NASIONAL

KPA: Konflik Horizontal di Wadas adalah Dalih Pemerintah untuk PSN

"Tidak ada ruang di mana kalau masyarakat keberatan itu difasilitasi untuk dialog, dipahami, kenapa berkeberatan, lalu solusinya semacam apa."

AUTHOR / Astri Yuanasari

Konflik lahan di Desa Wadas
Sejumlah warga Wadas mendatangi Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk memprotes rencana pertambangan andesit di Wadas, Senin, (21/6/21). Foto: lbhyogyakarta.org

KBR, Jakarta- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai proses pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, tidak menjunjung tinggi hak-hak konstitusi warga negara, dan tidak mengedepankan prinsip musyawarah.

Padahal, menurut Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, dua prinsip itu harus dijunjung dalam proses pembangunan PSN. Namun pada praktiknya, pemerintah kerap menggunakan cara-cara intimidasi, dengan dalih proyek pembangunan strategis untuk kepentingan nasional. 

Ia mencontohkan soal adanya konflik horizontal yang kerap dijadikan alasan pemerintah dalam proses pembangunan proyek.

"Bahwa disebut konflik horizontal, ya karena masyarakat posisinya yang masih mayoritas menolak ya. Itu juga ada akibat dari cara-cara pemerintah selama ini yang sangat intimidatif dan memecah belah memang memang itu dipecah-belah di semua. Misalnya pengalaman kita di pengadaan tanah untuk Bandara Kertajati Majalengka Jawa barat, itu dipecah-belah juga, kemudian waduk di Rendu NTT dipecah-belah juga, kemudian di Bendungan Bener itu pun demikian," kata Dewi kepada KBR, Rabu (9/2/2022).

Memotong Prosedur

Dewi menyebut pemerintah juga tidak melakukan tindakan antisipatif untuk meredakan perpecahan warga. Kata dia, justru yang dilakukan adalah tindakan intimidasi dan represif untuk memaksa masyarakat setuju.

"Karena sifatnya PSN, biasanya memang ada target percepatan ya dan itu kadang karena ada ditarget harus tahun ini selesai harus tahun ini diresmikan dan seterusnya. Itu seringkali membuat pemerintah bypass semua prosedur yang sebenarnya sudah ada juga di undang-undang terkait pengadaan tanah. Jadi dilibas tuh biar cepat," tuturnya.

Dewi menyebut, mayoritas warga Desa Wadas saat ini menolak tanah mereka dijadikan lokasi penambangan batuan andesit, untuk pembangunan PSN Bendungan Bener.

"Tidak ada ruang di mana kalau masyarakat keberatan itu difasilitasi untuk dialog, dipahami, kenapa berkeberatan, lalu solusinya semacam apa," kata dia.

Catatan Akhir Tahun KPA

Dewi menjelaskan, dalam catatan akhir tahun KPA, konflik agraria yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur adalah tertinggi kedua setelah konflik agraria sektor perkebunan.

Sebagian besar konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur adalah proyek strategis nasional (PSN). Data dari KPA pada 2021, dari 52 konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur, 38 adalah PSN.

"Bayangkan dari 52 (konflik) itu 38-nya adalah proyek strategis nasional. Artinya memang mayoritas proyek proyek strategis nasional ini memang berada ada di wilayah wilayah pemukiman masyarakat di wilayah wilayah masyarakat tanah pertanian perkebunan masyarakat atau wilayah adat sehingga memang menimbulkan konflik agraria," kata Dewi.

Puluhan Warga Ditangkap

Sebelumnya, puluhan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ditangkap polisi, pada Selasa, 08 Februari 2022.

Penangkapan warga itu terkait aksi penolakan atas kegiatan pengukuran tanah di Desa Wadas untuk proyek penambangan batu andesit.

Warga Desa Wadas sudah menolak penambangan batu andesit sejak 6 tahun lalu. Proyek tambang batu andesit itu diperuntukkan untuk material proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener.

Hari ini, Rabu (09/02), Polda Jawa Tengah telah melepaskan 66 warga Desa Bener yang ditangkap. Mereka telah didata dan diperiksa di kepolisian. Warga dipulangkan ke rumah masing-masing dengan menggunakan dua bus. Polisi mengklaim puluhan warga tersebut dalam kondisi sehat dan menerima perlakuan humanis.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!