NASIONAL

Pemerintah Akan Percepat Eksekusi Terpidana Mati Kasus Narkotika

Untuk mencegah peredaran gelap narkotika dari dalam lapas, pemerintah mempertimbangkan untuk mempercepat eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkoba.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Wahyu Setiawan

EDITOR / Agus Luqman

Sabu dari Malaysia
Seorang warga binaan setelah mencoblos di TPS Khusus 909, Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta, Cipinang, Jakarta, Rabu (27/11/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

KBR, Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati bagi terpidana kasus narkotika. 

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan, itu menjadi salah satu upaya pemerintah mencegah peredaran gelap narkotika dari dalam lembaga permasyarakatan (lapas).

"Serta mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati bagi terpidana narkotika yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada lagi upaya hukum sehingga tidak ada lagi ruang peredaran narkoba yang dikendalikan dalam lembaga pemasyarakatan," kata Budi dalam konferensi pers dipantau via Youtube Kemenko Polkam, Kamis (5/12/2024).

Budi menyebut, pada tahun 2024 angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta orang. Mereka didominasi kalangan remaja.

"Didominasi oleh generasi muda terutama remaja yang berusia 15-24 tahun. Selanjutnya berdasarkan laporan intelijen keuangan dalam kurun waktu 2022-2024, total perputaran dana tindak pidana pencucian uang (TPPU) narkotika mencapai Rp99 triliun," ungkapnya.

Oleh sebab itu, pemerintah akan memasifkan penelusuran dan pemblokiran rekening terkait aliran dana hasil peredaran narkoba.

Pemerintah kata Budi, juga akan terus melakukan upaya-upaya penindakan dan penegakkan hukum secara lebih masif, termasuk penerapan pasal TPPU bagi pengedar dan bandar.

"Serta melakukan kampanye serta edukasi publik untuk pencegahan bahaya narkoba," jelasnya.

Baca juga:

Tidak Menimbulkan Efek Jera

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat peredaran gelap narkotika dari dalam lapas kerap terjadi. Pada 2018 lalu, Menteri Hukum dan HAM menyatakan 50 persen peredaran gelap narkotika narkotika dikendalikan dari dalam lapas.

Namun menurut ICJR, hukuman mati nyatanya tidak menimbulkan efek jera.

ICJR mengeklaim sejak 2017 lalu sudah memaparkan solusi untuk mengatasi peredaran gelap narkotika di lapas maupun dikendalikan dari dalam lapas. Namun, hingga saat ini tidak ada tindak lanjut yang diambil oleh pemerintah maupun DPR.

"Pemicu adanya peredaran gelap narkotika di Indonesia dikarenakan permasalahan mendasar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang masih mengkriminalisasi pengguna narkotika. Melalui UU Narkotika, pemerintah memberikan sanksi pidana kepada pengguna narkotika. Kriminalisasi ini tidak membawa dampak menurunnya angka perdagangan gelap narkotika, malah justru menimbulkan permasalahan baru," kata Peneliti ICJR Girlie Aneira Ginting.

Berdasarkan catatan ICJR, penelitian terhadap 1.353 putusan pengadilan selama kurun waktu 2016–2020, menunjukkan 40,6 persen (mayoritas) penegakan pasal-pasal peredaran gelap narkotika dalam UU Narkotika, justru menyasar pengguna narkotika.

Menurutnya, kriminalisasi pengguna narkotika justru menumbuhsuburkan peredaran gelap.

ICJR menyerukan perombakan kebijakan narkotika dengan memperkenalkan dekriminalisasi pengguna narkotika.

"Pengguna narkotika diregulasi dengan menegaskan adanya intervensi berbasis kesehatan dan respons non-pidana bagi seluruh pengguna narkotika, sehingga tidak ada celah transaksional yang menyebabkan aparat menawarkan ‘pilihan’ untuk pendekatan kesehatan. Aparat pun bisa berfokus pada menegakkan peredaran gelap narkotika, bukan justru menjerat pengguna narkotika," ujar Girlie.

"Sehingga, kami menyerukan pemerintah perlu segera melakukan pembahasan revisi UU Narkotika dan menindaklanjuti rekomendasi JRKN (Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika) dengan membahas dan mengadopsi dekriminalisasi pengguna narkotika."


    Komentar

    KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!