NASIONAL

Masa Tanggapan Hampir Berakhir, DCS Masih Sepi Masukan dari Masyarakat

Meski sudah lima hari berlangsung, KPU Banyuwangi, Jawa Timur mengungkap belum banyak masyarakat yang memberikan tanggapan dan masukan terhadap calegnya

AUTHOR / Hermawan Arifianto, Astri Yuanasari

KPU
Ilustrasi Gedung KPU RI di Jakarta Pusat (Foto: Antara)

KBR, Banyuwangi- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi waktu selama 10 hari mulai dari 19 hingga 28 Agustus 2023 untuk masyarakat menyampaikan tanggapan terhadap tiap calon anggota legislatif yang dipublikasikan di dalam Daftar Calon Sementara (DCS) melalui laman resmi KPU.

Meski sudah lima hari berlangsung, KPU Banyuwangi, Jawa Timur mengungkap belum banyak masyarakat yang memberikan tanggapan dan masukan terhadap calegnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), termasuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Terdapat 651 daftar caleg sementara yang sudah diumumkan KPU setempat.

Anggota KPU Banyuwangi Ari Mustofa mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan tanggapan. KPU menjamin kerahasian identitas masyarakat yang memberikan tanggapan.

“Monggo masyarakat punya kesempatan untuk memberikan tanggapan kepada bakal calon anggota legislatif apabila memang dirasa ada sesuatu yang janggal atau yang lain. Sehingga nanti bakal calon legislatifnya memang sesuai yang diharapkan oleh masyarakat,” ujar Ari Mustofa, Rabu (23/8/2023).

Baca juga:

Anggota KPU Banyuwangi Ari Mustofa menambahkan, tanggapan masyarakat terhadap DCS Pemilu 2024 bisa langsung dikirim melalui surat elektronik (email) atau surat tertulis ke KPU Banyuwangi.

Jika hingga tenggat terakhir tidak ada tanggapan masyarakat, DCS akan diserahkan kembali ke masing-masing partai politik.

Tidak transparan

Pengamat pemilu menilai sepinya tanggapan dari masyarakat salah satunya disebabkan tidak transparannya KPU dalam membuka informasi caleg.

Informasi yang dibuka kepada publik hanya sebatas nomor dan logo parpol, lalu nomor dan nama bakal caleg.

Pengamat Pemilu sekaligus Pengajar Hukum Pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai, keputusan KPU yang tidak membuka informasi tersebut akan memengaruhi prinsip pemilu yang terbuka dan transparan. Karena itu, ia mendorong KPU membuka daftar riwayat hidup, termasuk jika caleg tersebut berstatus bekas narapidana.

"Caleg itu kan akan mencari posisi pejabat publik, orang-orang yang akan duduk di dalam posisi-posisi publik pemerintahan yang sangat perlu sekali kita ketahui track recordnya, atau kemudian informasi-informasi berkaitan dengan dirinya. Contoh, misalnya ketika dia hanya mencantumkan satu istri, ternyata kita tahu bahwa tidak seperti itu realitasnya. Itu kan penting referensi kepada kita ya untuk mencermati apakah betul-betul mereka menyampaikan informasi yang sebenarnya terkait dengan dirinya," ucap Titi kepada KBR, Rabu, (23/8/2023).

"Lalu juga misalnya dia mencantumkan pekerjaan atau kemudian posisi riwayat karir dia sebelumnya, itu juga kita gunakan untuk menilai apakah ada benturan kepentingan misalnya ketika mereka nanti jadi terpilih terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dia buat," sambungnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!