NASIONAL

Marak Sapi LSD, Peternak Minta Pasokan Vaksin Ditambah

"Peternak itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan vaksinnya,"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

kesehatan hewan
Petugas kesehatan hewan Dinas Ketahanan Pangan setempat memeriksa mulut sapi di Cipocok, Kota Serang, Banten, Rabu (21/6/2023). (FOTO: ANTARA/Asep Fathulrahman)

KBR, Jakarta - Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) melaporkan maraknya temuan penyakit kulit hewan atau Lumpy Skin Disease (LSD) yang menjangkit sapi atau kerbau jelang Iduladha.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PPSKI, Rochadi Tawaf mengatakan, pemerintah memang sudah menerbitkan beberapa kebijakan guna mencegah penularan penyakit itu, seperti mengatur lalu lintas distribusi ternak, sistem pemotongan, dan vaksinasi. Namun, menurutnya, kebijakan mitigasi penularan penyakit kulit pada hewan kurban itu harus didukung dengan pasokan vaksin LSD.

“Kita tidak tahu sejauh ini pemerintah menyediakannya cukup atau tidak, karena keluhan yang didapat dari asosiasi dari beberapa kali rapat, peternak itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan vaksinnya, belum sebagian besar baru sebagian kecil yang menerima vaksinasi itu,” kata Rochadi kepada KBR, Kamis (22/6/2023).

Baca juga:

Rochadi mendorong pemerintah menjelaskan terkait pasokan vaksin LSD kepada masyarakat, khususnya peternak. Sebab, penyakit cacar pada sapi atau kerbau ini merugikan peternak karena menurunkan kualitas dan kuantitas daging. Menurutnya, jika vaksin itu terbatas, maka pemerintah diminta fokus mengawasi ketat distribusi ternak, terutama jelang Iduladha.

Rochadi mengusulkan, penyaluran hewan ternak itu harus dilengkapi dengan bukti hewan sehat dengan menunjukkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang diterbitkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ia juga meminta pemerintah menyiagakan petugas untuk pemeriksaan ternak di perbatasan antar-wilayah.

“Sekarang kan kalau ternak sudah divaksin ditandai dengan pemasangan ear tag, nah ini harus bisa dideteksi oleh sistem pengawasan yang ketat oleh pemerintah misalnya di setiap perbatasan kota atau provinsi itu ada yang disebut dengan checkpoint, checkpoint itu adalah kondisi di mana ternak itu diperiksa kalau masuk ke suatu wilayah,” pungkasnya.

LSD merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari keluarga Poxviridae. Virus ini menyebar melalui gigitan serangga seperti nyamuk dan lalat. Penyakit ini ditandai dengan munculnya benjolan pada kulit sapi terutama di bagian leher, punggung, dan perut.

Sejumlah daerah yang sudah menemukan kasus sapi atau kerbau yang terjangkit LSD diantaranya di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, Sukabumi Jawa Barat, dan Padang Sumatera Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah.

Baca juga:

Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1Juni 2023 lalu telah menerbitkan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2023 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Merebaknya Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) dan Antisipasi Penyakit Peste Des Petits Ruminants (PPR) pada Hewan Kurban.

"Hewan yang terjangkit LSD dengan gejala klinis berat sebagaimana disebut dalam ketentuan umum hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," dikutip dari fatwa tersebut.

MUI merinci, penyakit LSD gejala klinis berat ditandai dengan menyebarnya benjolan 50 persen atau lebih pada tubuh, sudah ada benjolan yang pecah dan menjadi koreng, dan terbentuk jaringan parut. Namun jika gejala yang ditunjukkan tergolong ringan, maka masih sah dijadikan hewan kurban.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!