NASIONAL

Menaker: Masih Ada Kontradiksi Pemahaman Upah Minimum

"Rata-rata masih banyak yang menjadikan upah minimum itu menjadi standar upah yang berlaku di perusahaan"

AUTHOR / Sadida Hafsyah

Menaker: Masih Ada Kontradiksi Pemahaman Upah Minimum
ilustrasi

KBR, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah menyebut masih ada kontradiksi pemahaman terkait upah minimum antara perusahaan dan buruh. Bahkan, kata Ida, masih banyak perusahaan yang menjadikan upah minimum sebagai standar upah perusahaan.

"Rata-rata masih banyak yang menjadikan upah minimum itu menjadi standar upah yang berlaku di perusahaan. Memang di satu sisi, perusahaan beranggapan bahwa dengan memberlakukan upah minimum di perusahaan telah memenuhi perintah dari pemerintah. Di sisi lain, pekerja atau buruh menginginkan agar pemberlakuan upah minimum dapat mensejahterakan pekerja atau buruh dan keluarganya," katanya saat Olimpiade Pengupahan Berbasis Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan RI, Selasa (20/12/2022).

Ida menilai, sistem pengupahan yang efektif harus ditetapkan dengan berbagai pertimbangan. Mulai faktor kinerja hingga kesejahteraan, bukan sekedar mengamini upah minimum, sebagaimana ditetapkan pemerintah.

Menurutnya, kesejahteraan buruh akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan itu sendiri.

"Sistem pengupahan yang efektif harus dilandasi bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja atau buruh, itu dilakukan sejalan dengan memajukan perusahaan. Jadi kepentingan kesejahteraan terpenuhi, tetapi kemajuan perusahaan itu juga harus dipenuhi. Percuma perusahaan maju, tapi buruh tidak mengalami kesejahteraan," jelas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Ida Fauziah mengungkapkan, yang kerap menjadi pemicu masalah, adalah ketika perusahaan melihat upah sebagai faktor biaya produksi yang perlu dilakukan efisiensi.

"Padahal efisiensi masih bisa dilakukan pada banyak faktor produksi lainnya," katanya.

Baca juga:

Ida juga mendorong agar pengupahan bisa diberikan lebih berkeadilan pada waktu-waktu ke depan, terutama dengan sistem pengupahan berbasis produktivitas, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

"Dalam menentukan besaran upah di perusahaan, juga harus mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek yang pertama, kewajiban yang diamanatkan peraturan perundang-undangan, pencapaian produktivitas dan kemampuan tenaga kerja yang dibutuhkan. Jadi secara konseptual upaya perbaikan pengupahan harus menyentuh dan dikaitkan dengan peningkatan kualitas tenaga kerja kita," pungkasnya.

Editor: Kurniati Syahdan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!