indeks
Partai Buruh Tolak Iuran Tapera, Ini Alasannya

“Terkait Undang-Undang Tapera kami juga berencana untuk judicial review PP Tapera ke Mahkamah Kontistusi. Itu beberapa hal yang kami rencanakan agar Undang-Undang Tapera ini bisa dibatalkan."

Penulis: Shafira Aurel

Editor: Resky Novianto

Google News
Tapera
Petugas melayani peserta di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta, Kamis (30/05/24). (Antara-Bayu Pratama)

KBR, Jakarta- Partai Buruh mendesak pemerintah untuk membatalkan iuran kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh Kahar S. Cahyono mengatakan kebijakan tersebut tak masuk akal dan semakin memiskinkan buruh. Menurutnya, potongan 2,5 persen bagi peserta tidak menjamin buruh akan memiliki rumah.

Untuk itu, pihaknya mengancam akan mengadakan aksi besar-besaran menolak wacana pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“Kami akan melakukan unjuk rasa pada tanggal 6, Kamis 2024 untuk mendesak agar Tapera dibatalkan. Selain itu kami juga berencana untuk melalukan gugatan uji materil ke Mahkamah Agung (MA) terkait dengan PP Tapera,” ujar Kahar kepada KBR, Minggu (2/6/2024).

“Terkait Undang-Undang Tapera kami juga berencana untuk judicial review PP Tapera ke Mahkamah Kontistusi. Itu beberapa hal yang kami rencanakan agar Undang-Undang Tapera ini bisa dibatalkan. Sehingga kebijakan yang membebani buruh dan rakyat kecil ini tidak diberlakukan,” imbuhnya.

Kahar menilai iuran kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi bukti bahwa pemerintah lepas tangan dalam menyejahterakan rakyatnya. Menurutnya, kebijakan ini juga rawan untuk di korupsi oleh oknum-oknum tertentu.

Adapun Partai Buruh menjelaskan enam alasan mengapa Tapera harus dicabut.

1. Ketidakpastian Memiliki Rumah

Dengan potongan iuran sebesar 3% (tiga persen) dari upah buruh, dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi.

2. Pemerintah Lepas Tanggung Jawab

Dalam PP Tapera, tidak ada satu klausul pun yang menjelaskan bahwa pemerintah ikut mengiur dalam penyediaan rumah untuk buruh dan peserta Tapera lainnya. Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, Pemerintah lepas dari tanggungjawabnya untuk memastikan setiap warga negara memiliki rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat, disamping sandang dan pangan.

3. Membebani Biaya Hidup Buruh

Di tengah daya beli buruh yang turun 30% (tiga puluh) persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja, potongan iuran Tapera sebesar 2,5 (dua koma lima persen) yang harus dibayar buruh akan menambah beban dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Potongan yang dikenakan kepada buruh hampir mendekati 12% (dua belas persen) dari upah yang diterima, antara lain Pajak Penghasilan 5% (lima persen), iuran Jaminan Kesehatan 1% (satu persen), iuran Jaminan Pensiun 1% (satu persen), iuran Jaminan Hari Tua 2% (dua persen), dan rencana iuran Tapera sebesar 2,5% (dua koma lima persen). Belum lagi jika buruh memiliki hutang koperasi atau di perusahaan, ini akan semakin semakin membebani biaya hidup buruh.

4. Rawan Dikorupsi

Dalam sistem anggaran Tapera, terdapat kerancuan yang berpotensi besar untuk disalahgunakan. Karena di dunia ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance). Jika jaminan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta atau pajak atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan pemerintah. Sedangkan bantuan sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah. Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah.

5. Tabungan yang Memaksa

Karena pemerintah menyebut bahwa dana Tapera adalah tabungan, maka seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa. Dan karena Tapera adalah tabungan sosial, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan. Subsidi antar peserta hanya diperbolehkan bila program tersebut adalah jaminan sosial yang bersifat asuransi sosial, bukan tabungan sosial. Misalnya program jaminan kesehatan yang bersifat asuransi sosial, maka diperbolehkan penggunaan dana subsidi silang antar peserta BPJS Kesehatan.

6. Ketidakjelasan dan Kerumitan Pencairan Dana Tapera

Untuk PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin berjangka panjang karena tidak ada PHK. Tetapi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi. Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang ter-PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan dana Tapera.

Baca juga:

- BP Tapera: Tidak Semua Pekerja Wajib jadi Peserta

Editor: Resky Novianto

tapera
buruh
partai buruh

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...