NUSANTARA

Pemkot Solo: Waspadai Sapi Pemakan Sampah TPA Sebagai Hewan Kurban

"Tiap hari memakan sampah maka ada residu timbal di tubuhnya, secara kumulatif bertahun-tahun di situ."

AUTHOR / Yudha Satriawan

sapi pemakan sampah
Deretan sapi pemakan sampah di TPA Putri Cempo Solo, Selasa (20/06/23). (KBR/Yudha satriawan)

KBR, Surakarta- Pemkot Solo mewaspadai penjualan sapi pemakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo sebagai hewan kurban. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Eko Nugroho mengatakan pemkot melakukan pengawasan khusus secara rutin pada kondisi ratusan sapi pemakan sampah di lokasi tersebut. 

Menurut Eko, kandungan residu zat berbahaya dalam daging sapi pemakan sampah itu perlu dihindari jika dikonsumsi.

"Secara rutin kami memeriksa kondisi sapi di TPA sampah Putri Cempo Solo. Total ada sekitar 200an ekor sapi. Tiap hari memakan sampah maka ada residu timbal di tubuhnya, secara kumulatif bertahun-tahun di situ. Bisa menimbulkan dampak buruk kesehatan jika dikonsumsi dagingnya. Sekarang sudah ada upaya
mengandangkan ratusan sapi itu. Peternak di sekitar lokasi TPA sampah sudah mulai mengandangkan sapi-sapi pemakan sampah itu," ujar Eko saat pemeriksaan hewan kurban di Solo, Selasa (20/6/2023).

Lebih lanjut Eko menjelaskan kondisi fisik ratusan sapi pemakan sampah di TPA Putri cempo Solo tidak berbeda dengan fisik sapi lainnya. Hanya ada zat berbahaya dalam sapi penakan sampah itu, imbuh Eko, jika diteliti secara laboratorium. 

Kata Eko,   ratusan sapi tersebut betina dan untuk pembibitan.

Baca juga:

Pantauan di lokasi TPA Putri Cempo Solo, deretan sapi berjajar mengais dan memakan sampah yang menggunung. Ketinggian sampah mencapai 10 meter dipadati mesin pengeruk dan para pemulung sampah. Antrean truk dan mobil pengangkut sampah memasuki kompleks untuk membuang isi bak yang penuh sampah.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!