NASIONAL

Panen Kritik Soal Larangan Jilbab Paskibraka

Ketua Umum Purna Paskibraka Indonesia PPI Gousta Feriza menduga ada paksaan untuk melepaskan jilbab.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

paskibraka
Presiden Joko Widodo mengukuhkan Anggota Paskibraka 2024. ANTARA/Sigid Kurniawan

KBR, Jakarta - Ramai menjadi sorotan saat Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia menyebut ada 18 pasukan pengibar bendera tingkat nasional yang melepas jilbab saat acara pengukuhan.

Ketua Umum Purna Paskibraka Indonesia PPI Gousta Feriza menduga ada paksaan untuk melepaskan jilbab terhadap para anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 17 Agustus nanti.

Menurut Gousta ada kejanggalan ketika anggota Paskibraka menghadiri acara pengukuhan. Yaitu, anggota yang sebelumnya memakai jilbab, namun belakangan tidak lagi memakainya.

"Mengapa pada waktu pertama kali mereka tiba di pemusatan latihan masih diperkenankan mengenakan hijab. Juga pada saat-saat latihan, renungan suci, mereka masih diizinkan mengenakan jilbab. Tapi kenapa pada saat pengukuhan dilarang atau dengan bahasa lain diseragamkan untuk tidak mengenakan jilbab. Hal ini menciderai kebhinekaan itu sendiri," ujar Ketua Umum Purna Paskibraka Indonesia PPI Gousta Feriza (14/8/2024).

Sementara itu, salah satu keluarga dari anggota paskibraka merasa kaget melihat anaknya melepas jilbab.

Ibunda Zahratushyta Dwi Artika, Paskibraka asal Kalimantan Barat (Kalbar), Sugiarti mengatakan dirinya hanya diberitahu jika anaknya diminta untuk melepas jilbab pada saat hari H kemerdekaan saja.

Hal ini ia ketahui saat anaknya bercerita sejak tes wawancara, terkait kesediaan bersedia atau tidaknya untuk melepas jilbab.

"Kaget lah kita. Katanya kan lepas jilbab itu kalau dia cerita katanya pas di hari H. ‘Mba jawablah, mba bilang demi menjalankan tugas negara ya siap (dilepas)’. Padahal mamah itu berdoa dari dia sekolah di masjid raya sampai dia SD pakai kerudung, akhirnya saya tiap malem itu berdoa ya Allah mudah-mudahan anak saya ini Istiqomah. Apalagi ditinggal bapaknya sejak SMP,” ucapnya, Rabu (14/8).

Merespons hal itu, Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri yang berhijab, untuk melepaskan hijab mereka.

Yudian mengatakan, aturan mengenai seragam dan atribut Paskibraka telah ditetapkan sejak dahulu kala, sejak awal berdirinya Paskibraka, di mana rancangan seragam dan atribut tersebut telah bertumpu pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

"BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab. Penampilan Paskibraka putri dengan mengenakan pakaian atribut dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan yaitu pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada. Dan hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja," kata Yudian dalam keterangan di IKN, Rabu (14/8/2024).

Kepala BPIP Yudian Wahyudi lantas pun turut meminta maaf dan mengatakan Paskibraka wanita diperbolehkan memakai jilbab saat pengibaran bendera.

Kata dia, hal itu mengikuti arahan Kepala Sekretariat Presiden selaku Penanggungjawab Pelaksanaan Upacara HUT RI yang membolehkan Paskibraka Putri mengenakan jilbab dalam pengibaran Sang Saka Merah Putih pada Peringatan HUT RI ke-79 di Ibukota Nusantara.

Dilain pihak, LSM SETARA Institute mengkritik Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berdalih keseragaman terkait tidak ada anggota Paskibraka putri yang menggunakan jilbab.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menilai BPPI harusnya menjadi teladan terhadap penghormatan keberagaman.

"Menggunakan jilbab atau tidak menggunakan jilbab sebagai ekspresi keyakinan merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati oleh negara dan oleh setiap orang. Sebagaimana jaminan dalam undang-undang dasar 1945. Oleh karena itu setiap upaya satu pihak kepada pihak yang lain untuk menanggalkan keyakinan baik dengan paksaan, maupun dengan pengkondisian tanpa paksaan itu merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan undang-undang dasar," kata Halili kepada KBR, Kamis (15/8).

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan juga mendesak Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab dari kontroversi ini.

"Mesti ada tindak lanjut dari kontroversi yang dihasilkan ini yang dihasilkan oleh Kepala BPIP. Maka dalam konteks ini bagus saja saya kira kalau kepala BPIP itu mundur dari jabatannya sebagai kepala di lembaga yang memiliki kewenangan mengenai pembinaan ideologi negara," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera juga turut mengkritik keras perihal belasan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri yang dipaksa melepas jilbab saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8).

Ia menyebut pihaknya berencana memanggil Kepala BPIP terkait polemik itu.

Baca juga:

Dugaan Larangan Paskibraka Mengenakan Jilbab Tuai Kecaman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!