NASIONAL

Penghayat Kepercayaan Mengubah Kolom Agama di KTP

Dari enam kali perubahan KTP yang pernah ia lakukan, kolom agama yang tertera berbeda satu sama lain.

AUTHOR / Sindu

EDITOR / Sindu

Penghayat Kepercayaan Mengubah Kolom Agama di KTP
Ilustrasi: KTP penghayat kepercayaan diberi tanda setrip atau dikosongkan. Foto: KBR/M. Ridlo

KBR, Jakarta- Salah satu penghayat kepercayaan Kapribaden menceritakan kisahnya saat mengubah kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ia adalah Endang Retno Lastani, Sekretaris Jenderal Paguyuban Penghayat Kapribaden. Dari enam kali perubahan KTP yang pernah ia lakukan, kolom agama yang tertera berbeda satu sama lain.

Pada 24 Juni 1983 atau sebelum ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), kolom agama di KTP-nya tertulis KKK YME. Lalu, pada 2004 kolom agamanya ditulis Katholik. Di 2008, keterangan kolom agama di KTP-nya kosong atau hanya ada tanda setrip, begitu juga pada 2015. Namun, pada 2012 ditulis dengan keterangan Kepercayaan, atau setelah adanya UU Adminduk.

Bagi Penghayat Kepercayaan, UU Adminduk punya pengaruh besar, terutama soal pencatatan administrasi kependudukan, hingga hak-hak yang berkaitan sebagai warga negara. Selama ini mereka kerap mengalami diskriminasi, stigmatisasi, tak mendapat hak sama sebagai warga negara, bahkan hingga menyembunyikan keyakinan mereka di kolom KTP atau Kartu Keluarga (KK).

Uji Materi

Perubahan besar terjadi ketika sejumlah penghayat kepercayaan mengajukan uji materi UU Adminduk Nomor 23 Tahun 2006, yang diubah menjadi UU Nomor 24/2013.

Pasal yang diuji antara lain Pasal 61 ayat (2) tentang pengosongan kolom agama di KTP dan KK bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan.

Salah satu yang mengajukan uji materi adalah Carlim (Sapto Darmo). Sebab, pemohon menilai, ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusan uji materi Nomor 97/PUU/XIV/2016, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, administrasi kependudukan merupakan bagian dari pelayanan publik yang menjadi hak melekat setiap warga negara tanpa terkecuali, dan wajib dilayani secara sama.

Melalui putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan para penganut aliran kepercayaan mencantumkan keyakinannya di kolom agama yang ada di KTP maupun KK.

Tantangan

Meski putusan itu sudah berlangsung sekitar tujuh tahun (7 November 2017), masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi penghayat kepercayaan. Endang memerinci, ada lima tantangan yang dihadapi untuk mengubah kolom agama di KTP, terutama bagi Kapribaden.

Pertama, adanya pesan sesepuh yang mengatakan, bahwa laku Kapribaden bukanlah agama, organisasi, bukan ilmu, dan lain-lain. Dua, masih adanya kekhawatiran akibat trauma masa lalu, di mana kebijakan pemerintah sering berubah. Tiga kondisi keluarga yang tidak memungkinkan.

"Belum semua instansi pemerintah baik pusat maupun daerah yang membuka akses layanan untuk penghayat kepercayaan. Yang kelima, implementasi layanan pendidikan kepercayaan masih belum menyeluruh," kata Endang saat Webinar Series Kepercayaan dan Agama Minoritas yang digelar Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN, Rabu, 27 Juni 2024.

Tak hanya tantangan, kata Endang, ada sejumlah peluang juga yang sudah terbuka bagi penghayat kepercayaan, salah duanya, akses bekerja sebagai ASN/PNS, Polri, dan TNI, juga beasiswa Prodi PKTTYME Untag Semarang.

Jumlah Penghayat Kapribaden

Menurut Endang, penganut Kapribaden tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali. Total saat ini ada 1.810 jumlah warga Kapribaden. Dari angka tersebut, yang sudah mengubah kolom agama di KTP, tercatat hanya 214 orang.

Pada tahun ini, Kapribaden berencana mempercepat konversi KTP warganya melalui tiga program. Pertama sosialisasi peraturan perundangan terkait kepercayaan ke daerah-daerah dan fasilitasi akses layangan yang diberikan pusat maupun daerah. Kedua, pendataan kembali anggota Kapribaden.

"Mendorong pengurus daerah untuk membantu dan memberikan pendampingan kepada anggota yang akan melakukan konversi KTP Kepercayaan," ujarnya dalam webinar.

red
Romo M. Semono Sastrohadidjojo sesepuh dan pendiri Kapribaden. Foto: Dok.Kapribaden

Sekilas tentang Kapribaden

Kapribaden tidak sama dengan istilah umum kepribadian atau personality. Kapribaden di sini, ialah sebuah laku spiritual dengan memulai mengenal diri sendiri sebagai manusia, selanjutnya dapat mengenal Tuhan, dan menerima petunjuk-Nya.

Sesepuh atau Pendiri Kapribaden adalah M. Semono Sastrohadidjojo (Romo Herucokro Semono). Ia lahir pada 1900, dan memulai laku spritual pada usia 14 tahun, untuk mencari apa sejatinya yang bisa menggerakkan jagad raya. Setelah laku spiritual selama 41 tahun, M. Semono menerima wahyu dari Gusti Ingkang Maha Suci, pada 13 November 1955, pukul 18.05 WIB.

Romo M. Semono, ialah abdi negara di Angkatan Laut. Ia pensiun pada 1957, dengan pangkat Letnan KKO di Surabaya. Setelah pensiun, Semono kembali ke kota kelahirannya, Purworejo, untuk mengajarkan Laku Kasampurnan Manunggal Kinantenan Sarwa Mijil (Kapribaden).

Sejak itulah, mulai banyak yang datang meminta restu untuk segala masalah. Sebagian kecil, ada pula yang berniat menggali pengetahuan atau ilmu tentang Laku Kasampurnan. Setelah Semono meninggal pada 3 Maret 1981, kadhang-kadhang Kapribaden menunjuk Dokter Wahyono Raharjo GSW sebagai Pinisepuh Kapribaden. Ia bertanggung jawab terhadap kemurnian Laku Kapribaden yang diajarkan Semono.

Lalu, sejak 2007 hingga sekarang, Hartini Wahyono diminta warga melanjutkan tugas sebagai Pinisepuh Kapribaden, setelah Dokter Wahyono meninggal.

Sejarah

Sejarah berdirinya Paguyuban Penghayat Kapribaden adalah pada 28 April 1978, lewat sabda/perintah yang ditulis Romo Herucokro Semono dalam aksara Jawa, yang berbunyi: "Romo Mangestono Putro-Putro Kudu Ngakoni Putro Romo", dan memberikan perintah mendirikan paguyuban, serta menyerahkan tongkat komando dari galih kelor kepada Dokter Wahyono Raharjo.

Paguyuban Penghayat Kapribaden telah memiliki legalitas hukum, dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Paguyuban ini memiliki sejumlah fungsi, antara lain wadah kerukunan, pembinaan, pengembangan, dan saluran kegiatan bagi kepentingan anggota dalam usaha mencapai Kapribaden secara utuh. Sedangkan tujuan paguyuban antara lain terciptanya rasa persaudaraan antarumat manusia sedunia.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!