan Ancam Netralitas?
Presiden Jokowi melantik Agus Subiyanto sebagai panglima TNI di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 22 November 2023. Foto: Setkab.go.id

KBR, Jakart- Presiden Joko Widodo melantik Jenderal Agus Subiyanto sebagai panglima TNI, di Istana Negara, Jakarta, Rabu pagi, (22/11/2023).

“Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Bahwa saya akan menjunjung tinggi sumpah prajurit,” kata Jokowi mendikte Agus.

Agus merupakan kandidat tunggal yang diserahkan Presiden Joko Widodo kepada DPR untuk mengikuti serangkaian tes di Komisi bidang Pertahanan (I) DPR.

Sebelum menjadi panglima, Agus Subiyanto sempat menjabat sebagai KSAD sejak 25 Oktober 2023. Agus KSAD tersingkat sepanjang sejarah lantaran menjabat kurang dari sebulan.

Panja Netralitas

Saat menyetujui Agus menjadi calon panglima TNI, DPR mengharapkan bekas wakasad itu menjaga netralitas TNI pada Pemilu 2024. Menurut Wakil Ketua DPR bidang Pertahanan (I), Lodewijk F. Paulus, Agus bisa menjaga netralitas lantaran memiliki rekam jejak yang baik.

"Berharap dari proses regenerasi ini juga nanti akan memberi ya suatu nuansa baru dalam kehidupan TNI ya. Dengan harapan tentunya TNI yang sampai orang sampaikan dalam menghadapi Pemilu 2024 itu dituntut netralitas. Karena saya juga mantan prajurit, buat TNI netralitas itu tidak ada masalah karena sejak dulu mereka sudah lakukan. Kenapa karena memang bidang pekerjaan mereka tidak langsung bersentuhan dengan masyarakat. Lain mungkin dengan lembaga-lembaga lain," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Selasa, (21/11/2023).

Untuk mengawasi netralitas aparat TNI, Komisi bidang Pertahanan DPR membentuk Panja Netralitas. Pembentukan dilakukan melalui rapat internal pada Rabu, 8 November 2023. Panja Netralitas dipimpin Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR dari Fraksi PDI-P, Utut Adianto.

Ketua DPR Puan Maharani yang juga dari PDI-P, menjelaskan alasan pembentukan panja.

“Panja netralitas TNI kan sudah dibuat atau dilakukan dan akan dilaksanakan. Jadi memang TNI kami harapkan untuk bisa menunjukkan netralitasnya. Karena sesuai dengan fungsinya Tentara Nasional Indonesia artinya memang nantinya dalam tahun politik atau bulan politik ini kami berharap dengan juga ada penggantiannya panglima TNI yang baru bisa menjaga netralitas,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Selasa, (21/11/2023).

Janji TNI

Sementara itu, menurut Agus Subiyanto netralitas sudah diatur dalam Udang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI. Salah satu isi pasal dari undang-undang itu antara lain melarang TNI aktif berpolitik praktis. Jika melanggar, sanksi yang diberikan adalah penjara satu tahun dan benda Rp12 juta.

Agus mengatakan, TNI juga sudah menyiapkan posko pengaduan pelanggaran netralitas TNI dan membekali prajurit dengan buku saku untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.

"Jadi kita sudah membuat buku saku. Buku saku itu buku yang bisa dimasukkan ke saku. Sehingga bisa dibawa kemana-mana apa yang harus dilakukan apa yang tidak boleh dilakukan sesuai undang-undang dan dia kalau melakukan sesuatu pelanggaran doa bisa dipidana ataupun ditegur komandan satuan," ujar Agus di dalam keterangan pers di DPR, Selasa, (21/11/2023).

Masih Diragukan

Namun, kalangan masyarakat sipil meragukan kemampuan Agus dalam menjaga netralitas TNI dalam pemilu.

Sebab menurut peneliti dari LSM Imparsial Hussein Ahmad, penunjukan Agus oleh Presiden Joko Widodo sarat politis dan nepotisme.

"Kan, kalau kemudian ada motif politik di belakangnya, jika itu benar, maka yang kami takutkan adalah tentara ditarik-tarik kembali ke urusan sipil terutama menjelang pemilu, itu yang sangat berbahaya. Orang kadang lupa memang TNI tidak lagi berpolitik praktis tetapi TNI itu punya resource ya, punya orang-orang sampai ke level desa gitu namanya Babinsa. Jadi dia punya struktur yang sangat lengkap. Tidak ada organisasi lain di Indonesia, sipil maksud saya yang punya daya cengkramnya dia itu sangat dalam seperti militer. Dia strukturnya sampai ke level-level itu sangat mungkin untuk kemudian digunakan untuk kepentingan politik seperti yang terjadi pada masa Orde Baru," kata Hussein kepada KBR, Rabu, (22/11/2023).

Hussein Ahmad juga meragukan sistem pengawasan netralitas yang dibentuk oleh internal TNI. Misal Posko Pengaduan yang berpotensi membangun impunitas pelanggar netralitas.

“Untuk apa ada posko netralitas? Karena sesungguhnya pemilu itu ada rezim hukumnya sendiri dalam undang-undang ketika ada pelanggaran maka sampaikannya itu pelaporan itu ke Bawaslu. Bukan kepada atasannya TNI, bukan kepada pimpinan atau komandan. Kalau itu dilakukan ada kekhususan itu maka kami khawatir itu seperti yang terjadi selama ini kekhususan itu digunakan untuk justru melindungi anggota. Misalnya apa? Belum lama ini kita ada kasus korupsi Basarnas ditangkap sama KPK, kemudian TNI merasa bahwa TNI itu khusus, enggak bisa ditangani oleh KPK, maka ditangani oleh sendiri. Sekarang kita tahu enggak ke mana itu korupsinya? Kasusnya sampai mana? enggak tahu,” katanya.

Untuk menjawab keraguan publik, kelompok masyarakat sipil mendorong Presiden Joko Widodo menjelaskan kepada publik, alasan menunjuk Agus Subiyanto sebagai panglima TNI.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!