NASIONAL

Mengapa Putusan Terbaru MK soal UU ITE Dianggap Kemenangan Parsial?

MK mestinya mempertimbangkan tokoh publik dikecualikan dari individu yang dapat melaporkan pencemaran nama baik

AUTHOR / Naomi Lyandra, Ninik Yuniati

EDITOR / Ninik Yuniati

Google News
Mengapa Putusan Terbaru MK soal UU ITE Dianggap Kemenangan Parsial?
Daniel Tangkilisan (tengah) bersama kuasa hukum saat sidang uji materi UU ITE di MK. (Humas MK)

KBR, Jakarta - Tak salah kalau tiga narasumber di siaran Ruang Pubik KBR pada Senin, 5 Mei 2025, mengatakan, celah kriminalisasi masih terbuka di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ketiga narsum tersebut - Damian Agata Yuvens (kuasa hukum aktivis lingkungan asal Jepara, Jawa Tengah, Daniel Tangkilisan), Fatia Maulidiyanti (pegiat HAM), dan Nenden Sekar Arum (Direktur Eksekutif SAFEnet)- kala itu, membincangkan putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengabulkan sebagian gugatan Daniel, salah satu korban UU ITE.

Dalam putusannya, MK memperketat tafsir sejumlah pasal karet di UU ITE, di antaranya Pasal 27A tentang pencemaran nama baik. Pemerintah, lembaga, maupun kelompok tidak bisa menggunakan pasal ini untuk melapor, karena mereka tidak masuk kategori korban. MK menekankan bahwa kritik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Pasal pencemaran nama baik UU ITE ditegaskan hanya berlaku untuk individu.

Hanya hitungan hari dari putusan MK (29/4), publik dikejutkan oleh berita penangkapan SSS, mahasiswa ITB, pada Jumat (9/5) yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka UU ITE. SSS dijerat pasal 27 ayat (1) tentang konten yang melanggar kesusilaan atas unggahan meme Presiden Prabowo dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Belakangan, polisi menangguhkan penahanannya, karena SSS sudah meminta maaf dan menyesali perbuatannya.

Kasus kriminalisasi terhadap SSS dikecam Amnesty International Indonesia karena bertentangan dengan putusan terbaru MK terkait pasal 28 ayat (3) yang menyebut bahwa kerusuhan di media sosial tidak tergolong tindak pidana. 

red

Penandatanganan SKB Pedoman Implementasi UU ITE di kantor Kemenkopolhukam, Rabu (23/6/2021). SKB diteken Menkominfo Johnny Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Listyo Sigit. (Foto: komdigi.go.id)


Bergantung tafsir aparat

UU ITE, meski sudah mengalami perubahan, revisi, dan pengetatan tafsir, masih menyisakan potensi kriminalisasi yang menganga. Sebab, implementasinya sangat tergantung pada penafsiran aparat.

Terkait pasal pencemaran nama baik, sejatinya pada 2021 sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 insitusi, yakni Menteri Komunikasi, Jaksa Agung, dan Kapolri, yang isinya sama dengan putusan MK, bahwa pemerintah dan organisasi tidak bisa menggunakan pasal ini.

"Pada kenyataannya dan implementasi di lapangan, SKB tersebut juga tidak diterapkan secara penuh. Karena aparat hukum yang di garda terdepan proses pelaporan itu juga masih abai, atau bahkan enggak paham bahwa ada pedoman tersebut," kata Nenden di Ruang Publik KBR, Senin (5/5/2025).

Idealnya, bagi SAFEnet, seluruh pasal karet di UU ITE mestinya dihapus agar tak dijadikan modus kriminalisasi. Meski begitu, putusan terbaru MK yang memperketat penafsiran atas pasal pencemaran nama baik dan pasal penyebaran berita bohong atau hoaks, tetap diapresiasi sebagai kemajuan.

Menyoal public figure

Kuasa hukum Daniel Tangkilisan, Damian Agata Yuvens menyayangkan tokoh publik (public figure) tidak ikut dikecualikan dalam kasus pencemaran nama baik. Pasal 27A masih bisa mereka gunakan untuk mengkriminalisasi.

"Karena figur publik ini, kan, orang yang sudah memilih untuk masuk ke dalam ranah publik, sehingga memilih juga agar kehidupannya dan tindak-tanduknya menjadi konsumsi publik," ujar Agata.

Nenden juga berpandangan public figure seperti pesohor dan para pemengaruh (influencers) mestinya tidak masuk kategori korban pencemaran nama baik. Walaupun, kata dia, perlu definisi lebih jelas tentang siapa yang dimaksud pesohor.

"Masih ada peluang itu, bagaimana ini dimanfaatkan oleh public figure, orang-orang yang punya power dan punya resource besar, untuk tetap menyalahgunakan UU ITE," tutur Nenden.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR

Baca juga:

Polisi Didesak Hentikan Kasus Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi, Alasannya?

Daya Hidup Septia Berjuang Lepas dari Jerat UU ITE

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!