NASIONAL

Operasi Pasar Gagal Tekan Harga Beras, Mengapa?

"Pemerintah lupa bahwa pasar tradisional itu ujung dari distribusi pangan rakyat. Jika di ujung saja mengalami gangguan atau problem, yang terjadi adalah lonjakan harga atau kelangkaan."

AUTHOR / Heru Haetami

Operasi Pasar Gagal Tekan Harga Beras, Mengapa?
Warga antre membeli beras di operasi pasar murah di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024). (Foto: ANTARA/Henry Purba)

KBR, Jakarta - Badan Pangan Nasional mengeklaim sudah melakukan tindakan strategis untuk mengendalian harga sejumlah komoditas pangan yang melonjak jelang Ramadan.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan strategi itu antara lain memfasilitasi distribusi stok dari daerah surplus ke daerah defisit serta menggelar operasi pasar.

"Kondisi stok beras itu aman. Jadi, kalau hari ini ada berita stok beras itu kurang, kita mau sampaikan sekali lagi stok beras cukup. Bulan Maret ini Insyaallah panennya akan 3,5 juta ton, ya, itu prediksi KSA (Kerangka Sampel Area) dari temen-temen BPS (Badan Pusat Statistik). Kemudian minggu-minggu lokal sudah dimulai," ujar Arief, di Gudang Pasar Cipinang Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).

Bapanas melalui Bulog telah mendistribusikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui operasi pasar ke ritel-ritel.

Arief Prasetyo Adi menyebut kelangkaan beras dan tingginya harga beras di pasar disebabkan hasil panen dalam negeri yang berada di bawah 1 juta ton.

Namun, harga beras di pasaran tidak kunjung terkendali meski operasi pasar digelar. 

Pada pekan keempat bulan ini, kenaikan harga beras bahkan meluas ke lebih dari 260 kabupaten kota. Padahal, pada pekan ketiga Februari kenaikan terjadi di 179 kabupaten kota.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia IKAPPI menyebut harga beras kini semakin tak jelas. Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan menilai pemerintah lupa dengan keberadaan pasar tradisional yang juga membutuhkan pasokan.

"Kenapa pemerintah lebih fokus terhadap bantuan pangan dan pemerintah lupa bahwa pasar tradisional itu ujung dari distribusi pangan rakyat. Jika di ujung saja mengalami gangguan atau problem yang terjadi adalah baik itu terjadi lonjakan harga atau kelangkaan bahkan ada antrian di mana-mana masyarakat membeli dan memasok kebutuhannya khususnya untuk beras." kata Reynaldi dalam diskusi Ruang Publik KBR, Rabu (28/2/2024).

Reynaldi Sarijowan juga menilai operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah tidak tepat sasaran.

"Kami agak kurang sependapat jika operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah itu di titik-titik tertentu. Katakanlah di kelurahan atau di kecamatan, akan memicu keramaian yang pertama dan akan ada masyarakat yang nggak kebagian tentunya dengan situasi operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah di tiap-tiap kecamatan atau kelurahan. Maka yang kami inginkan dari pemerintah untuk saat ini dan yang jangka pendeknya tentu menjelang ramadan nanti, dua pekan kita akan memasuki bulan suci ramadan, tentu permintaannya tinggi. Maka solusi alternatifnya iyalah operasi pengendalian harga beras ini diguyur ke pasar tradisional. Baik itu yang medium ya yang ada kan mungkin hanya SPHP hari ini, ada berapa ton yang dimiliki oleh pemerintah. Itu yang dioptimalkan untuk diguyur ke pasar tradisional," katanya.

Baca juga:

Pantauan KBR di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), pada Kamis ini beras kualitas bawah I naik tipis menjadi Rp14.000 per kilogram. 

Sedangkan untuk beras kualitas medium I, kini diharga Rp15.900 per kilo, naik Rp250 per kilogram. Kemudian untuk beras kualitas super I saat ini mencapai Rp17.250, naik Rp250 per kilogram.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menilai, pasar murah dengan distribusi beras lewat program stabilisasi harga dan pasokan pangan (SPHP) belum menyasar seluruh wilayah di tanah air.

"Karena sejak tahun lalu sebetulnya ada perubahan skema penyaluran operasi pasar yang sekarang itu langsung menyasar ke ritel-ritel supaya bisa langsung menjangkau masyarakat," katanya kepada KBR, Selasa (20/2/2024).

Khudori mendorong Bulog segera mendistribusikan pasokan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

"Seberapa besar penyaluran operasi pasar atau serapan operasi pasar, tergantung sejauh mana Bulog dan berbagai perangkatnya itu menjalin kerja sama dengan pihak-pihak yang menjangkau masyarakat langsung ya," ujar Khudori.

Khudori memprediksi stok pemerintah dan produksi dalam negeri saat ini tak mampu menutupi kebutuhan beras beberapa waktu ke depan. Kemungkinan langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah melakukan impor sebagai upaya jangka pendek.

"Suplai yang bisa diharapkan sekarang hari-hari ini bukan dari produksi dalam negeri. produksi dalam negeri, panen dari dalam negeri ada, setiap saat itu ada, tapi nggak besar. Yang sangat mungkin untuk mengisi kekosongan ini ya dari impor. Sejak tahun lalu kan kita melakukan impor yang cukup besar ya," kata Khudori.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!