NASIONAL
Pencabutan Tap MPRS 33/1967 dan Pemulihan Nama Baik Soekarno
Keluarga Soekarno meminta agar nama baik Bung Karno direhabilitasi atas tuduhan pengkhianat bangsa. Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, perlu ada pelurusan sejarah setelah TAP MPRS 33 dicabut.
AUTHOR / Ardhi Ridwansyah
-
EDITOR / Agus Luqman
KBR, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi menyetujui pencabutan TAP MPRS Nomor 33 tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
Tap MPRS itu salah satunya menyebut Presiden Soekarno melindungi tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia PKI. TAP MPRS itu akhirnya dicabut dalam rapat pimpinan MPR, 23 Agustus lalu yang dihadiri seluruh fraksi.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan TAP itu dicabut karena tidak terbukti Soekarno melindungi tokoh PKI.
“Secara yuridis tuduhan itu tidak pernah dibuktikan menurut hukum, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945,” ucap Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Bambang Soesatyo menyampaikan MPR telah melakukan peninjauan dan menjawab surat resmi dari Kementerian Hukum dan HAM mengenai pencabutan TAP MPRS 33/1967. Pimpinan MPR sepakat mencabut TAP MPRS tersebut.
Pimpinan MPR telah menyerahkan surat pencabutan TAP MPRS itu kepada perwakilan keluarga Soekarno.
Anak sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra menyatakan ayahnya tidak pernah terlibat maupun mendukung pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Guntur mengatakan pencabutan TAP MPRS itu menunjukkan tuduhan terhadap presiden pertama Indonesia itu tidak benar dan terbantahkan.
“Saya memang harus berkata demikian, karena pada faktanya kami menunggu selama 57 tahun lamanya akan datangnya sikap kemanusiaan dan keadilan ini,” ujar Guntur.
Guntur Soekarnoputra menyatakan keluarga Soekarno sudah sepakat tidak akan mempersoalkan lagi tuduhan itu. Namun, ia meminta agar nama baik Bung Karno direhabilitasi atas tuduhan pengkhianat bangsa.
Menurut dia, momentum ini bukan sekadar melepas beban sejarah, tetapi juga menjadi bukti keadilan.
Baca juga:
Pencabutan Tap MPRS Nomor 33 tahun 1967 itu disambut baik politikus senior PDI Perjuangan Panda Nababan. Ia mengatakan Keputusan pencabutan itu sudah tepat. Apalagi, Soekarno merupakan tokoh proklamator dan dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Panda menambahkan, pencabutan TAP MPRS juga tidak berimplikasi terhadap PDI Perjuangan.
“Enggak ada, enggak perlu itu dan enggak ada pengaruh. Enggak ada kemudian menjadi seumpama ini resah orang udah tahu kok. Akal sehat saja bagaimana mau nuduh Soekarno PKI? Bagaimana apalagi kemudian menuduh keluarga-keluarganya? Lebih banyak kepada isu-isu intrik politik dulu. Jadi buat keluarga Bung Karno, buat apa Bung Karno itu tidak diapakan, tidak terlampau diperhitungkan,” kata Panda kepada KBR, Selasa (10/9)
Sejarawan Anhar Gonggong menilai, pencabutan TAP MPRS Nomor 33 adalah bentuk penegasan secara psikologis untuk keluarga Bung Karno.
Menurutnya, tuduhan kepada Presiden Pertama RI tersebut sudah gugur saat Soekarno ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2012 silam.
“Jadi ada faktor psikologi menurut saya yang memang sangat ‘mempengaruhi’ pikiran keluarga besar Bung Karno dengan keputusan tahun 67 itu. Nah itu yang menyebabkan dia merasa bahwa ya pahlawan nasional ini enggak ada gunanya, karena tidak menghilangkan TAP MPRS 33 itu,” kata Anhar kepada KBR, Selasa (10/9/2024).
Sementara itu, Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, perlu ada pelurusan sejarah setelah TAP MPRS 33 dicabut.
Pelurusan sejarah yang dimaksud adalah bahwa Soekarno tidak pernah menghianati bangsa Indonesia dan menjadi dalang dari gerakan G30S pada September 1965.
“Yang mengatakan PKI sebagai dalang itu satu artikel, satu tulisan di dalam buku itu. Yang mengatakan CIA juga terlibat itu satu tulisan, yang mengatakan dalangnya Soeharto itu juga satu tulisan, tapi yang mengatakan Soekarno itu ada empat tulisan. Jadi kan secara kasat mata saja ini kan buku itu mengatakan, tulisan yang paling banyak itu menyatakan Soekarno sebagai dalang G30S,” kata Asvi kepada KBR, Selasa (10/9/2024).
Presiden Joko Widodo pada 2022 lalu menegaskan Bung Karno tak pernah mengkhianati negara. Hal itu dibuktikan dengan penyematan gelar pahlawan proklamator bagi Soekarno pada 1986, serta gelar pahlawan nasional pada 2012.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!