NASIONAL

Pejuang Lingkungan Tak Bisa Dipidana, Komnas HAM: Butuh Peraturan Menteri

"Teman-teman ramai-ramai mendorong adanya peraturan menteri terkait Pasal 66 Undang-Undang 32 Tahun 2009."

AUTHOR / Resky Novianto

COP28, Klaim Indonesia, dan Kritik Penanganan Krisis Iklim
Warga Pulau Pari berdemonstrasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (24/10/2017). (Foto: ANTARA/M Adimaja)

KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong pemerintah segera menerbitkan peraturan menteri (permen) untuk melindungi pejuang lingkungan.

Menurut Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan, tindakan kriminalisasi tidak bisa dibenarkan karena pejuang lingkungan merupakan pembela hak asasi manusia.

"Jadi kadang-kadang pembela HAM ini bukan dianggap sebagai mitra pemerintah itu kan, makanya di kalangan gerakan lingkungan, teman-teman ramai-ramai mendorong adanya peraturan menteri terkait Pasal 66 Undang-Undang 32 Tahun 2009. Bagaimana kemudian pejuang lingkungan, tidak bisa dipidana dan diperdatakan. Itu yang sering kami lakukan untuk melakukan advokasi," kata Hari dalam Acara Konferensi Nasional Pembela HAM, Kamis (7/12/2023).

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi: "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata."

Hari mengatakan, tugas pejuang HAM cukup berat lantaran harus bertaruh untuk mempertahankan lingkungannya.

Dia turut menyinggung salah satu kasus ativis penolak tambang Tumpang Pitu, Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego.

"Budi pego yang memperjuangkan lingkungan, dia menolak tambang tapi kemudian dikriminalisasi gara-gara ada spanduk pendukung palu arit, padahal dia masyarakat tidak membuat," ujar Hari.

Hari menuding negara tidak hadir untuk membebaskan Budi yang notabene merupakan pejuang lingkungan. Kata dia, sikap negara malah sebaliknya.

"Mas Budi malah divonis dengan 4 tahun penjara dan siapa lagi yang jadi korban banyak," tutur Hari.

Baca juga:

Sebelumnya, Yayasan Auriga Nusantara mencatat tak kurang dari 112 kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan terjadi pada kurun 2014 hingga 2023.

Auriga Nusantara menilai adanya aturan di Pasal 66 belum memadai karena multitafsir.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!